Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebun Fantasi Karya Neck Chand

Kompas.com - 03/05/2011, 13:10 WIB

KOMPAS.com - Fajar belum terang ketika kami bergegas meninggalkan penginapan, berjalan beberapa kilometer, bus yang akan mengantar kami ke kota Chandigarh sudah mulai dipenuhi penumpang. Di pukul 05.10 menit bus asuhan sebuah travel agent ternama di Amritsar, Libra Travel, mulai melaju dalam embun yang mulai mengikis. Bus bermuatan hampir 50 orang ini rencananya akan membawa kami ke Chandigarh dalam 5 hingga 6 jam ke depan.

Sayup-sayup masih dihempas rasa kantuk, kami memilih untuk melanjutkan tidur kami. Baru beberapa saat kami terlelap, bus ini berhenti di sebuah rumah makan. Kami tengok ke langit, hari mulai cerah, pukul 07.00 bus ini singgah di sebuah rest area untuk mempersilahkan para penumpang menyantap sarapan paginya di beberapa rumah makan yang tersedia di sekitar area, tapi kami memilih menikmati beberapa cemilan yang kami bawa di dalam bus saja.

Hingga pukul 11.35 kami tiba di gerbang masuk kota Chandigarh, kota ini memang nampak lebih tertata dengan jalan-jalan ibu kota yang sudah modern, asri dengan tanaman-tanaman hijau yang berjejer sekitar jalan utama. Tidak ada polusi berarti yang nampak dikota ini. Semua tertata rapi, lalu lintas juga nampak teratur dengan fasilitas pada umumnya seperti di kota metropolitan.

Wajar saja kota ini disebut-sebut sebagai The Greenest and The Cleanest City in India. Stuktur bangunan juga nampak lebih modern, dari mulai areal perkantoran hingga pusat perbelanjaan, basis akomodasi disini nampak lebih terjamin kebersihan dan keeksklusifannya. Tidak menurut rencana, ternyata bus kami berhenti di tempat agen bus tersebut, bukan di terminal kota yang dimaksud, tepatnya di sekitar sektor 9. Kami mulai misuh-misuh dengan tingkah para sopir bajaj yang ekstrim dalam menawarkan jasa bajajnya, bahkan seenaknya saja menarik backpack kami, dengan maksud agar kami memakai jasa kendaraannya, tak segan-segan kami balik marah kepada mereka. Alhasil kami memilih jasa ricksaw seorang Punjabi yang menawarkan harga sebesar 40 rupees menuju terminal kota Chandigarh di sektor 17.

Matahari mulai meninggi, tapi karena begitu banyaknya pepohonan kota ini jadi nampak redup dan asri, 20 menit kemudian kami tiba di terminal dan menitipkan backpack kami di jasa locker yang tersedia di terminal ini. Lumayan murah hanya seharga 40 rupees untuk satu backpack besar. Dengan begini kami bebas melenggang di Chandigarh. Sebenarnya perjalanan ini hanya merupakan perjalanan transit kami menuju Agra, di mata kami Chandigarh memang jauh lebih modern dari kota-kota sebelumnya. Tapi yang kami cari bukan hal itu, bukan berarti pula kami lebih tertarik dengan status kotor yang dimiliki negara ini.

Jakarta buat kami lebih dari cukup untuk menikmati sisi kemodernan hidup, tak pelak kami memutuskan untuk mencari warna lain kota-kota disini, yang lebih berwarna dan lebih etnik, karena dalam pengamatan kami Chandigarh telah mengadopsi kehidupan diatas kelayakan, tak lagi menampilkan khas etnik dari apa yang disebut warna India.

Tiket kereta api malam kami menuju Agra sengaja kami ambil dari kota ini, agar seharian ini cukup bagi kami mengenal kemodernisasian ibu kota dari Haryana dan Punjab ini. Agenda kami di Chandigarh hanya ingin mengujungi Neck Chand Rock Garden Fantasy, yang sedang in di telinga para wisatawan.

Konon kebun unik itu dipenuhi dengan berbagai hiasan taman yang pengerjaan hingga materialnya berasal dari barang-barang bekas yang tidak terpakai, bahkan sampah-sampah organik dan non organik didaur ulang hingga menjadi beberapa bentuk benda-benda yang tak pernah terpikirkan sebelumnya. Menilik balik ke Jakarta, akhir-akhir ini memang banyak sekali bisnis kerajinan tangan yang terbuat dari bahan daur ulang sampah hingga pecah belah.

Kami begitu penasaran dengan hasil karya arsitektur kenamaan Chandigarh yang mengotaki pembuatan kebun fantasi itu. Kami bergegas makan siang di kantin yang ada di terminal sebelum melanjutkan perjalanan ke Rock Garden, sepaket Thali (menu reguler khas India) dan Masala Dosa menjadi menu utama makan siang kami kali ini.

Kesulitan untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai trayek sekitar juga kami rasakan, tak cukup dengan mengamati nama trayek dengan tujuan bus tersebut, karena kebanyakan signnya memakai abjad Hindi, beberapa orang yang kami tanyai juga kadang cuma geleng-geleng kepala. Akhirnya setelah bersusah payah berkomunikasi ala Hindi dengan orang sekitar untuk menanyakan trayek bus yang kami maksud, seorang sopir bus menunjukannya pada kami.  Walau busnya tidak ber-AC, masih tetap nyaman dengan ventilasi udara yang memadai, harga bus trayek ke Rock Garden ini mematok harga 10 rupees, dengan lama perjalanan maksimal 30 menit.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com