Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menembus Dinginnya Dieng...

Kompas.com - 10/05/2011, 09:20 WIB

Setelah merasa cukup duduk-duduk dan berfoto, kami melanjutkan perjalanan ke Candi Arjuna. Pak Mustaqim mengantarkan kami ke sana kemudian ia langsung pulang karena jam delapan ia harus bekerja. Matahari sudah mulai terik ketika kami sampai di candi. Pak Mustaqim berpamitan setelah ia menunjukkan kepada kami sebuah rumah makan di sekitar candi agar kami bisa sarapan dahulu. Kami mengucapkan terima kasih dan langsung memesan makanan.

Karena kami datang masih cukup pagi, candi pun masih terbilang sepi. Hanya ada beberapa penduduk lokal yang berjalan-jalan pagi di sana dengan membawa serta anak-anaknya yang masih kecil. Kami pun bisa dengan leluasa mengeksplor candi tersebut sampai berfoto narsis.

Telaga Menjer

Kami beranjak meninggalkan Dieng setelah dzuhur. Tujuan selanjutnya adalah Telaga Menjer yang terletak di desa Menjer, 12 kilometer dari Dieng ke arah Wonosobo. Menuju Telaga Menjer, kami mendapat pengalaman yang tidak menyenangkan. Seperti biasa, kami sudah bertanya ke penumpang lain di bus berapa tarif yang harus kami bayar sampai di Pasar Garung. Katanya tarifnya hanya Rp 2.000. Dan lagi-lagi kondektur menaikkan tarif, kali ini bahkan tiga kali lipat dari yang sewajarnya.

“Lho, kok kembaliannya cuma segini? Kan harusnya cuma bayar 2 ribu,” protes saya.

Si kondektur terlihat kaget karena saya tahu tarif yang sebenarnya. Lalu dia berdalih, “Yah..itu kan buat penumpang yang biasa langganan naek bus setiap hari.” Alasan basi.

Begitu turun di Pasar Garung, saya meminta uang kembalian lagi dan akhirnya ia memberikan saya beberapa lembar uang yang setelah dihitung jumlahnya masih kurang dari yang seharusnya. Tapi bus itu mulai beranjak pergi. Saya dan teman saya hanya bisa mendoakan semoga si kondektur segera kembali ke jalan yang benar. Baiklah, mari kita lupakan kondektur itu. Sekarang kita menuju ke Telaga Menjer. Kami diberi tahu ibu-ibu untuk naik angkot berwarna biru menuju telaga, katanya tarifnya nggak lebih dari Rp 2.000. Untunglah kali ini kondekturnya jujur. Tarif untuk sampai ke telaga adalah Rp 1.500 per orang (kaget zaman sekarang masih ada tarif angkot semurah itu).

Tarif masuk Telaga Menjer cukup Rp 2.000 saja. Tempatnya indah, tetapi lebih sepi pengunjung dibandingkan Telaga Warna di Dieng. Sesampainya di sana, kami disambut bapak-bapak berperahu yang menawarkan untuk menyusuri telaga dengan tarif Rp 5.000 saja. Kami langsung setuju tanpa protes karena menganggap itu harga yang wajar. Wah udaranya sejuk, suasananya tenang, hanya terdengar suara air yang gemericik dilewati perahu. Sayang ya tempat-tempat bagus di Indonesia seringkali kurang terdeteksi dan kurang promosi. Jangankan turis asing, turis lokal saja banyak yang tidak tahu.

Mencari Oleh-oleh Khas Wonosobo

Hujan turun rintik-rintik ketika kami baru turun dari perahu. Kami pergi ke toko oleh-oleh bernama “Aneka” yang direkomendasikan oleh teman saya yang orang Wonosobo. Ternyata oleh-oleh makanan di sana cukup lengkap dan semuanya menggiurkan. Makanan Wonosobo memang enak-enak, dari mulai keripik dan berbagai cemilan dari kentang sampai manisan carica yang paling terkenal. Carica sendiri adalah buah yang masih saudara dengan pepaya. Pohonnya pun mirip pohon pepaya tetapi dengan ukuran lebih kecil. Saya baru pertama melihat langsung pohonnya di dekat Telaga Cebong. Berhubung uang sudah pas-pasan, saya hanya membeli beberapa gelas carica dan cemilan sebagai oleh-oleh untuk anak kost.

Satu lagi yang sayang untuk dilewatkan di Wonosobo adalah mencicipi Mie Ongklok. Saya yang saat itu masih agak kenyang, hanya mencicipi mie yang dibeli oleh teman saya. Ternyata mie tersebut sangat enak. Seperti mie ayam tetapi dengan sayuran lebih banyak dan dicampur sate ayam dengan bumbu kacang. Benar-benar mantap dimakan panas-panas. Kuahnya juga sangat berasa, bercampur dengan rasa kacang dari bumbu sate.

Selesai makan, teman saya bilang, “Mbak, katanya kenyang? Tapi makannya banyak…”

Saya baru tersadar.. Oh iya ya… sepertinya kegiatan icip-icipnya sampai setengah mangkok. Setelah kenyang, saatnya pulang ke Jogja. Hujan menemani kepulangan kami. Perjalanan ke Dieng ini sungguh tak terlupakan. (Maisya Farhati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com