Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Besok, DPR-ESDM Bahas BBM Bersubsidi

Kompas.com - 25/05/2011, 17:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi VII DPR akan menanyakan bagaimana pengaturan subsidi bahan bakar minyak (BBM) kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam rapat kerja yang akan berlangsung besok, Kamis ( 26/5/2011 ).

"Sebetulnya kan cuma ada dua masalah, satunya adalah mengontrol, satu adalah menaikkan Premium yang bersubsidi. Sudah hanya dua itu (masalahnya)," ungkap Anggota Komisi VII Satya Widya Yudha kepada Kompas.com, di Jakarta, Rabu ( 25/5/2011 ).

Namun, ia menyayangkan keduanya tidak dijalankan oleh pemerintah. Mengingat defisit anggaran negara akan semakin besar karena harga ICP (minyak mentah Indonesia) yang naik di atas asumsi APBN 2011 sebesar 80 dollar AS per barelnya.

"Menaikkan premium itu kan sebetulnya cara yang simple," ungkapnya.

Menurutnya, menaikkan harga premium sebesar 10 persen dari harga saat ini (Rp 4.500 per liternya) merupakan opsi yang terbaik yang harus dilakukan, karena sesuai dengan amanat UU APBN.

"Sambil mempersiapkan infrastruktur. Karena subsidi itu yang dikontrol bukan cuma mobilnya. Subsidi harus tertuju langsung pada orang yang memanfaatkan," tuturnya.

Hal tersebut diungkapkannya karena opsi yang ditawarkan pemerintah, khususnya Kementrian ESDM, berkaitan dengan masyarakat yang memiliki mobil. Sehingga itu, lanjut dia, menjadi tidak tepat sasaran. Jika pemerintah hanya mensubsidi angkutan umum, atau mobil yang berplat kuning, ia menuturkan, kemungkinan terjadinya penyimpangan akan besar. Para pengendara angkutan umum dapat melakukan penjualan BBM secara ilegal. Oleh sebab itu, besok, ia menyebutkan akan menanyakan pengaturan subsidi BBM ini dalam forum raker mengenai realisasi kerja ESDM 2011 .

Terkait subsidi BBM, Menteri Keuangan, Agus Martowardojo menyebutkan kenaikan ICP (minyak mentah Indonesia), dan penurunan lifting (minyak mentah siap jual) menjadi dua komponen yang berpengaruh pada besarnya resiko fiskal.

"Volume BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi yang lebih dari anggaran yang 38,6 juta kilo liter, dan juga ada faktor anggaran pendidikan," tambahnya terkait komponen tersebut, di Bank Indonesia, Jakarta, Selasa ( 24/5/2011 ) kemarin.

Sehingga sekalipun semua masih dalam kondisi baik dan terkendali, tetapi resiko fiskal akan tetap ada. "Kita melihat bahwa itu resiko fiskal bisa mencapai Rp 16 triliun," ungkapnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com