Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rezeki dalam Semangkuk Bubur

Kompas.com - 29/05/2011, 04:18 WIB

Myrna Ratna & Yulia Sapthiani

Semangkuk bubur ayam bisa mengubah jalan kehidupan. Meski begitu, hanya kerja keras dan ketekunan yang bisa mendorong roda rezeki berputar.  

Seperti pagi-pagi sebelumnya, tangan Suro (46) tak henti menciduk bubur panas, memotong hati dan ampela, serta menaburkan suwiran daging ayam, bawang, dan seledri ke dalam mangkuk. Tangannya bekerja seperti mesin. Cepat dan efektif. Ia tak ingin pelanggan yang sudah duduk mengelilingi gerobaknya menunggu terlalu lama. Itulah Suro ”tukang” bubur ayam Permata di bilangan Permata Hijau, Jakarta Selatan. 

Sejak memutuskan untuk mengadu nasib ke Jakarta selepas SMA tahun 1985, Suro meninggalkan desanya, Desa Srumbu, Kecamatan Patuk, Gunung Kidul, Jawa Tengah. ”Saya ingat waktu itu uang di kantong ada Rp 13.000, yang Rp 6.500 untuk naik bis ke Jakarta, sisanya untuk bertahan hidup. Saya kerja serabutan, jadi kuli, jadi OB, pelayan restoran, sampai jadi satpam,” kata Suro, yang sampai kini tetap menyelipkan tulisan ”Gunung Kidul” di salah satu kaca gerobak buburnya.

Setahun kemudian ia membantu pamannya sebagai pendorong gerobak bubur ayam. Saat itulah ia merasa bahwa bubur ayam adalah ”jodohnya”. ”Saya nekat berjualan sendiri. Gerobaknya saya beli dengan cicilan selama lima bulan. Saya berkeliling di sekitar Permata Hijau,” katanya.

Awalnya, ia mangkal di dekat pangkalan ojek di area itu. ”Pemilik Permata Swalayan kemudian memanggil saya. Saya diminta berjualan di area parkir agar para karyawannya tidak susah menyeberang jalan,” kata Suro.

Di lokasi parkir itulah bubur ayam Permata ngetop namanya. Pengunjung datang dari berbagai wilayah di Jakarta. Mereka menyantap bubur di dalam mobil.

Dengan tabungan selama lebih dari 20 tahun, Suro sejak tahun lalu bisa menyewa salah satu ”ruangan” di jejeran pertokoan Permata Hijau.

”Alhamdulillah, uang sewanya memang berlipat-lipat dibandingkan dengan berjualan di lahan parkir. Namun, di sini saya bisa berjualan dengan tenang. Pembeli juga bisa makan dengan nyaman di dalam warung saya, tidak di dalam mobil lagi,” kata Suro, yang berjualan dari pukul 06.00 sampai pukul 21.00.

Bubur juga membawa berkah bagi keluarganya. Ia sudah memiliki rumah sendiri di tahun ke-10 berjualan bubur ayam, memiliki mobil di tahun berikutnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com