Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Berhenti di Kebun Kopi

Kompas.com - 16/09/2011, 13:37 WIB

”Di lokasi penggalian ditemukan cukup banyak biji kopi. Berarti tak terlalu jauh dengan kondisi sekarang, mata pencarian mereka juga dengan bertani kopi,” kata I Made Geria yang memimpin tim arkeolog dari Balai Arkeologi Bali.

Tanah dan ketinggian lahan di Tambora sangat cocok untuk tanaman kopi. Itu pula yang membuat seorang pengusaha Swedia, G Bjorklund, membuka perkebunan kopi seluas 80.000 hektar di lereng barat Tambora pada 1930. Pada masa Bjorklund inilah kopi Tambora dikenal hingga mancanegara.

Sejak 1943, perkebunan kopi ini kemudian dikelola oleh NV Pasuma dan pada 1977 dikelola oleh PT Bayu Aji Bima Sena selaku pemegang hak guna usaha dari Menteri Dalam Negeri. Namun, menjelang tahun 2001, perkebunan kopi itu kembali ditelantarkan tanpa perawatan dan gaji pegawai tak dibayarkan.

Penyerobotan lahan pun sempat merajalela. Pada periode itu, luas lahan produktif yang ditanami kopi hanya 80 hektar dari total area konsesi 254 hektar. Produktivitasnya juga rendah, hanya 150 kilogram per hektar.

Dengan alasan penyelamatan aset dan ancaman penyerobotan lahan dari mantan pegawai, Dinas Perkebunan Kabupaten Bima akhirnya mengambil alih kebun tersebut sejak 2002. Luas lahan ditingkatkan menjadi 146 hektar dan produktivitas kebun membaik menjadi 450 kilogram per hektar.

Pada awal transisi, setiap tahun, perkebunan ini memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah sebesar Rp 200 juta-Rp 300 juta. Sejak di tangan pemerintah daerah ini, penyerobotan lahan juga bisa ditekan. Namun, sejak beberapa tahun terakhir, produktivitasnya kembali turun.

Menyimpan sejarah

Lahan perkebunan kopi di lereng Gunung Tambora tersebut diduga menyimpan sejarah yang berharga. Bekas Kerajaan Tambora yang terkubur letusan gunung pada 1815 diduga berada di sana.

Dugaan adanya artefak yang terkubur di perkebunan kopi itu disampaikan I Made Geria. ”Saya mencurigai pusat Kerajaan Tambora kemungkinan ada di lokasi bangunan untuk pekerja perkebunan kopi warisan masa Belanda itu. Arealnya luas, rata, strategis, tempatnya tinggi, dan akses untuk melihat Pelabuhan Labuhan Kananga cukup bagus,” tutur Made.

Baca selanjutnya: Kecurigaan ...

(Indira Permanasari/Ahmad Arif)

Baca suplemen khusus Ekspedisi Cincin Api di Harian Kompas, 17 September 2011.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com