Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menelusuri Situs Cagar Budaya di Sulawesi Tengah

Kompas.com - 18/09/2011, 05:36 WIB

KOMPAS.com - Pagi itu mendung menyelimuti kota Palu, tetapi itu tidak mengurungkan niat kami untuk menelusuri dua situs cagar budaya megalith, yakni situs Tadulako dan Pokekea, yang berada di lembah Besoa, Lore Tengah, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Di Sulawesi Tengah terdapat tiga lembah yang menjadi peninggalan benda-benda megalith yaitu, Lembah Besoa, Lembah Napu dan Lembah Bada.

Akhirnya dengan menggunakan kendaraan sewa yang mematok tarif Rp 350.000 per hari, kami putuskan untuk memulai perjalanan ini. Sopir yang membawa kendaraan kami menganjurkan untuk melewati rute Sigi - Palolo - Taman Nasional Lore Lindu, dan singgah di desa Wuasa, untuk menginap semalam, sebelum melanjutkan perjalanan menuju Lembah Besoa.

Perjalanan menuju lembah Besoa di Lore Tengah yang berjarak 157 kilometer dari kota Palu inipun kami mulai pagi menjelang siang. Tidak seperti yang saya perkirakan, akses jalan selama perjalanan ternyata cukup menantang. Jalan yang terjal, menanjak, dan berkelok-kelok, menjadi sarapan pagi kami saat itu. Kami memang memutuskan untuk tidak buru-buru sampai ke lokasi tujuan.

Selama hampir tiga jam, rombongan kami pun tiba di Palolo. Sepanjang perjalanan tersebut, mata kami dimanjakan oleh hamparan kebun coklat yang berada di kanan kiri jalan.

Setibanya di Palolo, saya dan rombongan beristirahat sejenak di sebuah kedai kopi sebelum, melanjutkan perjalanan. Lega, itu perasaan yang saya rasakan saat istirahat di Palolo, karena sepanjang perjalanan perut saya cukup dibuat mual dengan kondisi jalan yang penuh dengan kelokan.

Ternyata rasa mual juga dirasakan oleh teman saya Anton, "Ah lega, akhirnya bisa lepas dari rasa mual selama perjalanan, apalagi kan saya duduk di kursi belakang," ungkapnya.

Setelah satu jam berlalu di sebuah kedai kopi, perjalanan kami lanjutkan menuju desa Wuasa yang berada di Lore Tengah. Perjalanan ini akan ditempuh sekitar empat jam lamanya.

Sebelum sampai di Wuasa, kami melewati hutan Taman Nasional Lore Lindu yang menjadi rumah bagi burung Rangkong. Akses jalannya pun makin terjal, menanjak dan tetap berkelok-kelok, ditambah lagi kondisi jalan yang rusak dan berlubang.

Di tengah perjalanan, kami sempat berhenti sejenak saat melihat seorang wisatawan asing yang hendak masuk ke hutan Taman Nasional Lore Lindu. Wisatawan asal Jerman itu bernama Manfred. Ia merasa senang dengan kondisi hutan yang ada di Sulawesi, tapi ia menyayangkan adanya penebangan hutan.

"Ya hutan di Indonesia bagus dan masih alami, tapi sayang masih adanya penebangan hutan yang terjadi tanpa memikirkankan ekosistem yang ada," ujarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com