Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyulap 2.400 Ton Pasir Menjadi Keajaiban Dunia

Kompas.com - 29/11/2011, 20:18 WIB

Thomas Koet (37) dan Jill sibuk memoles bongkahan besar pasir yang sudah diberi pola menyerupai penari barong, Senin (28/11). Mereka mengoleskan lempung basah dari pasir yang sudah disaring. Bagian bawah bongkahan pasir itu masih ditutupi papan persegi yang digunakan untuk memampatkan pasir.

”Pasirnya terlalu keras. Bagus untuk membuat potongan besarnya, tetapi agak menyulitkan untuk membuat detail patung,” tutur Thomas, seniman asal Amerika Serikat, saat ditemui di Alam Fantasia, Taman Budaya Sentul City, di Babakan Madang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Laki-laki kelahiran Belanda itu bekerja di bawah tenda besar di salah satu sisi Alam Fantasia. Hari itu, ada belasan seniman patung pasir dari sejumlah negara yang juga membuat patung dari bahan baku pasir. Ketinggian patung itu bervariasi, dari 2 meter hingga 5 meter.

Pematung pasir itu bekerja menggunakan sekop, cangkul kecil, dan serokan semen. Sekilas mata, pekerjaan mereka memahat pasir itu seperti arkeolog yang mencari bentuk dari timbunan tanah dan pasir.

Di Eropa dan Amerika Serikat, memahat pasir terbilang seni yang sudah dikenal puluhan tahun, tetapi diklaim baru kali ini diselenggarakan dalam skala besar di Indonesia, bahkan Asia Tenggara.

Adalah Winmark Mendawai Indonesia dan Divisi Taman Budaya Sentul City yang memfasilitasi para seniman yang tergabung dalam World Sand Sculpting Academy (WSSA) untuk berpameran di Indonesia.

Rencananya, ada 42 patung yang ditampilkan pada 18 Desember 2011 hingga 28 Januari 2012 itu. Sebagian besar menyajikan kekayaan budaya Indonesia, seperti patung Candi Borobudur, Candi Prambanan, Garuda Wisnu Kencana, penari barong, hingga patung pengantin Minang dan komodo.

Namun, ada pula seniman yang menampilkan karya berupa bangunan dan kebudayaan dunia, seperti Taj Mahal (India), Sydney Harbour Bridge (Australia), Piramida (Mesir), dan Menara London (Inggris).

”Kami membutuhkan 2.400 ton pasir. Bukan pasir laut, tetapi pasir sungai yang diambil dari Cilegon (Banten). Setelah selesai, pasir ini akan dikembalikan lagi ke alam atau untuk pembangunan. Seni mematung pasir itu ramah lingkungan,” tutur Marcel Elsjan of Wipper, Chief Executive Officer WSSA.

Menurut Marcel, pameran yang diselenggarakan di Indonesia akan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Tahun ini, mereka sudah menggelar pameran serupa di Singapura dan Thailand, tetapi dalam skala kecil.

Selama tahun 2011, mereka sudah menggelar 17 kali pameran. Seni memahat pasir ini sudah dikembangkan sejak 20 tahun lalu dan mulai tersebar ke penjuru dunia.

Donie Pasla dari Winmark Mendawai Indonesia berharap, pengenalan seni memahat pasir di Indonesia ini bisa menarik 5.000-7.000 pengunjung per hari selama pameran.

”Media pasir jarang ditampilkan di Indonesia. Tentu masyarakat akan tertarik. Biasanya anak-anak kecil membuat istana pasir di tepi pantai. Ini disajikan dalam skala besar,” tuturnya.

Melalui pameran dan kegiatan yang bakal digelar rutin tersebut, diharapkan bisa tersaring seniman patung pasir dari Indonesia untuk bergabung dengan WSSA. Apalagi, Indonesia memiliki potensi besar karena memiliki banyak seniman patung batu dan kayu.

Setidaknya ada pilihan lain untuk kunjungan wisata baru selama satu bulan mendatang, yaitu melihat pasir sungai yang ”disulap” seniman mancanegara. (GAL/RTS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com