Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpikat Si "Slebor" dari Pancawati

Kompas.com - 04/02/2012, 15:36 WIB

Oleh: Neli Triana dan Antony Lee

Berakit-rakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Tak apalah sedikit ulur emosi didera kemacetan di tol dan kekacauan lalu lintas di sekitar Pasar Cikereteg, Jalan Bogor-Sukabumi. Sebab, Desa Pancawati, Caringin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dengan panoramanya yang menawan bersama si ”slebor” setia menunggu untuk mengobati segala kelelahan.

Sebagian warga Jakarta yang biasa mencari kesegaran di Bogor dan Puncak mungkin sudah cukup mengenal Desa Pancawati. Di desa ini ada banyak penginapan, seperti vila atau resor, dengan segudang fasilitas, misalnya outbound, trekking, permainan anak, kolam renang, dan kelengkapan lain. Tentu saja udara sejuk di kaki Gunung Salak tetap menjadi daya tarik utama yang ditawarkan.

Mencari Desa Pancawati tidak sulit. Dari Ciawi, pilih jalan menuju Sukabumi. Setelah perjalanan lebih kurang 4,5 kilometer melewati kompleks Lapangan Golf dan Perumahan Rancamaya, sampailah di pertigaan Pasar Cikereteg. Belok saja ke kiri. Di pertigaan inilah gangguan berupa padatnya jalan karena pasar tumpah ke jalan, angkutan umum, ojek, serta pengunjung pasar yang parkir seenaknya bakal mendera.

Tak sampai 500 meter, gangguan akan berlalu. Perjalanan terasa mulai nyaman menembus jalan aspal yang cukup dilalui dua mobil berpapasan dan relatif lengang. Selain rumah-rumah penduduk, di kanan-kiri jalan ada beberapa lokasi pembibitan tanaman. Bagi yang hobi bertanam, bolehlah mampir barang sebentar.

Sekitar 3 kilometer kemudian, tak jauh dari satu-satunya menara base transceiver station di kawasan itu, bersiaplah karena ada tempat-tempat yang sayang jika terlewatkan.

Memetik ”slebor”

Mau yang lebih otentik di Pancawati? Yuk, mampir ke Villa Salak. Penunjuk lokasi Villa Salak berada beberapa meter sebelum dua kompleks vila dan ekowisata besar, yaitu Lembur Pancawati dan The Village, tepatnya di sebelah kanan jalan. Jangan sampai terlewat karena papan penunjuk lokasi tidak terlalu mencolok. Jadi, jangan segan bertanya kepada warga setempat agar tak tersesat.

Jalan menuju Villa Salak hanya berupa tanah yang diperkeras, melewati perkampungan dan persawahan, serta hanya cukup dilalui satu mobil kecil. Villa Salak dengan nama resmi Pusat Pelatihan, Pertanian, dan Pedesaan Swadaya mengusung slogan ”Desaku Makmur Masa Depanku”.

”Ini memang tempat yang didedikasikan untuk berbagi ilmu bagaimana membangun satu desa satu produk unggulan. Di sini pelatihan mencari ilmu tak harus serius di dalam kelas, tapi langsung ke lapangan, berdiskusi, sekaligus outbound, berenang, atau bermain apa saja,” kata Elyas Marah (77), pemilik sekaligus pengelola Villa Salak.

Elyas, laki-laki asal Rokan Hulu, Riau, lulusan Institut Pertanian Bogor tahun 1956 itu menghabiskan sebagian masa mudanya di Pulau Jawa, khususnya Bogor. Elyas pernah menjabat sebagai dosen, staf ahli Menteri Pertanian pada masa pemerintahan Soeharto, anggota DPR tahun 1997-1998, dan ahli penggerak program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) di sebuah perusahaan kertas ternama di Riau. Pada masa pensiunnya, ia memilih kembali ke Bogor, tepatnya di Desa Pancawati.

”Sekitar tahun 2004, saya lihat tempat ini begitu indah karena bisa memandang langsung Gunung Salak. Jadi, mengapa tidak ada kebun salak di sini. Kalau ada kebun salak, kenapa tidak ada vila salak di sini pula?” demikian kisah berdirinya Villa Salak.

Berbekal pengalaman saat mengelola program CSR di Riau, yang salah satunya mendomestikasi salak pondoh asal Sleman, Yogyakarta, Elyas pun mencoba menanam salak di Pancawati.

”Dirintis dari lahan hanya beberapa ratus meter, sekarang sudah ada 5 hektar kebun salak. Ada 11.000 pohon salak yang saya beri nama salak slebor alias Sleman-Bogor organik karena benar-benar 100 persen dikelola secara organik, tanpa pupuk kimia, hanya pupuk dari kotoran domba,” kata Elyas.

Kebun salak dikelola 20 petani setempat. Usaha Elyas tak sekadar melibatkan 20 petani itu, tetapi juga warga setempat sebagai pembuat pupuk organik, pengelola vila lengkap dengan penginapan, dan pemandu aneka kegiatan wisata bagi para tamu.

Villa Salak menerima pengunjung keluarga kecil terdiri dari 3-4 orang hingga rombongan besar. Kapasitas maksimal tempat ini 100 orang.

”Dengan biaya Rp 175.000 per orang, sudah bisa menginap, berkegiatan, dan mendapat makan serta makanan ringan,” ujarnya.

Pondok-pondok bersih dan nyaman, meski tanpa fasilitas pendingin ruangan dan televisi, siap menampung wisatawan. Selain memetik langsung salak slebor dari kebun, ada kegiatan pelatihan budidaya dan pembibitan, manajemen usaha tani, wisata buah dan sayuran, berkemah, fasilitas outbound, dan kolam renang.

Wisata lestarikan alam

Lembur Pancawati, pusat ekowisata di Desa Pancawati, juga tak kalah menarik. Manajer Operasional Lembur Pancawati Aming Hidayat mengatakan, tempat yang dikelola tersebut adalah kompleks vila, kafe dan rumah makan, serta pusat ekowisata berbasis komunitas pertama di Desa Pancawati. Lembur Pancawati dibuka sejak tahun 1999.

”Pemilik, penggagas, dan yang merealisasikan tempat ini, Frans Tumiwa, berusaha mewujudkan sebuah lokasi yang dekat dengan alam. Tempat ini dikelola sesuai bentuk aslinya, ada lembah, sungai, sawah, air terjun, dan rumpun bambu,” ungkap Aming.

Lembur Pancawati memang amat teduh dengan pohon-pohon besar yang dibiarkan seperti aslinya. Bangunan dari bambu, kayu, ijuk, serta bahan alami lain amat memikat. Ada kafe dan pondok-pondok penginapan yang langsung berbatasan dengan hamparan sawah. Ada juga saung bambu di tepi lembah dengan tiang-tiang berupa pohon besar nan rindang. Berdiri di lahan seluas 16 hektar, meskipun ada ratusan pengunjung, tempat ini tetap hening dan sejuk.

Lembur Pancawati menyediakan paket menginap di pondok atau tenda yang sudah termasuk layanan tiga kali makan dan dua kali makanan ringan. Biaya per orang sebesar Rp 100.000-Rp 190.000, tergantung menginap atau tidak.

”Minuman kopi, teh, dan air putih bisa didapat sepanjang hari. Ada aula atau tempat rapat, juga fasilitas sound system. Namun, yang berminat sebaiknya memesan dulu minimal satu bulan sebelumnya. Kami juga hanya menerima rombongan minimal 20 orang. Kapasitas maksimal 200 orang,” kata Aming.

Selain dua kolam renang dari mata air di tengah lembah, di Lembur Pancawati juga ada teater alam terbuka, sarana bulu tangkis, bola voli, dan sepak bola mini. Ada pula rumah pohon dan taman bermain untuk anak-anak, dua lokasi api unggun, fasilitas berperahu di danau, air terjun, wahana bermain dan mandi di sungai, lahan perkemahan, trek joging, jalur trekking, dan pemancingan. Kegiatan berkelompok lain adalah pertunjukan angklung sekaligus belajar musik tradisional, ke pusat olahan susu kedelai, dan melihat kegiatan masyarakat desa, seperti menanam padi.

Oh ya, di kafe Lembur Pancawati ada menu es krim tumiwa. Rasa cokelat dan vanilanya mantap benar!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com