Jakarta, Kompas
Mengantisipasi ”tarik-menarik” itu, maka dikembangkan kompor yang dapat menggunakan bahan bakar alternatif, termasuk yang kategori ”limbah”, yaitu minyak jelantah dan oli bekas.
Inilah yang dirintis Kedeputian Teknologi Instrumentasi Energi dan Material Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sejak tahun 2005. Kompor itu tampilannya seperti kompor elpiji. Namun, ada komponen pipa spiral yang membedakan.
Pada pipa itu terjadi proses pengubahan minyak menjadi gas. Dengan sistem itu, bahan bakar yang diubah tak hanya minyak nabati, tetapi juga yang nonnabati. ”Kelebihan kompor ini tetap dapat berfungsi meskipun menggunakan minyak goreng bekas,” kata Syafriadi, perekayasa kompor tersebut, Selasa (21/2).
Menurut Deputi Menristek Bidang Pendayagunaan Iptek Idwan Suhardi, kompor tekan multibahan bakar ini unggul, baik dari sisi teknologi, ekonomi, maupun kesehatan. Kompor ini secara tak langsung diharapkan mengubah perilaku masyarakat yang menggunakan minyak jelantah untuk memasak. Penggunaan minyak goreng berulang kali menurunkan kualitas makanan.
Menurut Asisten Deputi Bidang Iptek Masyarakat Momon Sardiyatmo, Kemristek menyiapkan dana Rp 250 juta untuk membuat kompor tekan multibahan bakar generasi baru.
Tahun ini akan dibuat 200 kompor berukuran lebih kecil sehingga dapat dimuat gerobak pedagang makanan keliling. Kompor generasi tiga ini diharapkan bersaing dengan kompos gas 3 kg yang sekarang ini banyak dipakai masyarakat.
Ketua Koperasi Tahu Tempe Indonesia Burhanudin yakin kompor ini akan membantu anggotanya yang berjumlah 1.030 pedagang. Dengan kompor yang dapat menggunakan jelantah dan oli bekas, mereka dapat beralih dari gas.
Untuk sampai produksi massal, jelas Unggul Priyanto, Deputi Teknologi Instrumentasi Energi dan Material BPPT, perlu pengembangan lanjut. Produksi komersialnya akan melibatkan perajin kompor yang selama ini membuat kompor sumbu berbahan bakar minyak tanah.(YUN)