Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PHRI Usulkan Pengendalian Jumlah Wisatawan ke Bali

Kompas.com - 07/03/2012, 17:05 WIB

GIANYAR, KOMPAS.com - Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali, Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati menyarankan pengendalian jumlah wisatawan yang ke Bali dengan dasar pertimbangan memerhatikan daya dukung Pulau Dewata.

"Mengendalikannya bukan berarti dengan melarang mereka datang, tetapi menjaring wisatawan asing ke Bali dari sisi harga akomodasi wisata yang ditawarkan. Jika akomodasi di daerah kita dijual murah, tentu siapa saja bisa datang ke sini dan itu hanya akan menambah sesak Bali," kata Bupati Gianyar ini, Rabu (7/3/2012).

Ia tidak memungkiri selama ini pengembangan kepariwisataan di Bali lebih ditekankan pada peningkatan kuantitas wisatawan yang datang dan bukan dari sisi kualitas. "Akibatnya, sisi penawaran dan permintaan menjadi tidak seimbang. Hal ini sebenarnya harus dikontrol. Jika penawaran di bidang pariwisata tetap saja dilanjutkan terus dengan sasaran segmen yang sama, artinya akan terjadi pembunuhan yang sistematis menimpa industri kepariwisataan Bali," ujar bupati yang akrab dipanggil Cok Ace ini.

Khusus untuk tarif hotel, lanjut Cok Ace, paling tidak ke depannya PHRI harus mempunyai kewenangan mengontrol hotel-hotel berbintang. Jika melenceng dari standar yang ditetapkan dapat diberikan sanksi penurunan kelas bintangnya.

Menurut Cok Ace, membludaknya wisatawan juga berimbas memicu terdegradasinya adat dan budaya. Telah mulai terjadi profanisasi acara atau kegiatan yang sesungguhnya bersifat sakral. "Kondisi ini jika dibiarkan berlarut akan semakin melemahkan tarif jasa wisata di Bali. Saat ini saja, untuk di Asia, Bali masih relatif murah," katanya.

Kepentingan adat, sambung Cok, juga kian terjepit akibat kemajuan pesat industri pariwisata. "Ambilah contoh Ubud sebagai kota seni di Gianyar, jalan-jalan yang dahulu sebagian besar porsinya untuk kepentingan adat, sekarang telah beralih untuk fasilitas ekonomi," katanya.

Ia menyebut, masyarakat adat ketika harus melaksanakan "mapeed" (berjalan bersama-sama dan beriringan serangkaian ritual) kini tidak bisa berjalan dengan nyaman akibat terdesak angkutan umum dan kendaraan pribadi yang melintas di jalanan seputar Ubud. "Hal ini sebagai konsekuensi majunya perkembangan kepariwisataan di sana," kata Cok Ace.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com