Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kayu Lukis Tanah Papua

Kompas.com - 22/03/2012, 07:19 WIB

LUKISAN kulit kayu dari Pulau Asei Besar, Jayapura, digemari wisatawan mancanegara. Kerajinan ini awet dibuat dari pohon khombouw yang hanya hidup di hutan belantara tanah Papua.

Martha Ohee mencoba memperkenalkan kerajinan kebanggaan Danau Sentani itu melalui pameran di Jakarta Convention Center, pekan lalu. Martha kewalahan karena sebagian hasil kerajinan yang dibawanya langsung diborong oleh wisatawan dari Jerman.

”Saya mempertahankan kerajinan lukis kulit kayu karena itu adalah budaya kami. Saya ajar ke generasi penerus agar mereka melanjutkan. Ini talenta turun-temurun,” ujar Martha ketika dijumpai di Jakarta.

Dalam upaya menghidupkan tradisi melukis kayu, Martha tidak sendirian. Sekitar 200 penduduk yang menghuni 30 rumah di pulau yang terletak di tengah Danau Sentani itu seluruhnya piawai membuat lukisan kulit kayu. Di masa lampau, khombouw hanya digunakan untuk bahan pembuat pakaian. Seiring berjalannya waktu, kulit dari pohon yang batangnya mirip dengan pohon randu ini mulai dimanfaatkan sebagai kanvas lukisan.

Motif unik

Tiap mata rumah atau suku di Pulau Asei Besar memiliki motif unik masing-masing yang dilukis di lembaran-lembaran kulit kayu. Mata rumah Ohee, misalnya, memiliki simbol khusus bernama rasindale yang merupakan lambang kemakmuran.

Rasindale hanya boleh dipahat di tiang rumah kepala suku (ondoavi) dan dipakai oleh istrinya. Dari motif rasindale, orang-orang akan mengenali istri sang kepala suku. Selain dipahat di tiang rumah, simbol khusus ini juga dipakai di dayung kole-kole (perahu).

Motif lainnya disebut yoniki yang dipakai oleh semua kepala suku di Pulau Asei Besar. Yoniki ini berupa simbol berbentuk bulat yang melambangkan kebersamaan.

Sampai sekarang, peran kepala suku di Pulau Asei Besar sangat besar. Kepala suku, antara lain, harus mengayomi keluarga. Dalam hal pembayaran mas kawin, misalnya, kepala suku bertugas mengantar makanan dan menerima mas kawin dari pengantin pria.

Seluruh warga Pulau Asei Besar pasti memiliki dayung kole-kole karena mata pencarian utama mereka adalah nelayan di Danau Sentani. Rumah mereka pun masih tradisional dengan tiang-tiang dari kayu. ”Ada darah melukis yang diwariskan. Sesibuk apa pun, kami tetap harus melukis di kulit kayu,” ujar Martha.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com