Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

40 Jam di Pulau Weh

Kompas.com - 02/04/2012, 11:49 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

KOMPAS.com - Zaman dahulu, Pulau Weh, Kota Sabang, dikenal sebagai tempat transitnya jamaah haji yang ingin menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Hal tersebut lah yang menjadi asal muasal Aceh dijuluki Serambi Mekah.

Suatu ketika, berkumpul lah 44 orang yang siap berangkat ke Tanah Suci menggunakan kapal kayu. Namun nahas, akibat diterjang ombak besar, kapal kayu tersebut pun terpecah dan penumpangnya tercerai berai ke pulau-pulau yang ada di sekitar Pulau Weh.  Oleh sebab itu, tiap daerah di Sabang memiliki nama sesuai nama jamaah haji yang terdampar. Misalnya Pulau Rubiah, Pulau Klah, Perbukitan Sarung Keris dan lainnya.

"Tapi selama saya disini, saya tidak sampai menemukan 44-nya," ujar Safriadi, salah seorang penumpang kapal penyeberangan dari Banda Aceh ke Pulau Weh.

Itulah sedikit legenda rakyat dari Pulau Weh yang diceritakan oleh Safriadi, salah seorang masyarakat Pulau terbarat Indonesia itu. Cerita itu seakan menjadi pengantar dalam penyeberangan Kompas.com dari Banda Aceh menuju Pulau Weh, saat mengikuti pelepasan tim "Jelajah Nusantara", ekpedisi menjelajahi Indonesia yang diadakan oleh Adira Finance, Selasa (27/3/2012).

Semakin membuat penasaran saja bagaimana sisi lain dari pulau seluas 60 km persegi tersebut. Pukul 16.00 WIB, kapal cepat dengan tiket Rp 65.000 per kepala mulai bersandar di Pelabuhan Balohan, Pulau Weh. Meski hanya dari pintu masuknya saja, cuaca yang cerah membuat keindahan pulau tersebut terlihat jelas. Laut yang biru dan bersih dengan perbukitan yang hijau lebat menjadi santapan kemana pun mata memandang.

Mie Kocok dan Kopi Susu Es

Perjalanan pun dimulai menggunakan mobil sewaan dari pelabuhan menuju Kota Sabang selama kurang lebih 30 menit. Sampai lah di sebuah rumah makan hampir mirip kedai bernama Pulau Baru. Menurut pelayan kedai, Mie Kocok serta Kopi Susu Es merupakan kuliner andalan kedai ini.

Benar saja, gurih dan pedasnya mie kocok bercampur segarnya olahan kopi Arabica yang dipadu dengan susu memulihkan kembali pikiran dan badan akibat lelahnya perjalanan. Saking enaknya, tak malu-malu untuk membuat satu gelas kopi susu lagi dan dimasukkan kedalam termos untuk bekal perjalanan.

Istirahat di Sabang Hills

Malam mulai tiba, setelah kenyang dengan resep masakan khas Tanah Rencong, perjalanan pun berlanjut untuk melepas lelah dan membersihkan tubuh di sebuah hotel bernama Sabang Hills. Hotel yang terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda, Kebun Merica, Kota Sabang, Aceh ini mungkin bisa jadi pilihan tepat bagi anda karena lokasinya hanya 30 menit dari pelabuhan dan memiliki pemandangan bagus karena terletak di atas bukit.

Fasilitas yang disediakan pun lebih dari cukup, mulai dari perlengkapan mandi, air panas, televisi, AC, ruang karaoke, akses internet gratis, penampilan musik setiap malam minggu dan sebagainya. Sebenarnya, karaoke menjadi pilihan menarik malam itu, namun sayang empuknya kasur hotel menggagalkan niat bercanda ria dengan kawan seperjalanan.

Titik Nol Kilometer

Pukul 08.00 WIB pagi, mobil mulai menyusuri aspal mulus selama 45 menit ke tempat wisata selanjutnya, Titik Nol Kilometer. Jangan lupa untuk menyediakan setidaknya satu sisir pisang, karena dalam perjalanan, Anda pasti bertemu dengan kera liar yang menghuni hutan lindung sekitar. Tapi, disarankan tetap menjaga jarak untuk menghindari hal yang tak diinginkan.

Sampailah di Titik Nol Kilometer. Menara setinggi 20 meter tersebut berwarna krem dan merah muda dengan lambang Garuda di puncaknya. Sebuah batu berpahat lokasi geografis Indonesia dimulai dari titik itu pun diletakkan di tengah menara. Jangan lupa untuk mengabadikan sejenak pada momen bersejarah itu.

Setiap pengunjung, akan diberikan sebuah kenang-kenangan berupa sertifikat sebagai bukti bahwa Anda pernah berada di titik paling barat dari Indonesia tercinta oleh pemerintah setempat. Kompas.com, tercatat sebagai pengunjung ke 52.380 yang berada di tempat tersebut.

Berteduh di Pantai Sumur Tiga

Cuaca yang terik membuat fisik cepat lelah. Menurut penduduk, cuaca di Aceh memang mengikuti siklus cuaca tiap tahunnya, jadi bulan-bulan belakangan, Pulau Weh memang panas. Namun sinar matahari yang menyengat tidak menyurutkan niat untuk mengeksplorasi kekayaan alam Tanah Rencong tersebut.

Setelah 45 menit perjalanan dari Titik Nol Kilometer, sampailah di sebuah restoran di Pantai Sumur Tiga. Ikan kerapu yang disajikan dengan kuah menjadi obat perut yang sudah keroncongan. Benar kata orang bahwa surga dunia itu tercipta saat kita makan dengan duduk santai sambil menikmati deburan ombak pantai dan pasir putihnya, lengkap sudah.

Diving di Pantai Gapang

Setelah perut terisi, aktivitas menantang seperti diving pun layak untuk dicoba. Lika-liku aspal selama 30 menit pun membawa kami ke sebuah pantai indah bernama Gapang. Disana, banyak rumah yang menyediakan perlengkapan diving bagi pengunjung. Untuk sekali menyelam, pengunjung dikenakan tarif sebesar Rp 400.000 lengkap dengan instruktur.

Bagi Anda penyelam pemula, harus mendapatkan teori dasar tentang fungsi perlengkapan menyelam selama kurang lebih 20 menit oleh sang instruktur atau yang lebih dikenal buddy. Setelah paham, mulailah untuk bersiap-siap melakukan latihan dasar menyelam dengan kedalaman sekitar 2 meter.

Setelah terbiasa bernapas menggunakan mulut di bawah air, buddy pun mengajak untuk turun lebih dalam melihat eksotismenya alam bawah laut Sabang. Memang menakjubkan, pengalaman yang tak akan bisa dilupakan melihat indahnya terumbu karang berwarna-warni dan liukan ikan-ikan kecil di sekitarnya.

Persediaan oksigen di tabung yang telah menipis membuat buddy menginstruksikan untuk beranjak ke permukaan. Senja mulai datang ke peraduannya. Segelas kopi hangat menjadi sahabat sejati sambil menikmati terbenamnya matahari sambil bersih-bersih badan dan siap melanjutkan lagi perjalanan di kota kecil nan menakjubkan ini.

Malam Terakhir di Pulau Weh

Tak terasa, esok pagi sudah harus beranjak dari pulau ini. Untuk menikmati malam terakhir di Pulau Weh, menyantap makan malam di Boat Restoran pun jadi pilihan. Restoran terapung pinggir laut yang berada di Jalan Perdagangan, Dermaga Sabang itu menyediakan bermacam-macam makanan berbahan dasar seafood dengan harga terjangkau.

Canda tawa, tukar pengalaman dengan kawan seperjalanan membuat malam semakin tak terasa, waktu pun menunjukkan pukul 22.00 WIB. Saatnya kembali ke hotel untuk berkemas dan istirahat.

Pukul 07.15 WIB pagi, kapal telah bersandar di pelabuhan. Penumpang tampak mempersiapkan barang bawaan mereka masing-masing. Pukul 08.00 tepat mesin perahu menderu, perlahan-lahan meninggalkan pulau eksotis tersebut menuju Banda Aceh. Tidak cukup rasanya hanya 40 jam di Pulau Weh, semoga suatu saat bisa kembali lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com