Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bistik yang Merakyat

Kompas.com - 15/04/2012, 08:08 WIB

Oleh Sarie Febriane

Bistik memang bermula dari tradisi kuliner Barat. Paling tidak, sejak era kolonial Belanda, bistik telah akrab menyapa lidah kalangan elite orang Indonesia ketika itu. Seiring zaman, masakan ini kian merakyat dengan berbagai modifikasi yang cerdas.

Aroma sedap kian kuat menyergap hidung ketika bistik lidah berpindah dari wajan datar meluncur ke wajan gerabah. Bunyi kuah panas di wajan terdengar bersemangat. Asap tipis terus membubung dari wajan bistik. Beginilah penyajian masakan bistik di restoran Dapoer Bistik, di Jalan Kusumawardani, Semarang, Jawa Tengah.

Bistik atau beef steak merupakan masakan berbasis daging (sapi) dalam potongan besar yang biasanya disajikan bersama kentang rebus atau goreng serta sayur-sayuran seperti wortel dan buncis. Dalam perkembangannya, di Indonesia, bistik mewujud dalam aneka turunan. Selat solo dengan kuah encer manis, misalnya, merupakan versi modifikasi klasik dari bistik dengan pendekatan Jawa. Sementara, di Dapoer Bistik, wujud bistik tampil merakyat dengan rasa rempah yang kuat.

Hampir serupa dengan selat solo, bistik lidah garapan Dapoer Bistik disajikan dalam keadaan daging lidah telah dipotong-potong dalam baluran saus kecoklatan berbasis kecap. Potongan kentang yang pulen, wortel, brokoli, dan irisan tomat memberi kesegaran di tengah cita rasa rempah. Saus kecoklatan ini pun lebih kental dibandingkan kuah selat solo pada umumnya. Rasa saus yang manis gurih dengan sentilan pedas mudah diterima lidah.

Terlepas dari sausnya, kualitas tekstur daging lidah juga terasa baik. Rupanya, menurut Yusuf dari Dapoer Bistik, daging lidah dipresto dan dibacem terlebih dahulu sebelum kemudian dimasak singkat dengan racikan saus di atas api. ”Dibacem itu setelah proses presto. Daging dibaluri kecap, jinten, merica putih, dimasak dengan api sedang selama satu sampai dua jam,” papar Yusuf.

Selain bistik lidah, ragam bistik lain yang disajikan Dapoer Bistik mulai dari seafood seperti udang atau kepiting, daging sapi, hingga torpedo! Pengolahan awal daging sapi dan torpedo, menurut Yusuf, serupa dengan daging lidah. Pada awalnya, daging direbus dahulu dengan daun salam dan daun jeruk limau. Baru kemudian dilanjutkan dengan presto dan pembaceman. Tiga proses di awal tersebut yang cukup menentukan kualitas rasa akhir dari bistik.

Meskipun proses pengolahan cukup panjang dan makan waktu, pengunjung yang memesan bistik tak perlu menunggu lama. Ketiga proses yang panjang itu sudah dilakukan sebelum pemesanan. Proses pemasakan singkat, yakni dibakar dan dimasak dalam wajan datar dengan saus, baru dikerjakan setelah ada pesanan.

”Penyajian seperti ini (dengan mangkok gerabah) supaya lebih akrab dengan rakyat kebanyakan. Selain itu, mangkok ini juga lebih lama menahan panas dan konon dapat menyerap racun dari bahan pangan,” tutur Yusuf.

Bistik galantin

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com