Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Beginilah Tangan Petenun...

Kompas.com - 20/05/2012, 08:38 WIB

Oleh Aryo Wisanggeni G dan Samuel Oktora

Kuku-kuku jari tangan perempuan asal Desa Dokar, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, itu masih berwarna biru pekat oleh cairan pewarna benang tenun ikat. ”Beginilah tangan penenun,” ujar Kristina Laer (54). Dari tangan itu lahir kain tenun nan indah.

Kuku-kuku jari Kristina menghitam karena ia baru saja merendam benang dalam larutan daun tarum dicampur kapur. Di Pasar Geliting, Desa Sikka, Kabupaten Sikka, Kristina sebenarnya berjualan pisang dan labu. Namun, seperti perempuan NTT pada umumnya, ia sehari-harinya menenun sarung untuk kebutuhan sendiri.

”Pasar dadakan” pada Sabtu siang itu menunjukkan kekayaan sarung Flores, mulai dari pemakainya sampai ragam motifnya. Pembeli dan pedagang memakai sarung tenun ikat yang apik. Ada yang disampirkan di bahu, diikatkan di pinggang, hingga menjadi tudung untuk menyembunyikan wajah pemakainya. Bahkan, ada sarung tenun ikat bermotif logo perusahaan otomotif.

”Kami masih menenun motif tradisional yang diwariskan nenek moyang, baik dengan pewarnaan tradisional yang pengerjaannya memakan waktu lama, maupun pewarnaan kimia yang praktis. Namun, semakin banyak pula penenun di Desa Sikka yang menggarap pesanan motif tertentu. Mau pesan sarung tenun ikat bertuliskan nama pemesan pun bisa,” ujar Alexa (40), penenun dari desa itu.

Desakan ekonomi memang membuat para penenun tidak bisa melepaskan diri dari permintaan pasar meski masih ada yang mempertahankan unsur tradisional. Penenun asal Desa Nita, Sebina Keron (68), misalnya, menyebut sejumlah motif tradisional yang masih banyak digarap penenun di Kabupaten Sikka, seperti korsang manowalu (burung dalam mitologi setempat), korsang nagalalang (tapak kaki naga), dan sesaweor (ekor ikan sesa), atau lawa jara (motif kuda dan penunggangnya).

”Di Desa Nita, kami masih mewarnai benang tenun ikat dengan pewarna alam. Campuran mangga dan kunyit untuk warna hijau, tumbukan daun nila untuk warna biru, tumbukan mengkudu untuk warna merah. Prosesnya memakan waktu bulanan dan tingkat kepekatan warna diperoleh dengan mencelup ulang benang hingga beberapa kali,” ujar Sebina.

Penenun di Kabupaten Ende pun masih mempertahankan sejumlah motif tradisional mereka seperti lawo nggaja (motif gajah yang diartikan sebagai kendaraan para dewa), lawo jara (motif kuda), lawo zombo/ rombo (motif pepohonan lambang kehidupan), dan lawo nepa mite di Nggela yang bermotifkan ular.

Di Kampung Nggela, Kecamatan Wolojita, Kabupaten Ende, desakan ekonomi pula yang membuat banyak penenun meninggalkan penggunaan pewarna alami. Sarung berbahan pewarna kimia yang penggarapannya bisa dikebut hingga tiga-empat minggu laku dijual di pasaran dengan harga Rp 100.000-Rp 500.000 per lembar.

”Sarung dengan pewarnaan alami memang bisa dijual lebih mahal, yaitu Rp 1 juta-Rp 5 juta. Namun, penggarapannya, mulai dari membeli kapas, memintal benang, mengikatkan motif, mewarnai, lalu menenun, hingga menjadi sebuah sarung, memakan waktu satu-dua tahun,” kata Elizabeth Angong (65), salah satu penenun Desa Nggela.

Keengganan kaum muda

Entah sampai kapan tradisi menenun di Nggela, juga di desa penenun lainnya, akan bertahan. Gadis Nggela seperti Maria Paulina Lana (24), misalnya, mengaku tidak lagi mau belajar menenun ikat.

”Kami anak muda tidak lagi tahan berjam-jam menjejak bilah kayu penegang tenunan atau menarik tiap benang yang ditenun. Pekerjaan itu sungguh melelahkan,” ujar Maria. Maria yang juga enggan mengenakan sarung tenun ikat dalam kesehariannya.

”Umumnya, yang bisa membuat sarung adalah perempuan yang putus sekolah. Kalau yang masih sekolah aktif atau kuliah, mereka tak mau lagi atau tidak ada niat untuk membuat sarung,” kata Theresia Mbasi (60).

Menurut warga Nggela yang lain, Sekolastika Mari (46), angkatan muda di desa itu umumnya tidak mampu lagi membuat sarung alami karena teknik pembuatannya sulit. Generasi tua-lah yang tetap tekun membuat sarung dengan pewarna alam.

Meski demikian, kabar segar datang dari Desa Sikka. Para gadis kembali belajar memintal, mengikat motif, dan menenun. Kaum ibu pun kembali rela bersusah payah menggarap pewarnaan alami. Apalagi, tren dewasa ini, pembeli dari luar negeri banyak yang memburu produk sarung dengan pewarna alami karena mereka lebih menyukai produk natural. (IYA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

    Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

    Travel Update
    Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

    Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

    Travel Update
    Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

    Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

    Hotel Story
    Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

    Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

    Travel Update
    5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

    5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

    Jalan Jalan
    Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

    Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

    Travel Update
    4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

    4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

    Jalan Jalan
    Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

    Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

    Travel Update
    5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

    5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

    Jalan Jalan
    Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

    Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

    Travel Update
    Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

    Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

    Jalan Jalan
    Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

    Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

    Travel Update
    Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

    Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

    Travel Tips
    Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

    Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

    Travel Update
    5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

    5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

    Travel Tips
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com