ANTARA Garut dan Bandung, sepenggal rute ini memotong desa-desa permai di Kecamatan Samarang, Paseh, sampai Majalaya. Sarat dengan kemolekan alam Priangan.
Ada saat-saat di mana kita ingin berkunjung ke sebuah kota tanpa terlalu ingin ”terlibat”. Terbebas dari dorongan mengunjungi tempat-tempat berlabel ”tujuan wisata”, dan terhindar dari keriuhan turis. Saat pancaindra sejenak dibiarkan berkelana, tanpa perlu berkejaran dengan waktu.
Kota kecil di tenggara Jawa Barat yang usianya hampir seabad itu (1913) dianugerahi limpahan kecantikan. Dari kuliner, petualangan, sampai kerajinan tangan. Namun, pesona alamnya semakin kental ketika menjauh dari pusat kota.
Perjalanan dimulai pagi hari ketika semburat jingga membias dari ufuk timur, memunculkan bayangan tiga gunung yang berlapis-lapis. Barulah ketika kabut menipis, wujud Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas, dan Gunung Cikuray pun perlahan tersibak.
Garut memang dibentengi oleh bentangan alam yang tak dimiliki kota lainnya. Sejauh mata menyapu, pandangan akan terbentur pada deretan gunung. Di sebelah barat terbentang siluet sempurna Gunung Guntur, Gunung Haruman, dan Gunung Kamojang. Di antara sisi barat dan timur terselip Gunung Papandayan yang selalu berkabut.
Bayangkan, menikmati pesona pagi sambil mencerup kopi lokal dan sajian serabi... Penganan lokal ini dibuat secara tradisional dengan memakai tungku kecil yang apinya berasal dari kayu bakar. Saat panas menjalar ke dalam cetakan, tuangan adonan berubah bentuk menjadi lingkaran-lingkaran, yang ketika diangkat, sebelah sisinya sedikit menghitam, namun bagian dalamnya tetap empuk dan kenyal.
Serabi bisa ditemui di beberapa tempat di sepanjang perjalanan dari Sampireun, Ciparay, ke arah Paseh. Pagi itu, semilir bau hujan yang turun semalam memasuki jendela mobil yang dibiarkan terbuka. Jalan kecamatan ini berkelok-kelok, naik dan turun, mengikuti punggungan bukit. Sawah, sungai, ladang, gunung, bergantian memanjakan mata. Kadang begitu memesonanya, sampai memaksa kita untuk berhenti dan memandanginya lekat-lekat.
Kawah dan mandi uap
Papan besar berwarna hijau itu menunjuk ke arah Kawah Kamojang, melintasi kompleks pembangkit listrik tenaga panas bumi, Kabupaten Bandung. Pipa-pipa besar panjang terbentang mengikuti kontur jalan, bak penanda yang membawa sampai ke ”telaga lumpur” di tepian jalan yang permukaannya bergolak. Uapnya yang panas melesap dalam terik matahari, membentuk kabut putih yang kontras dengan permukaannya yang kehitaman.
Lebih menanjak lagi, tersebar beberapa ”kawah” yang aman dikunjungi dengan berjalan kaki. Kawah Kereta Api, misalnya, bentuknya tak lebih dari sebuah lubang kecil dengan semburan uap yang demikian kuat sehingga mampu menerbangkan benda-benda yang dilemparkan ke pusat semburan sambil mengeluarkan bunyi yang dianggap mirip dengan lengkingan lokomotif kereta.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.