Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benteng Pendem Memendam Sejuta Keunikan

Kompas.com - 28/05/2012, 15:17 WIB

Oleh Gregorius Magnus Finesso

Arsitek Belanda menjulukinya ”Kustbatterij op de Landtong te Tjilatjap” atau tempat pertahanan pesisir di atas tanah yang menjorok ke laut. Benteng berlanggam Eropa yang dikubur di bawah tanah ini merupakan tiruan bentuk kecil Benteng Rhijnauwen, benteng terbesar di ”Negeri Kincir Angin”.

Benteng ini dibangun pada abad ke-18. Oleh warga setempat, bangunan yang didirikan tahun 1861-1879 ini disebut Benteng Pendem. Tak berlebihan rasanya sebutan ini. Berbeda dengan benteng lain yang jelas terlihat walau dari kejauhan, hampir semua bagian bangunan ini terpendam sedalam 1-3 meter di bawah permukaan tanah. Dari jauh hanya tampak seperti gundukan tanah biasa.

Benteng Pendem terletak di bagian tenggara pusat Kabupaten Cilacap, sebuah kota di ujung selatan Jawa Tengah. Lokasinya di ujung timur Pantai Teluk Penyu. Sebelah selatan benteng berhadapan langsung dengan Samudra Indonesia. Selain itu, bangunan bersejarah ini juga bersebelahan dengan tangki-tangki penampungan minyak Pertamina Unit Pengolahan IV Cilacap di Area 70.

Perjalanan ke Benteng Pendem dapat ditempuh menggunakan berbagai kendaraan. Dari terminal bus Cilacap, Anda dapat memanfaatkan bus ataupun angkutan kota dan akan menempuh jarak sekitar lima kilometer. Aset wisata sejarah ini juga hanya berjarak 1 kilometer dengan obyek wisata Teluk Penyu yang dikenal dengan perkampungan nelayan dan sederet warung makan ikan laut segar.

Dalam buku Cilacap (1830-1942): Bangkit dan Runtuhnya Suatu Pelabuhan di Jawa, Susanto Zuhdi menyebutkan, Benteng Pendem menjadi markas tentara Belanda untuk pertahanan Pantai Selatan Pulau Jawa. Cilacap dipandang strategis untuk pendaratan dan pantainya terlindung oleh Pulau Nusakambangan. Benteng ini juga menjadi tempat tahanan para pejuang Indonesia yang melawan Belanda.

Setelah pernah direbut Jepang pada tahun 1942, pada akhir tahun 1945, Benteng Pendem kembali ke tangan tentara Hindia Belanda (KNIL) sampai tahun 1950. Sejak akhir 1952-1965, benteng ini dijadikan markas Tentara Nasional Indonesia, antara lain oleh Pasukan Banteng Loreng. Dalam perjalanan sejarah, benteng ini pernah dimanfaatkan untuk markas latihan lintas hutan, gunung, rawa, dan laut oleh Pasukan RPKAD—sekarang Kopassus—yang membangun Tugu Monumen Peluru di gerbang utama benteng.

Dibuka untuk wisata

Mulai 1965-1986, lokasi benteng tak terjamah, bergelut dengan cuaca dan musim. Sampai pemerintah membangun dermaga kapal, kantor, dan tangki minyak untuk Pertamina dengan sebutan Area 70, memanfaatkan sebagian area Benteng Pendem seluas 4 hektar. Hingga 26 November 1986, seorang warga setempat bernama Adi Wardoyo mulai menggali dan menata lingkungan benteng dan dibuka untuk wisata sejak tahun 1987 hingga sekarang.

Memasuki gapura menyerupai bentuk benteng yang dibangun belakangan oleh pemerintah setempat, bangunan asli Benteng Pendem yang sebagian besar tertutup tanaman perdu ini masih menggunakan bahan baku dominan bata merah. Tak tampak konstruksi beton bertulang. Tiap ruangan dan pintu berbentuk lengkung tanpa banyak variasi.

Berdasarkan dokumen peta Belanda pada tahun 1988, secara keseluruhan, luas area Benteng Pendem 10,5 hektar. Namun, setelah digunakan untuk membangun fasilitas Pertamina, luas kawasan Benteng Pendem tinggal 6,5 hektar.

Bangunan fisik Benteng Pendem berbentuk segi lima (poligon). Benteng ini dikelilingi kanal (parit) selebar 5 meter sedalam 2-3 meter. Fungsi parit yang pada zaman dulu sedalam 10 meter ini untuk melindungi benteng, menghambat laju musuh, patroli keliling menggunakan perahu kecil, dan tempat pembuangan air dari terowongan. Saat ini, panjang parit yang sudah digali 500 meter.

Benteng dengan denah dasar segi lima ini terdiri dari barak prajurit, terowongan, ruang-ruang yang digunakan untuk gudang amunisi, logistik, dan kesehatan, serta bungker-bungker yang digunakan untuk kepentingan Perang Dunia II.

Setelah menyusuri parit, bangunan pertama yang akan dijumpai adalah barak prajurit yang dibangun pada tahun 1877 dan terdiri dari 14 kamar. Bangunan ini aslinya tersusun dari batu bata merah, tetapi sudah direhabilitasi dan kini lantainya sudah disemen.

Dari barak, menyusur masuk di sisi barat terdapat klinik yang dibangun tahun 1879 oleh Belanda dan difungsikan juga oleh tentara Jepang saat menduduki Indonesia. Bangunan ini terdiri dari ruang tindakan dan perawatan pasien.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com