Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membingkai Bromo lewat Lensa...

Kompas.com - 06/06/2012, 16:37 WIB

KOMPAS.com - Bromo tidak pernah lelah menawarkan pesonanya. Eksotisme gunung, misteri kabut, momen sunrise, jelajah lautan pasir, asyiknya berkuda dan masih banyak lagi yang dapat ditemui sebagai pengalaman menarik di sana.Kenyataan bahwa Bromo adalah gunung berapi yang masih aktif, bahkan pernah meletus sebanyak 3 kali dalam satu abad terakhir, ternyata tidak mengurangi magnet pesonanya.

Bromo menjulang setinggi 2.392 meter di atas permukaan laut dengan kaki menapak di Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang dan Malang, Jawa Timur. Bentuknya bertautan antara lembah dan ngarai dengan lautan pasir seluas 5.250 ha. Kawahnya sendiri berdiameter 600-800 meter. Suhu pada malam hari berkisar antara 3-20 derajat celcius bahkan di bawah 0 derajat pada musim kemarau. Karena itu demi kenyamanan siapkan jaket, syal, sarung tangan dan topi penutup saat bertandang ke Bromo.

Bromo dapat ditempuh dengan perjalanan langsung dari Jakarta ke Probolinggo dengan naik bus eksekutif dari Terminal Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Selain itu dapat ditempuh juga dengan perjalanan bersambung dari Jakarta ke Surabaya dengan pesawat terbang atau kereta api, dengan jadwal yang tersedia setiap hari.

Dari Bandara Juanda, Surabaya perjalanan disambung dengan naik Damri jurusan Jember/Banyuwangi dan turun di Probolinggo. Dari sini perjalanan disambung lagi dengan angkutan desa jurusan Ngadisari, yang merupakan kota terakhir sebelum Bromo. Harus bersabar menunggu angkutan desa ini sebab angkutan hanya mau berjalan jika penumpang sudah penuh.

Selain itu perjalanan dari Surabaya dapat ditempuh juga dari Stasiun Gubeng dengan naik kereta api Mutiara Timur jurusan Banyuwangi yang berangkat tiap jam 9 pagi, dan turun di Stasiun Probolinggo untuk melanjutkan dengan angkutan desa ke Ngadisari.

Kalau Anda menginginkan perjalanan pribadi, perjalanan dari Surabaya ke Bromo bisa juga ditempuh dengan minibus sewaan, yang mudah  ditemui di terminal maupun bandara. Apalagi kalau kita sudah booking hotel dan menginap di hotel tersebut, hal ini bisa menjadi lebih mudah lagi sebab pihak hotel akan membantu menyediakan minibus sewaan ini.

Suku Tengger

Menelisik sejarah masyarakat asli yang mendiaminya pun menjadi hal yang menarik untuk disimak. Bagi suku Tengger, masyarakat asli yang mendiami Bromo, Bromo dipercaya sebagai gunung suci. Hal ini tercermin dari namanya yang berasal dari kata ‘Brahma’, salah satu Dewa dalam agama Hindu. Dalam kepercayaan masyarakat Tengger, mereka adalah turunan dari Joko Seger dan Roro Anteng yang setelah sekian lama menikah tidak kunjung juga dikaruniai anak.

Setelah keduanya bersemedi, memohon pada Hyang Widhi, sejoli ini pun dikaruniai 25 orang anak. Namun sayang, ada syarat yang diminta yaitu harus ada satu anak yang dikorbankan untuk persembahan. Raden Kusuma, si bungsu dari 25 bersaudara itu kemudian mengajukan dirinya untuk menjadi persembahan. Pengorbanan Raden Kusuma inilah yang diperingati setiap tahunnya dengan upacara Yadnya Kasada.

Upacara ini diadakan tengah malam sampai dini hari pada tiap purnama sekitar pertengahan bulan Kasodo (kesepuluh) pada kalender Jawa, bertempat di Pura Luhur Poten yang terletak di kaki Bromo sebelah utara dilanjutkan dengan iringan ke puncak Bromo untuk melakukan labuh sesaji berupa hasil bumi, ternak dan uang.

Eksotisme Bromo inilah yang coba dibidik oleh Id-Photographer (IDP), salah satu komunitas fotografer terbesar di Indonesia yang digawangi Ryan Boedi. IDP sendiri awalnya berupa milis yang merupakan forum komunikasi para fotografer di Indonesia yang kemudian berkembang menjadi klub fotografi. Berdiri sejak bulan Maret 2005, sampai sekarang anggota milisnya mencapai sekitar 3.600 orang pada yahoogroups, merupakan milis yang cukup aktif dengan rata-rata postingan mencapai hampir 3.000 email per bulan.

IDP melakukan kegiatan Hunting Landscape dan Model, Mentoring dan Lomba Foto kepada para anggotanya 11-13 Mei 2012. Kegiatan yang diikuti oleh 27 orang, termasuk 3 mentor senior di dalamnya, yaitu: Ditto Birawa, Anif Putramijaya dan Dandi Sjechlad,  melakukan hunting foto di siang hari, dilanjutkan dengan bedah foto serta pembahasannya pada malam harinya.

Diawali dengan pertemuan di Surabaya dengan anggota dari berbagai daerah di Indonesia, perjalanan menuju desa terakhir di Bromo berjalan lancar. Setelah check in, para peserta menikmati hamparan gurun pasir dari depan hotel sambil menghangatkan tubuh dengan minuman hangat serta beramah tamah seputar fotogafi.

Sunrise di Penanjakan

Esoknya, sekitar jam 03.00 dinihari saat udara masih sangat dingin, rombongan fotografer ini sudah beranjak untuk melakukan perjalanan ke Penanjakan guna mengabadikan momen sunrise. Perjalanan ke Penanjakan dengan menggunakan Jeep 4x4 sewaan berjalan selama 1 jam. Cuaca yang cerah sangat mendukung untuk mengabadikan momen ini. Perlahan-lahan matahari menyembul dari sayup kabut Bromo, sampai akhirnya terang dan puncak Bromo terlihat bersebelahan dengan gunung Batok, yang bentuknya berlapis-lapis. Puncak Semeru juga terlihat di belakang Bromo. Di sekelilingnya, menghampar gurun pasir Kaldera Tengger. Bilasan cahaya matahari pagi menambah indahnya pemandangan ini.

Setelah puas memotret, perjalanan dilanjutkan ke lokasi yang bernama Pasir Berbisik yang berada di Kaldera Tengger, serta Savana Teletubies, padang rumput ilalang yang berada di sisi yang lain dari Kaldera Tengger. Di dua lokasi ini selain bagus untuk memotret landscape, peserta bisa juga memotret model yang sudah di siapkan dari Jakarta.

Dengan latar belakang keindahan alam Bromo berupa lautan pasir dan hamparan padang rumput ilalang, para fotografer dengan antusias memotret kecantikan model yang bergaya dengan kuda sebagai properti. Keelokan alam Bromo pun menjadi obyek yang menarik untuk dibidik. Disini para mentor mulai bekerja, dengan memberi pengarahan angle dan setting camera yang diinginkan kepada para fotografer.

Sorenya, rombongan fotografer ini juga menyempatkan jalan di atas Desa Tengger. Disini, banyak sekali obyek menarik untuk difoto, antara lain panorama Bromo yang dibidik dari sudut lain. Tempat ini juga menjadi tempat yang menarik untuk pengambilan foto human interest karena ladang tanaman milik warga terdapat di sini, sehingga aktivitas keseharian warga banyak terjadi disini. Acara dilanjutkan malam harinya dengan mentoring dan bedah foto. Peserta bisa berbagi hal tentang pengalaman memotret, foto yang dihasilkan, serta kendalayang dihadapi pada saat hunting tadi.

Yang agak disayangkan, kemarin disana tidak bertepatan dengan upacara Yadnya Kasada sehingga tidak bisa ikut mengabadikan momen ritual tersebut. Namun secara keseluruhan tetap tidak mengurangi kesan eksotisme Bromo yang terus memanggil untuk dikunjungi lagi. (Mira Dania/Ditto Birawa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com