Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereguk Damai di Pulau Lingayan

Kompas.com - 11/06/2012, 12:28 WIB

Oleh Reny Sri Ayu

JEJERAN pohon bakau menyambut setiap pengunjung yang menginjakkan kaki di Pulau Lingayan. Suasana menjadi akrab ketika para penghuni melongokkan wajah dari jendela rumah panggung disertai rekahan senyum. Sebagai ungkapan selamat datang, tidak sedikit warga yang datang merubung pengunjung disertai candaan akrab nan polos.

Pulau Lingayan adalah salah satu potensi wisata di Kabupaten Tolitoli. Terletak di antara Laut Sulawesi dan Selat Makassar, pulau ini tercatat sebagai salah satu dari 92 pulau terluar di Indonesia. Tak banyak penduduk pulau yang menghuni pulau ini. Data dari Pemerintah Kabupaten Tolitoli menunjukkan, penghuni pulau ini berjumlah 352 jiwa tercakup ada 95 keluarga.

Dengan luas pulau sekitar 122 hektar, boleh dikata hanya sebagian kecil yang dihuni warga. Penghuni hanya berdiam di ujung bagian selatan saja.

Ini membuat Lingayan seperti pulau yang nyaris tak tersentuh peradaban. Nyaris tak ada kendaraan bermotor di pulau ini selain perahu. Juga tak banyak warga yang memiliki peralatan elektronik. Hanya satu-dua yang memiliki televisi. Tapi karena letaknya yang tak begitu jauh dari daratan Desa Ogotua, berkomunikasi menggunakan telepon seluler, masih bisa dilakukan di Lingayan.

Keindahan pulau berbentuk lonjong ini kian tampak saat berkeliling menggunakan perahu. Pasir putih dan batu-batu karang indah dan besar terhampar di sepanjang lingkaran pesisir pulau.

Di bagian lain, terdapat bagian dalam yang cocok untuk memancing maupun menyelam. Jejeran batu karang besar berbentuk bulat maupun lonjong dengan berbagai ukuran dengan tumbuhan di atasnya, terhampar di perairan sekitar pulau, menyerupai batu atau tumbuhan terapung.

Jika ingin melihat lebih dekat, perahu bisa lewat di antaranya. Gerombolan ikan kecil yang berloncatan di sekitar perahu menambah pesona Lingayan.

Selain pulau yang berpasir putih dan panorama indah, perairan sekitar Pulau Lingayan juga kaya akan pemandangan bawah laut yang indah. Ini karena letak Lingayan yang berada di pertemuan Selat Makassar dan Laut Sulawesi.

Eddy Djunaedy (30), warga Kota Palu yang hari itu ke Lingayan mengaku takjub dengan keindahan pulau ini. ”Kemarin-kemarin saya hanya dengar namanya. Saya pikir biasa saja, tapi setelah ke sini dan melihat langsung, ternyata indah. Kalau saja sudah ada penginapan disini, saya lebih suka. Saya membayangkan menikmati malam dengan duduk di batu karang di pesisir pantai,” katanya.

Hari itu, Eddy yang bermaksud ke Tolitoli, menyempatan diri menyeberang ke Lingayan karena telah lama mendengar soal pulau ini. Terlebih menyeberang ke Lingayan tak butuh waktu lama, yakni sekitar 15 menit berperahu kecil, berangkat dari Desa Ogotua.

Jarak Palu dengan Desa Ogotua memang tak terbilang jauh, sekitar 250 km dengan waktu tempuh perjalanan sekitar enam jam. Kondisi jalan cukup memadai dengan pemandangan sepanjang sisi jalan yang indah yakni tebing, hamparan pegunungan, dan Selat Makassar. Sejumlah pulau di tengah birunya air perairan Selat Makassar akan menjadi bagian pemandangan yang bisa dinikmati sepanjang perjalanan.

Dari Desa Ogotua, banyak perahu yang bisa digunakan untuk menyeberang. Umumnya perahu kecil bermesin hingga 2,5 tenaga kuda ini berkapasitas empat–lima orang. Jarak tempuh berperahu yang hanya sekitar 15 menit dengan air laut yang tenang, membuat perahu kecil lebih nyaman dan cepat. Biaya menyeberang sekitar Rp 15.000 per orang. Tapi jika ingin menyewa perahu untuk berkeliling pulau, cukup membayar Rp 100.000-Rp 150.000 per perahu.

Dekat dengan daratan agaknya menjadi salah satu nilai lebih mengunjungi Lingayan. Jika sudah di Lingayan dan ingin kembali ke Desa Ogotua, juga mudah karena nelayan-nelayan atau warga di Lingayan, setiap saat bisa mengantar. Terlebih, hampir setiap saat warga Lingayan juga membeli dan mengurus kebutuhannya di Desa Ogotua.

Saolo (50) dan Ismail (32), warga Pulau Lingayan, mengaku sudah sering menyeberangkan tamu yang datang dan ingin kembali ke Ogotua. ”Disini sampai malam pun masih bisa menyeberang karena dekat dan angin tidak terlalu kencang,” kata Ismail.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com