Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mari, Menikmati Tari Perang di Danau Sentani

Kompas.com - 27/06/2012, 05:21 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com - Penonton yang tadinya duduk di dalam keteduhan tenda, sontak berduyun-duyun maju ke arah panggung, tepat di belakang danau. Sengatan terik matahari tak menghalangi penasaran mereka.

Panasnya memang tak kenal ampun. Orang-orang bilang, Papua punya sembilan matahari. Bahkan, siang itu, Selasa (19/6/2012), matahari seakan ada sepuluh.

Hari itu, langit begitu biru tanpa awan putih mengganggu. Terpaan sinar matahari ke permukaan danau begitu menyilaukan. Ada beberapa pawang hujan dikerahkan khusus untuk hari itu.

Ya, ini adalah momen yang telah ditunggu-tunggu. Pembukaan Festival Danau Sentani V. Sebuah festival yang diselenggarakan secara tahunan sejak 2008.

Festival Danau Sentani (FDS) merupakan festival budaya berbasis kemasyarakatan yang menampilkan keragaman adat, kesenian, kerajinan, sampai kuliner masyarakat Papua, terutama penduduk asli Danau Sentani. Festival ini selalu berlangsung di tanggal 19 Juni selama hampir sepekan.

Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sebuah tarian perang menjadi adegan klimaks pembukaan festival tersebut. Dermaga kayu di Pantai Khalkote, tepi Danau Sentani, menjadi pusat perhatian mereka. Elu-elu perang membahana, busur panah dibusungkan, hentakan kaki memberi semangat.

Ratusan pria tampak mengenakan bawahan dari jerami atau disebut khombou. Mereka bersiap untuk bertempur. Sementara para kekasihnya menanti dengan setia berita kemenangan para pria-pria itu.

Tari Felabhe

Danau Sentani merupakan danau terluas kedua di Indonesia dengan beberapa pulau dan kampung yang menghuni pulau-pulau tersebut. Terdapat 24 kampung yang hidup harmonis dengan Danau Sentani. Namun, dahulu, para kampung ini tak selamanya harmonis. Ada perang antara kampung.

Tentu, itu hanya terjadi di masa lalu. Saat ini, gambaran sejarah perang antarkampung tersebut tergambar pada tari perang bernama Felabhe. Tarian ini menjadi puncak acara pembukaan FDS V.

Seorang pemimpin perang dengan tombak panjang meneriakan kidung-kidung pembangkit semangat. Dengan gerakan menari layaknya sedang kesurupan, ia seakan memanggil pasukan untuk maju berperang. Tak lama, munculah perahu-perahu berisikan para penari perang.

Berhias kepala dari bulu burung, bertelanjang dada, bawahan dari jerami, sementara busur dan anak panah telah siap di tangan. Serentak mereka turun dari perahu, kemudian mulai memenuhi area depan panggung.

Ratusan pria dengan gerakan serupa menari sambil mengarahkan anak panah. Rasanya, mereka ingin memanah para penonton. Seketika, muncul perasaan ngeri.

Namun, sekejap perasaan itu berubah menjadi rasa takjub yang menyihir. Badan pun mulai ikut bergerak, seirama dengan elu-elu yang mereka kumandangkan. Kaki pun ikut menghentak, mengikuti gerakan kaki para penari.

Beberapa turis asing terlihat tak segan ikut masuk ke tengah-tengah penari. Ya, mereka ikut menari. Dan, dengan berbaik hati, para penari meminjamkan busur dan anak-anak panahnya agar para turis bisa berlagak seperti mereka. Seru!

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com