Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dilarang Berisik, Dilarang Berbisik

Kompas.com - 20/07/2012, 10:15 WIB

Brigitta Isworo Laksmi

PERGI ke Afrika Selatan. Hati serasa meloncat dari rongganya. Taman nasional! National Geographic! Gajah, singa, buaya… wouww! Ketika diperkirakan sekitar 50 persen spesies fauna dan flora terancam punah akibat perubahan iklim, menyaksikan kehidupan fauna di alam liar sungguh merupakan kemewahan. Sekurangnya ada lima paket petualangan alam dan budaya yang ditawarkan kepada kami oleh sebuah biro perjalanan. Setelah berhitung secara cermat dari segi waktu dan biaya, kami memilih pergi ke Taman Nasional Hluhluwe Umfolozi yang berjarak sekitar 270 kilometer di utara Durban, masuk wilayah Provinsi KwaZulu-Natal. Tiga setengah jam kemudian kami tiba di gerbang Nyalazi Gate.

Sotiris Spetsiotis, 60 tahun, imigran Yunani yang sudah 11 tahun menjadi pemandu wisata safari, berceloteh sambil menyetir mobil. Di dalam mobil ada enam wisatawan: Andrzej dari Ceko, Cameron dari Australia, Tova dan Thomas dari Denmark, Fajar, rekan dari Indonesia, dan saya. Kami bersemangat untuk bersua dengan the big five Afrika: singa, gajah, kerbau (liar) afrika yang dikenal dengan sebutan wildebeest, leopard, dan badak. Spetsiotis, lebih suka dipanggil Sotiris, membantu kami membangun harapan.

”Kita akan berkeliling sampai pukul lima sore. Kalau beruntung, kita bisa melihat mereka semua, the big five....” Dia terus memberi informasi. ”Jangan salah, kuda nil adalah binatang paling berbahaya, dia paling banyak membunuh orang.” Kami hanya mengiyakan dalam hati. Tentu sulit untuk memverifikasi pernyataannya.

Sotiris memberikan tips-tips, apa yang boleh dan yang tak boleh dilakukan. ”Jangan berisik saat bertemu badak atau gajah. Jangan menggunakan blitz saat memotret. Mereka amat sensitif.” (Ingatan langsung melayang ke kisah yang dituturkan Dami, seorang kenalan yang menjemput kami di Bandara King Shaka; seekor gajah di sebuah taman nasional marah dan menginjak-injak mobil wisatawan. Semua penumpangnya tewas.)

Baru asyik mendengarkan Sotiris, tiba-tiba seekor steinbok (Raphicerus campestris), hewan mirip kambing gunung, tertampak oleh kami. Dia sedang asyik memamah pucuk-pucuk daun di semak-semak di kanan kami.

Dalam setengah jam kami bertemu steinbok dua kali dan bertemu dua ekor kudu besar (Tragelaphus strepsiceros)—hewan berbulu abu-abu dengan garis-garis putih di punggungnya—lima ekor badak yang berendam lumpur serta lebih dari 20 ekor wildebeest. Mereka ada di pinggiran jalan utama tempat kami melintas. Mana gajah? Mana singa? Kami tidak sabar ingin bersua mereka.

Suasana bosan mulai merebak. Kami hanya diam terangguk-angguk karena jalanan bergelombang. Hawa demikian panas dan kering.

”Ada jerapah di sana,” dua turis dari sebuah mobil yang berpapasan dengan kami memberi tahu. Dengan susah payah kami ”menemukan” kepala mungil jerapah di sela-sela tumbuhan seukuran pohon turi.

”Sstttt... tenang”

Selebihnya, kami berusaha mencari obyek dengan teropong. Teropong hanya menangkap seekor gajah yang berkelana sendirian dan sejumlah monyet bermain-main, berteriak-teriak di atas pohon. Jarak mereka amat jauh dari kami. ”Untuk mendapat gambar-gambar seperti National Geographic mungkin harus tinggal tiga bulan,” kata seorang kawan seperjalanan.

Akhirnya, pengalaman (cukup mendebarkan) itu tiba. ”Tenang... Sstttt... tenang. Di depan ada serombongan gajah menyeberang jalan. Biasanya mereka sedang mengawal anak-anaknya,” bisik Sotiris. Di mana gajahnya? Suara ”terompet”-nya saja tak terdengar. Debu pun tidak beterbangan. Mobil merambat amat pelan. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba dua anak gajah melintas cepat di depan mobil dari kanan ke kiri. Sekitar satu meter jaraknya dari mobil.

Beberapa ekor gajah lagi. Gajah remaja dan anak gajah melintas di depan dan di belakang mobil. Kami mengambil gambar dengan agak panik. Mobil pun berguncang-guncang, suara kami amat berisik. ”Jangan berisik. Jangan bersuara,” ujar Sotiris. Rombongan gajah agaknya sudah habis. Tiba-tiba.... ”Diam. Pemimpinnya akan lewat,” ujarnya. Kami bingung. Tak ada tanda-tanda.

Tiba-tiba bayangan hitam tinggi besar melenggang di depan mobil. Kami bersemangat. Entah apa sebabnya gajah setinggi sekitar dua meter itu mendadak menghentikan langkah. Dia berputar, kakinya terpentang. Wajahnya menghadap ke mobil. Tepat di depan kami. Telinganya mengibas-ngibas. ”Sstttt... dia memberi peringatan,” bisik Sotiris. Amat pelan. Mesin mobil sudah dimatikan sejak tadi. Kami tak berkutik. Sesaat, suasana sunyi. Tegang. Kira-kira satu menit kemudian, gajah itu berpaling dan meneruskan jalannya. ”Fuuiiihhhh...,” kami melepas napas.

Konservasi badak

Hluhluwe bukan taman nasional terbesar di Afrika Selatan. Luasnya ”hanya” sekitar 98.000 hektar, jauh lebih kecil dibandingkan dengan Taman Nasional Kruger—terbesar di Afrika Selatan—yang sekitar 240.000 hektar. Hluhluwe pada mulanya adalah area perburuan suku Zulu. Pemerintah Inggris kemudian menetapkannya sebagai kawasan konservasi pada 1895.

Peran Hluhluwe di bidang konservasi layak dicatat. Taman nasional ini merupakan area konservasi badak yang pertama di dunia. Badak yang tinggal sekitar 20 ekor pada 1900 dan kini sudah lebih dari 10.000 ekor di dunia. Selain itu, Hluhluwe juga menjadi tempat konservasi badak putih. Jumlah badak putih di dunia kini sudah lebih dari 1.500 ekor.

Sore pun tiba. Mampir ke Rawai Simangaliso, kami gagal bersua kuda nil. Mobil pun meluncur balik ke Durban. Pukul 21.00, kami tiba di penginapan. Kenangan akan kudu, wildebeest, dan gajah mungkin akan tinggal di hati agak lama...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tips Kembalikan Mood Setelah Libur Lebaran

Tips Kembalikan Mood Setelah Libur Lebaran

Travel Tips
Tips untuk Kembali ke Rutinitas Kerja Setelah Libur Panjang

Tips untuk Kembali ke Rutinitas Kerja Setelah Libur Panjang

Travel Tips
Pantai Jadi Tempat Wisata Terfavorit di Pulau Jawa Selama Lebaran 2024

Pantai Jadi Tempat Wisata Terfavorit di Pulau Jawa Selama Lebaran 2024

Travel Update
Kemenparekraf Tanggapi Turis Indonesia yang Rusak Pohon Sakura di Jepang

Kemenparekraf Tanggapi Turis Indonesia yang Rusak Pohon Sakura di Jepang

Travel Update
Aktivis Mogok Makan di Spanyol, Bentuk Protes Pembangunan Pariwisata

Aktivis Mogok Makan di Spanyol, Bentuk Protes Pembangunan Pariwisata

Travel Update
5 Tempat Wisata Dekat Masjid Al-Jabbar, Ada Mal dan Tempat Piknik

5 Tempat Wisata Dekat Masjid Al-Jabbar, Ada Mal dan Tempat Piknik

Jalan Jalan
5 Syarat Mendaki Gunung Rinjani, Pastikan Bawa E-Ticket

5 Syarat Mendaki Gunung Rinjani, Pastikan Bawa E-Ticket

Travel Tips
3 Tips Ikut Open Trip Pendakian Gunung Rinjani biar Tidak Zonk

3 Tips Ikut Open Trip Pendakian Gunung Rinjani biar Tidak Zonk

Travel Tips
Korban Open Trip, 105 Orang Gagal Mendaki Gunung Rinjani

Korban Open Trip, 105 Orang Gagal Mendaki Gunung Rinjani

Travel Update
Libur Lebaran 2024 Berakhir, Kunjungan Wisata di Gunungkidul Lampaui Target

Libur Lebaran 2024 Berakhir, Kunjungan Wisata di Gunungkidul Lampaui Target

Travel Update
Iran Serang Israel, Ini 8 Imbauan KBRI Teheran untuk WNI di Iran

Iran Serang Israel, Ini 8 Imbauan KBRI Teheran untuk WNI di Iran

Travel Update
Penerbangan ke Israel Terganggu akibat Serangan Iran

Penerbangan ke Israel Terganggu akibat Serangan Iran

Travel Update
Pesona Curug Sewu di Kendal, Air Terjun Bertingkat Tiga Jawa Tengah

Pesona Curug Sewu di Kendal, Air Terjun Bertingkat Tiga Jawa Tengah

Jalan Jalan
Iran Serang Israel, WNI di Beberapa Negara Timur Tengah Diminta Waspada dan Lapor ke Kemenlu

Iran Serang Israel, WNI di Beberapa Negara Timur Tengah Diminta Waspada dan Lapor ke Kemenlu

Travel Update
4 Villa Sekitar Tawangmangu Wonder Park Karanganyar, mulai Rp 600.000

4 Villa Sekitar Tawangmangu Wonder Park Karanganyar, mulai Rp 600.000

Hotel Story
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com