KOMPAS.com - Hiu paus (Rhincodon typus) tercatat sebagai ikan terbesar di muka bumi saat ini. Bayangkan bobotnya bisa mencapai 21 ton, panjangnya hingga 14 meter serta umurnya sampai 150 tahun. Hewan menakjubkan ini terlihat pada masa-masa tertentu di beberapa negara saja, yaitu mulai dari Afrika Selatan, Filipina, Australia, dan Indonesia. Mereka berpindah-pindah dengan bermigrasi untuk mencari tempat makan dan bertelur.
Akan tetapi, tahukah Anda bahwa hewan yang sejatinya ramah namun penuh misteri ini dapat ditemui sepanjang tahun di perairan Taman Nasional Teluk Cendrawasih di Papua Barat dan Papua? Di sinilah Anda dapat berenang dan bermain gelembung bersama mereka, bagaimana berani mencoba?
Memang kini saatnya Anda mengalihkan perhatian atau melabelkan wisata menyelam di Papua hanya pada Raja Ampat saja, mengapa? Itu karena sebenarnya Taman Nasional Teluk Cendrawasih (TNTC) adalah taman nasional dengan perairan terluas di Indonesia dan memiliki kekayaan biota laut dalam takaran lebih dari cukup.
Kawasan nan indah ini membentang dari Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua Barat, hingga Kabupaten Nabire di Provinsi Papua. Perairan yang luas dan dilindungi itu semakin istimewa karena berjodoh dengan keberadaan hiu paus yang berukuran besar sekaligus menakjubkan.
Hiu paus dinamai masyarakat Papua Barat sebagai gurano bintang dan oleh masyarakat Nabire di Provinsi Papua disebut hiniota nibre. Hewan raksasa itu sempat mendapat anggapan sebagai pembawa sial apabila nelayan melihatnya di perairan sehingga biasa disebut Sang Hantu. Akan tetapi, kini anggapan itu sirna karena nelayan di Kwatisore telah lama bersahabat dengannya, bahkan ibaratnya kini menjadi hewan peliharaan yang hidup di alam bebas. Ingin tahu jelasnya bagaimana?
Di Desa Kwatisore, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua, hiu paus ini bersahabat dengan nelayan setempat. Mereka muncul berkelompok setiap hari di sekitar bagan nelayan (perahu sejenis keramba terapung dengan jaring penangkap ikan di bawahnya) dengan kemunculan selama berjam-jam. Hiu paus itu rupanya tertarik dengan sekumpulan ikan puri (sejenis ikan teri) yang tertangkap dalam jaring terapung di bawah bagan dan juga menanti ikan mati yang dilemparkan nelayan.
Mereka biasanya mendekati bagan secara berkelompok hingga enam ekor. Padahal sifat hewan ini sebenarnya penyendiri, pemakan plankton, dan seringnya berada di bawah permukaan laut hingga kedalaman ratusan meter. Perlu diketahui bahwa di Australia, wisatawan harus menunggu saat musim panas untuk melihat hiu paus dan itu pun perlu digiring terlebih dahulu agar bisa ditonton.
Bagan nelayan di Kwatisore adalah sebuah perahu terapung berukuran 18 x 18 meter yang dikonversi menjadi lokasi penangkap ikan puri berbentuk persegi dengan bagian bawahnya terpasang jaring. Papan kayu dipasang menghubungkan antar sudut dan dideretkan banyak lampu untuk penerang saat malam agar ikan puri mendekat dan masuk dalam jaring. Jumlah bagan di perairan ini cukup banyak lebih dari sepuluh dan keberadaannya perlu terdaftar di Dinas Kelautan dan Perikanan.
Di Kwatisore, hiu paus sudah terbiasa diberi makan ikan puri dan sering berinteraksi dengan penyelam. Saat penyelam mendekatinya maka ikan raksasa ini akan dengan santainya berenang bersama. Tidak seperti hiu lain yang memiliki gigi tajam, hiu paus memiliki gigi halus di ujung mulut bagian dalamnya. Caranya makan adalah menyedot air laut sembari menjaring plankton dan ikan kecil yang masuk bersama air ke mulutnya.
Biasanya sesaat sebelum dan sesudah Bulan Purnama, hiu paus tidak muncul karena nelayan tidak dapat menangkap ikan puri akibat terangnya cahaya Bulan sehingga lampu-lampu pada bagan tersebut kurang menarik lagi bagi ikan puri. Puncak penangkapan ikan puri di kawasan ini berlangsung antara Desember dan Januari.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.