SORENDIWERI. Nama itu belum banyak dikenal di Indonesia. Boleh jadi karena letaknya yang berada nun jauh di timur Indonesia, di sebuah pulau kecil bernama Supiori, nama itu menjadi seolah asing. Sorendiweri adalah kota kecil yang menjadi ibu kota Supiori yang sejak tahun 2003 dimekarkan dari kabupaten induk, yaitu Biak.
Supiori berada tepat di utara Biak, Papua. Kedua pulau itu seolah menempel, padahal sejatinya terpisah. Kedua pulau tersebut dihubungkan oleh sebuah selat sempit selebar lebih kurang 50 meter bernama Selat Sorendiweri. Ada sebuah jembatan permanen selebar lebih kurang tujuh meter yang melintasi selat itu untuk menghubungkan Biak dan Supiori.
Biak dan Supiori telah terhubung dalam sebuah jaringan jalan beraspal mulus. Setidaknya dibutuhkan waktu 1,5 jam berkendara dari Biak menuju Supiori.
Letaknya yang berada tepat di hadapan Samudra Pasifik memberinya keindahan serta kekayaan alam yang luar biasa. Tidak hanya pantai-pantainya yang indah. Hutan lindung yang menghampar nyaris menutupi semua pulau memberinya keteduhan.
Saat senja tiba, matahari yang sepanjang hari membakar siang dengan teriknya menyisakan hangat pada pasir pantai. Membenamkan kaki dalam kehangatan itu seolah menarik seluruh rasa lelah setelah sehari penuh menyusuri jalan di pesisir Sorendiweri.
Masih asli
Sebagian besar pantai di Sorendiweri masih asli, bersih, dan berpasir putih. Tampak pula nelayan-nelayan tradisional dengan menggunakan perahu kecil bercadik melempar kail memancing ikan-ikan karang. Namun, kisah tentang keindahan Sorendiweri dan Supiori tak hanya itu.
Di Distrik Supiori Selatan, tepatnya di Kampung Korido, berdiri sebuah puskesmas tua. Puskesmas itu menempati bangunan bekas rumah sakit misi yang dibangun Pemerintah Belanda pada tahun 1930-an. Itu merupakan rumah sakit pertama yang dibangun oleh Belanda di Papua.
Rumah sakit atau saat ini puskesmas yang berdiri di tepi pantai itu disebut Puskesmas Andei. Andei, menurut penuturan masyarakat setempat, biasanya digunakan untuk menyatakan sesuatu yang menyejukkan atau membuat nyaman. Andei juga bermakna ketenangan dan keteduhan. Menurut Hendrik, warga Supiori, ketika orang memasuki rumah sakit itu, mereka langsung mengatakan, ”Andei.”
Lokasinya yang berada di tepi pantai dan dipangku bukit berhutan lebat membuatnya menjadi tempat perawatan yang sangat ideal. Di sana pun masyarakat mengenal makanan khas yang disebut aibon. Makanan itu dibuat dari tepung yang diolah dari buah bakau. Tepung itu, seperti halnya sagu, merupakan makanan asli masyarakat setempat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.