Ambon berupaya memopulerkan kembali lomba kapal layar seperti sebelum konflik sosial terjadi di Maluku tahun 1998.
Sembilan kapal layar peserta berangkat dari Darwin, Australia, 25 Agustus lalu. Satu per satu kapal tiba di Pantai Amahusu, Ambon, sejak 28 Agustus.
Warga Ambon dan sekitarnya menggelar acara penyambutan bagi sekitar 100 awak kapal layar peserta lomba yang baru saja melayari rute sejauh sekitar 650 mil (1.200 km) dari Darwin itu. Para tamu disuguhi pertunjukan tari dan alat musik tradisional Maluku.
Para awak kapal layar membaur dengan masyarakat setempat. Acara tersebut juga dihadiri sejumlah pejabat, seperti Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy.
”Keramahan masyarakat Ambon membuat kami selalu terdorong untuk mengikuti lomba kapal layar Darwin-Ambon. Ditambah lagi keindahan pulau-pulau di Maluku dan budayanya yang beragam,” ujar Jon Wardill, peserta yang menggunakan kapal Australian Maid.
Kapal Australian Maid telah 12 kali mengikuti lomba itu sejak tahun 1984. Dari 12 kali lomba, empat di antaranya menjadi pemenang, termasuk lomba yang digelar tahun ini. Kapal ini tiba pertama di Ambon pada 28 Agustus lalu.
Australian Maid memenangi kategori International Racing Division. Adapun kapal Catilac memenangi kategori Rally Division. Kapal Pandora memenangi kategori Cruising Racing.
Ketua Kerja Sama Kota Kembar (Sister City) Darwin-Ambon Rick Segter mengatakan, keramahan masyarakat Ambon telah menjadi pendorong sejumlah kapal layar di Australia mengikuti lomba itu setiap tahun. Informasi ini kemudian menyebar sehingga selalu ada kapal-kapal layar baru yang mengikuti lomba setiap tahun.
Namun, keunggulan-keunggulan yang ada itu masih belum cukup untuk membuat lomba kapal layar kembali populer sama seperti sebelum konflik sosial di Maluku tahun 1998. Sejak lomba kapal layar Darwin-Ambon digelar tahun 1976 hingga 1998, pesertanya mencapai 80-100 kapal.
Menurut Ketua Penyelenggara Darwin-Ambon Yacht Race Hellen Sarita de Lima, jumlah peserta tahun ini justru menurun dibandingkan tahun lalu sebanyak 18 kapal layar. Penyebabnya, kalah bersaing dengan lomba kapal layar Darwin-Dili, Timor Leste, yang digelar bulan lalu.
”Semula sudah ada 30 kapal layar yang siap mengikuti Darwin-Ambon Yacht Race, tetapi kemudian kebanyakan dari mereka beralih ke lomba Darwin-Dili karena menawarkan hadiah bagi pemenang lomba. Sementara lomba yang kami buat tidak menawarkan hadiah karena keterbatasan dana. Pemenang hanya memperoleh plakat dan cendera mata,” ujarnya.
Selain itu, menurut Jon Wardill, repotnya mengurus visa menjadi penyebab peserta enggan mengikuti lomba kapal layar Darwin-Ambon.
”Mengurus visa butuh waktu sampai dua bulan. Seharusnya ada visa on arrival di Ambon,” tambahnya.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy menjanjikan pelaksanaan lomba kapal layar Darwin-Ambon akan lebih baik tahun depan sehingga pesertanya lebih banyak. Peserta dari negara lain juga diundang.
Hadiah bagi pemenang lomba menjadi salah satu yang akan diupayakan pemerintah selain mencoba mendekati klub-klub kapal layar di Australia. Tak sebatas itu, pemerintah pun akan merancang agar ada yang berbeda dari lomba kapal layar Darwin-Ambon dibandingkan lomba sejenis.
”Jadi, tidak sebatas lomba layar, tetapi ada hal lain yang kami tonjolkan. Bisa saja pariwisata di Ambon, obyek-obyek wisata selam di Ambon atau hal lainnya sehingga kapal layar yang datang ke Ambon tidak hanya untuk lomba, tetapi juga menikmati wisata di Ambon,” paparnya.