Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Mengesankan ke Situs Prasejarah

Kompas.com - 02/09/2012, 08:55 WIB

KOMPAS.com - Hobi keluyuran menggunakan sepeda motor dan juga penasaran seperti apa situs yang sering disebut-sebut mirip piramida di Mesir itu akhirnya terjawab. Sabtu (14/7/2012), dengan dua orang teman lagi, kami berangkat berempat, berboncengan dengan dua sepeda motor dari Bogor menuju Sukabumi. Lokasi yang akan dituju adalah Situs Megalitik Gunung Padang yang berada di perbatasan Dusun Gunung Padang dan Paggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, Jawa Barat.

Setelah berjuang melawan kemacetan karena padatnya kendaraan dan keramaian pasar di pinggir jalan, tibalah kami di kota Sukabumi. Setelah isi bensin dan beristirahat sejenak di SPBU, dari kota sejuk yang  terkenal dengan bubur ayamnya itu perjalanan kami lanjutkan ke arah Cianjur. Tidak sampai satu jam menelusuri jalur utama Sukabumi-Cianjur, tepatnya di daerah Warungkondang, pada sebelah kiri jalan ada papan petunjuk yang menjelaskan arah Situs Megalitik Gunung Padang belok ke kanan dan jaraknya masih 20 kilometer lagi.

Tidak Membosankan

Awalnya kami lemas membayangkan masih harus menempuh jarak 20 kilometer lagi dari mulut jalan menuju lokasi situs batu tersebut. Tetapi setelah menelusuri beberapa saat ternyata kami disuguhkan pemandangan pedesaan Jawa Barat yang semakin jauh kedalam jalan semakin sepi. Jarang sekali angkot yang lewat, kebanyakan warga menggunakan sepeda motor sendiri atau ojek. Hamparan sawah, sesekali semak dan pepohonan di pinggir jalan menemani perjalanan kami.

Makin ke dalam jalan pun semakin naik-turun dan berliku. Kira-kira 7 kilometer sebelum lokasi kita bisa melihat terowongan kereta api tua tahun 1879-1882 berdekatan dengan Stasiun Lampengan yang sudah tidak digunakan lagi. Setelah itu jalan terus menanjak, angin bertiup sepoi-sepoi menerpa wajah, pemandangan jajaran perbukitan nampak jelas dari atas, sebagian berselimut awan tipis, hamparan perkebunan teh di kanan-kiri jalan menambah asyik perjalanan di atas roda.

Akhirnya sampai juga kami di lokasi. Rupanya situs yang masih disakralkan oleh masyarakat setempat itu berada di areal perkebunan teh Gunung Manik. Dari pintu masuk perkebunan tersebut berjarak sekitar 2 kilometer, terlihat beberapa orang yang datang dari luar daerah sedang menikmati pemandangan hamparan kebun teh. Sementara rombongan keluarga yang lain duduk-duduk ditikar di antara pohon teh dan tepi jalan.

Obyek Wisata

Sebagai obyek wisata sejarah, Situs Megalitik Gunung Padang termasuk banyak dikunjungi wisatawan. Warga sekitar menyewakan pekarangan rumahnya sebagai tempat parkir, menjual makanan-minuman, dan souvenir. Cukup murah tiket masuk ke situs tersebut, hanya Rp 2.000 per orang. Dengan harga segitu kita pun seperti harus maklum dengan minimnya fasilitas umum di sana.

Situs Megalitik Gunung Padang berada di atas bukit dan untuk sampai kesana kita harus menaiki anak tangga. Tangga aslinya yang terdiri dari sekitar 400-an anak tangga terbuat dari susunan batu cadas dan curam, cukup ngos-ngosan bagi kami yang jarang berolahraga saat mendaki. Bagi pengunjung yang ingin santai di sebelah kanan saat masuk telah dibangun tangga yang landai.

Setiba di atas nampak sebuah pelataran dengan batu vulkanik alami berserakan, rata-rata berbentuk balok yang berukuran panjang sekitar satu meter  dan berdiameter 20 centimeter. Sebagai orang awam saat melihat pertama kali tidak terlihat situs yang luasnya 900 meter persegi itu berbentuk piramida tetapi lebih tampak seperti bukit setinggi lebih kurang 10 meter, dengan batu berbentuk balok berserakan tak beraturan di mana-mana. Dari  informasi yang saya baca bahwa bangunan bersejarah itu merupakan reruntuhan bangunan dan pertama kali diketahui keberadaannya setelah ditulis di Buletin Dinas Kepurbakalaan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1914. Bangunan yang jauh lebih tua dari Candi Borobudur itu dulunya digunakan sebagai tempat pemujaan masyarakat Sunda Kuna.

Menurut juru kunci yang juga warga sekitar, situs megalitik yang konon terbesar di Asia Tenggara itu terbagi menjadi 5 pelataran/tingkat.  Hanya dari pelataran pertama ke pelataran kedua yang tampak tinggi, sedangkan dari pelataran kedua ke pelataran ketiga dan seterusnya masing-masing hanya berketinggian sekitar satu meter.

Tempat Ziarah

Suasana terasa kalau situs yang dikramatkan oleh masyarakat setempat itu dulunya sebagai tempat pemujaan, sama seperti tempat ibadah lainnya, saat kami duduk di antara batu-batu di bukit itu suasana tenang dan damai kami rasakan. Bila diperhatikan banyak keunikan pada batu-batu tersebut, seperti ada yang memiliki tanda berupa lubang atau codetan,  batu yang apabila dipukul bisa mengeluarkan nada musik tertentu, dan ada batu yang memiliki ukiran mirip senjata tradisonal kujang, dan tapak harimau.

Di pelataran kelima, ada jejeran batu yang menyerupai bentuk makam dan diziarahi orang yang memohon keinginannya menjadi pegawai negeri terkabul. Saat kami kesana masih tampak bunga yang ditabur di atas batu tersebut tanda bekas orang berziarah.

Disana juga telah dibangun semacam gardu pandang dengan bentuk lebar pada lantainya. Selain untuk tempat beristirahat, pengunjung juga bisa melihat seluruh lokasi situs dari atasnya. Jadi bila Anda ingin menikmati suasana pedesaan, tempat yang unik dan menarik sekaligus menambah pengetahuan maka Situs Megalitik Gunung Padang bisa menjadi pilihan. (Eristo Subandono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com