Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkunjung ke Desa Pembuatan Sandeq

Kompas.com - 21/10/2012, 08:05 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com – Tubuhnya yang ramping dengan warna putih menyolok di tengah birunya lautan, seolah perpaduan antara keanggunan sekaligus ketangguhan. Dengan layar terbentang begitu lebar, seakan tak sebanding dengan ramping badan perahu, mustahil untuk tak merasa terpesona dengannya.

Sandeq, begitu masyarakat suku Mandar menyebutnya. Perahu layar tradisional khas suku Mandar tersebut masih banyak bisa ditemukan di daerah Sulawesi Barat terutama tentu saja di kawasan pesisir.

Setiap tahunnya, sebuah perhelatan turun temurun yaitu Sandeq Race atau lomba balap perahu sandeq mengambil tempat di Sulawesi Barat. Salah satu jagoannya adalah sandeq dari Majene.

Majene, sebuah kabupaten di Sulawesi Barat, juga menjadi tuan rumah salah satu sandeq yang pernah dikirim ke Perancis pada pertengahan 2012 lalu. Di Majene, terdapat beberapa sentra pembuatan sandeq. Model sandeq generasi awal memang sudah jarang ditemukan, Anda bisa melihat replikanya di Museum Mandar Majene. Saat ini, sandeq terutama yang digunakan untuk nelayan mencari ikan sudah menggunakan motor.

Memang, sandeq untuk kebutuhan balapan dibedakan dengan sandeq untuk mencari ikan. Juga, sudah mulai ada inovasi-inovasi seperti penggunaan triplek untuk sandeq. Sandeq sendiri berarti runcing. Beberapa orang menyebut runcing untuk menggambarkan bentuk perahu yang meruncing di bagian depan maupun belakang. Para leluhur membuat sandeq dari satu batang kayu yang dibentuk sedemikian rupa menjadi sebuah perahu.

Kayu yang digunakan berasal dari pohon tipulu, sejenis pohon meranti dengan tambahan kayu ulin atau kayu besi. Sedangkan sebagai penyeimbang digunakan bambu serta paku dari kayu besi. Proses pembuatan memakan waktu sekitar tiga bulan.

“Harga satu sandeq bisa mencapai 40 juta rupiah,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Fadlil Rasyid.

Ada beberapa sentra pembuatan sandeq di Majene, seperti di daerah Tanangan, Rangas, Tanjung Batu, dan Barane. Bisa juga melihat pembuatan sandeq di rumah-rumah nelayan di Desa Cilalang. Di sana, Anda bisa melihat para lelaki mengerjakan sandeq.

“Satu pohon tipulu sejenis miranti ini tahan air, tiga bulan baru jadi. Panjangnya biasanya 11 meter, tetapi sandeq untuk balapan panjangnya 12 sampai 13 meter,” jelas Fadlil sambil menunjukkan salah satu sandeq yang tengah dibuat.

Ia menuturkan sandeq untuk balapan memiliki bagian depan maupun belakang yang runcing. Sementara untuk kebutuhan nelayan biasanya hanya runcing di depan dan di bagian belakang diberi motor.

Ciri khas runcing ini yang memberikan perahu sebuah nama “sandeq”, sebab sandeq sendiri berarti “runcing”. Namun ada dua versi mengenai nama tersebut, salah satunya adalah badan perahu yang ujungnya runcing. Versi lain menyebutkan runcing yang dimaksud adalah ujung layarnya yang meruncing.

Ya, layar untuk sandeq memang sangat lebar dan berbentuk segitiga. Tinggi tiang layar sekitar 16 meter sementara lebarnya hanya 12 meter. Sandeq yang aslinya benar-benar hanya mengandalkan angin dengan bantuan layarnya yang lebar itu. Namun, di saat tak ada angin, nelayan terpaksa mendayung.

Salah satu perajin sandeq di Desa Cilalang adalah Aris yang juga jagoan dalam urusan pembuatan perahu sandeq untuk balapan. Ia mengungkapkan saat masih muda, ia biasa berlayar hingga ke Lombok dengan sandeq untuk mencari ikan.

Aris sendiri kini sudah berusia lebih dari setengah abad. Walaupun ia tak yakin berapa usianya yang sebenarnya. Keunikan dari sandeq lainnya adalah warnanya. Semua sandeq berwarna putih. Ada versi yang menyebutkan bahwa warna putih untuk menghalau roh jahat yang mengganggu saat melaut.

“Warna putih agar mudah terlihat saat malam hari,” ungkap Fadlil menjelaskan versi lainnya. Namun, satu hal yang pasti, warna putih tersebut pun sudah diwariskan secara turun-temurun. Begitu pula keahlian mengendarai sandeq.

Sebagian besar masyarakat yang tinggal di pesisir terutama anak laki-laki pasti bisa mengendarai sandeq. Seperti penuturan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Majene Qadir Tahir, berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan orang Perancis menyebutkan sandeq merupakan perahu tradisional tercepat di kelasnya di dunia.

Tak heran jika sandeq menjadi kebanggaan masyarakat suku Mandar. Tak hanya bagi tetua, para muda-muda Mandar pun memiliki kebanggaan tersendiri untuk bisa membuat dan mengendarai sandeq. Selama kebanggaan ini terus terpatri, sandeq akan terus berlayar di lautan Mandar. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com