BELITUNG, KOMPAS.com - Wisata berbasis ekologi makin berkembang di Pulau Belitung, Bangka Belitung. Selain menarik wisatawan, wisata ini juga dimaksudkan untuk meredam kerusakan lingkungan di pulau yang tengah mengembangkan pariwisata sebagai andalan tersebut.
Wisata berbasis ekologi mulai tumbuh di Belitung sejak tiga tahun terakhir. Salah satu yang berkembang adalah Taman Wisata Ekologi dan Konservasi Pulau Kepayang sebagai obyek wisata berbasis konservasi terumbu karang serta penyu. Minggu (21/10/2012), taman wisata seluas sekitar 5 hektar itu terlihat ramai dikunjungi wisatawan mancanegara dan domestik.
Beberapa lokasi wisata berbasis ekologi lain yang tengah dalam pengembangan di Belitung adalah Batu Mentas dengan unggulan konservasi tarsius belitung (sejenis kera kecil ekor panjang), Selat Nasik dengan unggulan konservasi mangrove (hutan bakau), dan Taman Wisata Alam Tirta Merudang Indah sebagai wisata berbasis konservasi hutan rawa. Selain itu, Taman Wisata Alam Tirta Merudang Indah yang akan dibuka akhir tahun ini dibangun di atas hutan rawa yang dahulu banyak ditebangi untuk pembakaran kaolin.
”Kami berusaha melestarikan pohon yang dulu banyak di Belitung, tetapi kini kian langka, seperti pelawan, samak, sisilan, rasau, dan gelam. Juga beberapa satwa yang kami biarkan liar di sekitar hutan, seperti monyet, lutung, dan tupai tengkerawak,” kata pemilik Taman Wisata Alam Tirta Merudang Indah, Hadi Wibowo.
Pengembangan Taman Wisata Ekologi dan Konservasi Pulau Kepayang dilakukan oleh Kelompok Peduli Lingkungan Belitung (KPLB) sejak 2009. KPLB mengembangkan wisata ekologi Batu Mentas dan Selat Nasik pula. Ketiganya di kawasan pesisir Pulau Belitung.
Koordinator KPLB Budi Setiawan mengatakan, selain menggerakkan ekonomi masyarakat, wisata ekologis di pesisir dimaksudkan untuk melindungi kawasan itu dari kerusakan lingkungan, terutama dari penangkapan ikan tak ramah lingkungan serta ancaman tambang timah lepas pantai yang menggunakan kapal isap. Ancaman ekologis di pesisir Belitung kini semakin besar dengan akan masuknya kapal isap itu.
”Jika kawasan pesisir ini sudah tersambung sebagai daerah wisata dan konservasi, yang juga menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar, diharapkan rencana masuknya kapal isap di kawasan ini dapat dibatalkan,” katanya.
Menurut Budi, pengunjung ke taman wisata itu mencapai sekitar 25.000 orang setiap tahun. Sekitar 150 orang di antaranya, setiap bulan—terutama wisatawan asing yang memiliki minat tinggi terhadap wisata ekologi—menginap di lokasi itu. (IRE)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.