Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Dia Kota Berbau Uang!

Kompas.com - 24/10/2012, 08:30 WIB

KOMPAS.com - Kalau ke kota yang satu itu, pastinya kecium deh bau duit! Begitu kebanyakan orang Perancis menyebutnya. Saya sendiri sempat dibuat heran! Kok ada sih kota bau uang? Asyik dong, begitu pikiran saya.

Kota itu bernama Biarritz, berada di daerah Pays basque, di belahan selatan barat Perancis. Orang menyebutnya Biarritz adalah ibu kota Pays basque bagian Perancis. Kota yang jadi buah bibir dari beberapa kenalan saya inilah yang menjadi salah satu tujuan liburan musim panas kami yang lalu.

Hirup pikuk kota besar tentu saja kami sukai. Namun untuk berlibur selama tujuh hari di daerah Pays basque, kota kecil, malah kampung istilahnya yang kami pilih sebagai tempat bermalam, Jatxou. Tak jauh dari kota turis, kotanya cabai, Espelette, kami menyewa sebuah vila.

Benar saja, untuk satu minggu di kampung itu, kami membayar lebih mahal dari harga yang biasa kami keluarkan untuk liburan, dengan perbandingan sebuah vila untuk luas dan fasilitas yang sama. Padahal, kota kecil yang kami pilih itu, benar-benar kecil! Sekeliling kami hanya ada beberapa rumah, dan selebihnya hanya perternakan. Penduduknya sekitar 1.000 orang.

Namun, pemandangan yang tersaji, memang tiada tara! Kalau sudah begitu, uang yang keluar rasanya menjadi tak berarti dibandingkan kecantikan alam yang diciptakan Sang Khalik secara gratis bagi umatNya.

Sebenarnya di daerah Pays basque ini banyak sekali yang bisa saya ceritakan, bahkan mungkin tak ada habisnya. Tak akan putus, karena setiap kota yang saya kunjungi rasanya patut, saya bagikan kepada para pembaca.

Pays basque memang masuk dalam dua negara. Bagian Prancis dan Spanyol, spesial kan? Dan kali ini saya akan memulainya dari bagian Perancisnya dulu. Kota Bourjois Biarritz yang saya pilih sebagai pembuka.

Dari tempat kami tinggal selama berlibur yaitu Jatxou menuju Biarritz, warna hijau mendominasi mata. Hijau karena, lebatnya pepohonan, rumput dan pegunungan yang seolah tebal dan subur akan tumbuhannya.

Apik nian, itu yang tersirat dalam hati. Apalagi rumah-rumah cantik ciri khas Pays basque, dengan jendela berwarna merah, hijau dan biru, membuat napas teralur lambat, ingin menikmati secara perlahan.

Mendekati kota Biarritz, lukisan natural yang terlewat dari kaca mobil, mulai terlihat berubah. Bangunan besar megah dan mewah (kalau menurut saya) mulai menggantikan hijaunya alam. Dan pantai dengan ombak besar yang menyambut kerlingan mata.

Kalau tadi mobil kami lancar, kini mulai tersendat mengantre karena masuk ke dalam kota Biarritz. Setelah mendapatkan tempat parkir, begitu keluar dari ruangan bawah tanah tempat mobil beristirahat, angin kencang yang menerpa tubuh kami. Angin yang tak dingin karena berasal dari laut dan suhu udara sejuk. Saat itu musim panas, tapi suhu tak lebih dari 25 derajat. Buat saya yang biasa di Perancis selatan, suhu tersebut adalah untuk musim gugur di siang hari.

Inilah Biarritz, kota yang katanya berbau uang. Pantai besar, padat dengan turis dari mancanegara. Para perselancar, berbadan gelap, akibat terbakar matahari, terlihat mempesona, berada di atas papan, meluncur, bermain dengan si ombak. Sementara para pengunjung wanita, kulit mereka yang sengaja dijemur, terlihat legam. Semakin hitam, semakin suka rasanya mereka mendapatkannya.

Kota ini bagi saya unik. Karena kemewahan dari gedung-gedung kokoh di daratannya, beragam sekali. Dekat pantai, campur baur, dari bangunan mewah peninggalan lama, bagaikan dalam dongeng pangeran dan putri mencari cinta. Namun juga berbaur dengan bangunan moderen.

Satu hal yang saya hargai, bangunan baru yang berdiri dekat pantai masih bisa diterima oleh hati. Karena kerap daerah wisata yang justru menyajikan keindahan alamnya, jadi rusak akibat gedung menjulang tanpa memikirkan segi estetik, sehingga membuat mata menjadi terganggu oleh sebuah bangunan yang hanya berlapis beton dan kaca. Tanpa memikirkan segi keindahan penampilan.

Pantai utama ‘la grand plage de Biarritz’ yang menyatu dengan kotanya. Tentu saja dari jauh saya melihatnya bagaikan sebuah kartu pos yang ditawarkan di toko-toko, bagi pengunjung untuk membagi kesenangan yang mereka dapatkan selama liburan kepada para kerabatnya, dalam sebuah tulisan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com