Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Normal is Boring", Bukan Sekadar Tur Kuliner Biasa

Kompas.com - 07/11/2012, 15:46 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hujan yang mengguyur kota Jakarta, Sabtu (3/11/2012) pagi tak menyurutkan semangat beberapa orang menuju Tan Ek Tjoan, sebuah pabrik roti yang berusia hampir seabad, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

Ya, mereka adalah para peserta Tur Kuliner yang diadakan oleh komunitas Love Our Heritage (LOH), sebuah komunitas yang dibentuk karena kepedulian akan sejarah dan kesenian, termasuk kuliner. Tema tur kali ini adalah "Normal is Boring", karena kali ini bukan sekadar tur kuliner biasa, tetapi dalam acara ini para peserta juga akan belajar tentang kreativitas, inovasi, dan semangat wirausaha.

Perjalanan tur dimulai dari pabrik roti Tan Ek Tjoan. Para peserta yang berjumlah 20 orang, bersama-sama mencoba membuat roti. "Jangan takut-takut, digebuk saja rotinya yang kencang," kata Kennedy, pemilik Toko Roti Tan Ek Tjoan.

Para peserta tur terlihat asyik mengolah roti buatan mereka sendiri dengan aneka bentuk, sambil menambah campuran cokelat dan kismis.

Setelah roti selesai dibuat, adonan roti lalu dimasukkan ke ruang fermentasi, yaitu ruang kedap udara, agar roti mengembang. Selama masa fermentasi ini, adonan roti tak boleh disentuh oleh tangan. Jika disentuh, roti akan gagal mengembang.

Setelah difermentasi hingga mengembang, roti kemudian dipanggang. Selagi menunggu, peserta tur diajak berkeliling pabrik, melihat alat-alat pembuat roti yang digunakan untuk membuat roti setiap hari, rata-rata alat tersebut merupakan alat pembuat roti manual yang berusia puluhan tahun.

Puas menjelajah isi pabrik, roti kreasi sendiri pun akhirnya datang. Para peserta langsung berlarian menyambut roti yang masih panas tersebut, tak sabar ingin cepat melahapnya. Dalam membuat kreasi roti ini, panitia membuat games kecil-kecilan untuk menentukan kreasi roti terunik untuk mendapatkan kenang-kenangan dari LOH dan Tan Ek Tjoan.

Diawali dengan menu pembuka berupa roti, perjalanan selanjutnya ialah menyantap sop buntut. Menuju ke warung sop buntut, peserta bersama-sama berjalan kaki dari Cikini ke sekitar kawasan Menteng. Namun suasana hangat kian terasa, ditambah ditemani pemandu Adjie dan Ira, yang menceritakan beberapa kuliner yang ada di kawasan tersebut.

Warung sop buntut yang menjadi tempat persinggahan selanjutnya berada di kompleks Masjid Cut Meutia, tepatnya di Jalan Menteng Kecil nomor 1. Warung sop buntut yang sederhana ini telah ada sejak tahun 1967. Setiap harinya, warung sop buntut ini selalu ramai dikunjungi pembeli.

Rahasianya, ada pada daging sapi yang kemerahan, namun rasanya sangat lembut. Ditambah dengan kaldu sapi kuah sop yang mantap. Dijamin, siapa pun yang datang makan ke sini, akan balik lagi karena rasa penasaran dengan menu buntut yang lain atau ketagihan.

Kenyang makan sop buntut, dilanjutkan bersantai sambil minum kopi di Kedai Phoenam. Lagi-lagi untuk menuju kesana dilalui dengan berjalan kaki. Melewati Stasiun Gondangdia yang kaya akan warung kuliner.

Adjie, pemandu wisata dalam tur ini menjelaskan bahwa ada satu tempat di Stasiun Gondangdia yang sangat digemari oleh orang-orang untuk makan. Namanya Warung Nasi Ibu Ida. Di sana, makanan disajikan dengan prasmanan. Kami para peserta tur tak sempat mencicipi makan di warung nasi tersebut, karena masih kekenyangan akibat menyantap sop buntut. Lagi pula saat itu warung sangat ramai, karena bertepatan dengan jam makan siang.

Setelah menengok warung nasi Bu Ida, kami melanjutkan perjalanan ke Kedai Kopi Phoenam. Kedai kopi ini menyajikan kopi khusus yang didatangkan dari Toraja. Maka tak heran jika pembelinya kebanyakan orang-orang dari Sulawesi khususnya Makassar.

Selain kopi, kedai yang berada di Jalan Wahid Hasyim nomor 88 ini juga menyediakan aneka hidangan khas Makassar, seperti Es Pisang Hijau, Coto Makassar, dan kue-kue ala Makassar.

Tak berlama-lama di Kedai Kopi Phoenam, mengingat hari semakin sore dan tur kuliner masih memiliki satu tempat tujuan lagi, yaitu Cafe D'Marco. Cafe D'Marco ialah cafe martabak, menyajikan aneka sajian martabak yang tak biasa, sesuai dengan visinya "menjadikan martabak naik kelas dengan membawanya ke dalam suasana cafe yang modern". Lokasinya tak jauh dari Kedai Kopi Phoenam, yaitu di Jalan Sabang nomor  43A.

Menurut Adjie, jalan Sabang dan Wahid Hasyim yang dilewati oleh rute tur ini ditetapkan oleh Pemda DKI Jakarta sebagai pusat kuliner, terutama kuliner malam.

"Kalau siang kaya gini sih lumayan sepi, tapi kalau malam, wah ramai sekali," ujarnya.

Di D'Marco Cafe peserta tur membuat martabak kreasi mereka sendiri, dengan berbagai topping seperti cokelat, keju, mushbeef dan es krim. Cafe yang jadi tempat tujuan terakhir dalam tur ini tempatnya sangat mungil dan nyaman.

Selain membuat martabak, para peserta pun banyak berbagi pengalaman dengan anggota LOH lainnya dan bersantai sejenak setelah melewati tur kuliner panjang pada hari itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com