Jakarta, Kompas
Teknopolitan berkonsep inklusif. ”Melibatkan atau memberdayakan komunitas lokal,” kata Tatang A Taufik, Deputi Pengkajian Kebijakan Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), pada diskusi ”Penyiapan Masterplan Kawasan Teknopolitan Pelalawan” di Jakarta, Selasa (18/12).
Di Indonesia, konsep kawasan teknopolitan masih dikaji dari Korea Selatan. Penyusunan Masterplan Kawasan Teknopolitan berdasarkan kajian, spasial, infrastruktur, ekonomi dan bisnis, kelembagaan, regulasi, serta dukungan sumber daya manusia dan aspek sosial budaya.
Bupati Pelalawan HM Harris menjelaskan, teknopolitan akan dibangun di kawasan 3.900 hektar. Berdasarkan rencana induk hingga 2020, Pelalawan yang menjadi Kawasan Prioritas Inventasi akan menyerap dana
Menurut Direktur Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi BPPT Asep Husni Yasin Rosadi, selain Pelalawan, teknopolitan akan dibangun di Pekalongan, Jawa Tengah, berbasis industri batik, Gresik (Jatim) yang unggul di bidang keramik, dan Anambas (Kepulauan Riau) untuk perikanan dan wisata.
Pembangunan teknopolitan relatif lebih mudah di daerah yang baru tumbuh. Di sana, pelaksanaan tata ruang dapat diterapkan sesuai rencana.
Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) yang selama ini eksklusif kini mulai terbuka bagi masuknya industri untuk kemitraan riset. Untuk itu, Puspiptek dikembangkan menjadi kawasan pengembangan iptek terpadu bernama Indonesia Science and Technopark.
Hal itu disampaikan Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta terkait dengan program revitalisasi pusat riset untuk mendukung Masterplan Program Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Karena itu, Kementerian Ristek telah studi banding ke Daejeon, Korea Selatan, Hsinchu (Taiwan), dan Munchen (Jerman).