Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukit Lawang, Riwayatmu Kini...

Kompas.com - 29/12/2012, 15:03 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

KOMPAS.com - Pagi, usai sarapan di Kota Binjai yang terkenal dengan rambutannya, tepat saat umat Nasrani merayakan Natal 2012, kami bertujuh pun berangkat. Tujuan kami adalah Bukit Lawang yang berada di Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

Bukan pertama kali kami mendatangi tempat ini. Sebuah kawasan yang terkenal dengan obyek wisata sungai dan dijadikan kawasan konservasi Orang Utan (Pongo Abelii) Sumatera ini. Kami hanya ingin melihat kembali lokasi skala internasional yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) pasca banjir bandang yang meluluhlantakkan dan mengorbankan banyak jiwa pada 2003 silam.

Kalau dari Kota Medan, Bukit Lawang berjarak sekitar 90 kilometer dari titik nol Kota Medan yaitu Kantor Pos Besar. Ada bus dan taksi sejenis L-300 trayek Medan-Bukit Lawang di Terminal Pinang Baris Medan yang bisa mengantar pengunjung ke tempat ini dengan ongkos sekitar Rp 15.000.

Dengan jarak tempuh hampir tiga jam jika kondisi jalan baik, sepertinya akan menjadi hal menyenangkan untuk dilewati. Dengan mengendarai mobil pribadi atau sepeda motor, pengunjung akan sampai lebih cepat karena waktu terpangkas hampir satu jam lebih.

Namun hal yang tidak mengenakkan adalah dua pintu masuk mengutip retribusi masuk dan parkir. Seorang pengemudi sepeda motor mengatakan, mulai dari pintu pertama, kedua sampai parkir, dia menghabiskan biaya sebesar Rp 15.000.

Keresahan pengunjung ini diamini Genta (34) seorang pemilik kios yang menjual suvenir khas Bukit Lawang. Ditemui di depan kiosnya yang tepat berada di mulut gua, tempat jalur masuk dulu sebelum banjir, ia berkata apa yang dialami pengunjung itu harusnya disikapi dengan ketegasan pemerintah daerah

"Tidak seperti ini, pengunjung bingung dan keberatan. Ini berdampak pada peningkatan jumlah tamu. Apalagi tidak ditunjang dengan fasilitas umum yang memadai seperti lampu jalan atau tempat ibadah. Pemda harusnya menyikapi ini dengan ketegasan," katanya.

Ia mengungkapkan pasca banjir bandang, banyak janji-janji pemerintah daerah kepada korban banjir yang tidak terealisasi sampai hari ini. Begitu pula dengan program-programnya.

Rumah bantuan yang diberikan kepada korban banjir banyak yang tidak ditempati atau malah dijual dengan harga murah karena dianggap tidak layak. Fasilitas umum yang dibangun seperti jembatan penyeberangan dan lampu penerangan jalan tidak layak bahkan tak berfungsi.

"Kalau tempat ini dikenal baik, aman, dan murah, maka kunjungan akan meningkat. Ekonomi masyarakat jadi terbantu dan pengangguran berkurang. Ini, lampu jalan saja tak hidup. Pengunjung kalau ingin berjalan-jalan malam jadi takut," tambahnya.

Tak sabar dengan gerak lambat pemerintah, banyak pengusaha lokal seperti pemilik penginapan membangun jembatan penyeberangan sendiri untuk tamu-tamu yang menginap di tempatnya. Seperti yang dilakukan Penginapan Yusman, Hotel Sibayak Leuser, dan Ecolodge di belakang Penginapan Rindu Alam.

Keadaan ini sebenarnya berdampak pada harga diri bangsa karena Bukit Lawang menjadi tujuan utama turis mancanegara jika menginjakkan kaki di Kota Medan. Beberapa pemandu wisata mengaku gelagapan saat tamu yang dibawanya menanyakan ketidakpedulian pemerintah daerah ini.

Wisata sungai

Setelah memarkirkan kendaraan, kami disambut suara deru sungai. Kemudian deretan kios penjual suvenir, rumah makanm dan buah di sepanjang jalan masuk. Pun aneka penginapan siap menampung wisatawan domestik dan maupun asing.

Arus sungai yang berair jernih inilah yang dijadikan pengunjung menikmati sensasi tubing dan rafting. Aktivitas bertemu dan memberi makan pada orang utan menjadi keharusan jika datang tempat yang juga terkenal dengan angin bahorok ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com