Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gua dengan Ribuan Kelelawar di Bukit Lawang

Kompas.com - 30/12/2012, 09:16 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Penduduk sekitar menamakan gua tersembunyi yang berada di areal perkebunan karet dan sawit masyarakat ini dengan nama Gua Kampret. Pasalnya, obyek wisata gua sepanjang kurang lebih 500 meter yang menarik dan seru ini memang menjadi tempat tinggal ribuan kampret atau kelelawar yang membuat sarangnya di langit-langit gua.

Dari Ecolodge Bukit Lawang, gua ini berjarak kurang lebih 2 kilometer. Sebelum memasuki gua, di pintu masuk kita akan menemui gubuk tak berdinding yang atapnya dari rumbia dan terpal biru. Di situ akan kita temui laki-laki berkulit hitam dengan badan gempal dan sedikit bicara yang akan mengutip biaya masuk gua sebesar Rp 5.000 per orang.

Bapak tua itu adalah pemilik gua tersebut, ternyata gua ini bukan milik Pemda Langkat, Sumut, atau masuk di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) namun milik pribadi. Pintu masuk gua adalah dua buah batu besar yang menyisakan celah seukuran badan orang dewasa. Ada tangga kayu dan akar-akar kayu yang membantu kita memanjat batu licin dan berlumut itu.

Selesai itu, kita masuk di pintu besar dengan ruangan yang luas penuh cahaya di celah-celah atapnya. Stalagtit dan stalagmit berukuran besar terlihat di sini dan cukup kering tanahnya. Beberapa batu mirip altar di temui.

Dulu ceritanya, gua ini menjadi tempat pemujaan dan persembunyian para gerilyawan. Masuk lebih dalam, mulai berkurang celah-celah udara dan cahaya, keadaan juga sudah mulai lembab dan basah. Air menetes dari langit-langit gua yang merupakan rembesan air tanah tapi tidak seperti hujan. Kondisi bebatuan juga mulai rapat dan gelap walau ada beberapa kali kita kembali menemuai ruangan yang luas.

Perlahan, suara-suara kelelawar terdengar dan beterbangan di atas kepala, mungkin mereka terganggu dengan kehadiran kami. Hawa dingin menyelusup, kondisi gua begitu menantang. Untuk kelas pemula dan anak-anak yang sedang belajar susur gua, tempat ini menjadi lokasi menarik untuk memacu andrenalin.

Gelap, celah-celah kecil, merangkak, sedikit berfatamorgana dengan stalagtit dan stalagmit yang di kegelapan seperti manusia sedang berdiri, adalah keindahan. Sarang-sarang kelelawar dan kotorannya yang unik, juga bau yang sedikit mengganggu penciuman tak menjadi penghalang.

Setelah melewati celah batu, kami sampai di lubang besar yang di atasnya pohon-pohon tinggi menjulang. Sempat bertemu seorang petani yang sedang mengangkut kayu sudah dipotong. Kemudian dilanjut lagi dengan melewati dan menaiki bebatuan yang licin dan tajam, harus konsentrasi dan ekstra hati-hati. Apalagi semakin ke dalam gua semakin basah dan sungai-sungai kecil mengalir di bawahnya.

Kalau rajin mencari, di sungai-sungai kecil itu ada bebatuan kecil berukuran kelereng yang mengandung besi. Sampai di ujung gua, kita akan mendapati lebih banyak kelelawar dan kondisi semakin basah.

Tak ada jalur alternatif untuk kembali pulang dengan cepat selain kembali ke jalan pertama kali datang. Sebaiknya jika Anda ingin menyusuri gua ini, pakailah sepatu atau alas kaki yang tepat karena batu-batu yang menjadi pijakan saat berjalan cukup runcing dan tajam dan membawa penerangan seperti senter karena keadaan gua cukup gelap.

Satu lagi, jangan terlalu berisik karena akan mengganggu pendengaran kelelawar yang sangat peka dan sensitif dengan suara. Bisa-bisa, karena keributan kita mereka lalu panik kemudian terbang sembarangan dan menabrak kepala atau mata yang bisa menimbulkan luka cukup serius.

 

Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com