Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mr Turtle di Pantai Kuta...

Kompas.com - 17/01/2013, 21:20 WIB

I Wayan Raga, salah seorang penduduk asli pulau berbagi cerita bahwa dia sudah mempunyai, menjaga dan berusaha membudidayakan penyu-penyu hijau yang ada di penangkarannya jauh sebelum undang-undang perlindungan penyu diberlakukan. Pada tahun 1999 di daerah itu ada sentralisasi tempat pemeliharaan penyu, tapi karena di sana pasirnya berwarna hitam dan dihantam gelombang, akhirnya rusak.

Dia khusus membudidayakan penyu hijau (Chelonia mydas) di Pulau Serangan dan dia mempunyai beberapa tips. Penyu hanya mau bertelur di pasir dengan jenis tertentu. Misalnya penyu hijau (Chelonia mydas) yang hanya mau bertelur di pantai bersih berpasir putih keemasan dengan butiran halus dan suasananya tenang.

Sebelum direklamasi, Pulau Serangan merupakan tempat favorit penyu hijau bertelur, hingga disebut turtle island, namun setelah itu jarang sekali atau nyaris tidak ada lagi penyu hijau naik ke pantai untuk bertelur. Itulah sebabnya di Pulau Bali nyaris tidak ada penyu hijau dan akhirnya banyak dikatakan, penyu telah punah di Bali.

Hal kedua untuk membesarkan penyu hijau adalah sirkulasi air laut yang baik. I Wayan Raga memanfaatkan air laut yang ada di depan rumah dengan mengalirkannya ke dalam tempat penangkaran penyunya. Jadi jika air laut surut, di tempat penangkarannya masih ada sisa air laut sampai dengan 80 centimeter. Tapi jika air laut sedang pasang, air di kolam penangkarannya bisa mencapai lebih dari 2 meter.

Dia juga menerima banyak telur-telur penyu dari daerah lain seperti dari Banyuwangi, Jawa Timur atau Sukabumi, Jawa Barat. Di sini telur-telur itu akan ditetaskan dan dipelihara hingga besar.

Wayan menggunakan wadah hitam sebagai pengukur ketinggian air pada setiap keranjang berisi tukik karena setiap tahapan usia tukik membutuhkan tingkatan air berbeda-beda.

Makanannya pun berbeda-beda. Tukik yang masih kecil diberikan cacahan sea food seperti kerang atau udang windu. Setelah besar baru diberikan rumput laut. Dia membutuhkan waktu selama 4,5 tahun untuk menemukan cara tepat membesarkan penyu hijau (Chelonia mydas).

Sampai dengan saat ini dia hanya membudidayakan penyu hijau (Chelonia mydas). Wayan pernah mencoba memelihara penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dan penyu batu tapi gagal. Dia mengatakan belum berhasil mendapatkan cara yang tepat untuk membesarkan kedua jenis penyu tersebut.

Di penangkarannya, wisatawan bisa melihat tukik mulai dari usia 2–3 bulan sampai dengan 10–12 bulan, beberapa ekor penyu hijau (Chelonia mydas) berusia 80 tahun dan 32 tahun dan seekor penyu sisik (Eretmochelys imbricate) berwarna coklat. Penyu-penyu besar ini merupakan penyu-penyu yang terjaring nelayan saat melaut. Dan tukik baru bisa dilepas ke laut setelah berumur 10–12 bulan.

Wayan dan penangkaran penyu hijaunya (Chelonia mydas) dibina oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sejak tahun 2004. Sekarang ini dia sudah mempunyai MoU dengan BKSDA dan harus diperpanjang setiap dua tahun.

Coral plantation dan kuda laut (Hippocampus)

Berawal dari usaha individu seorang I Wayan Patut untuk memperbaiki lingkungan di sekitarnya, akhirnya menjadi gerakan kelompok atau komunitas. Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara yang dimotorinya membudidayakan terumbu karang, kuda laut (hippocampus) dan ikan cardinal banggai (Pterapogon kauderni).

Budidaya terumbu karang (coral) dilakukannya sejak tahun 2003 sedangkan budidaya kuda laut (Hippocampus) dimulai sejak tahun 2007. Bangunan tempat membudidayakan terumbu karang, kuda laut (Hippocampus) dan ikan cardinal banggai (Pterapogon kauderni) baru berdiri sejak tahun 2006 dan saat itu baru ada kolam dan terumbu karang saja. Akuarium beserta isinya baru diadakan sejak Januari 2012 dengan sponsor sebuah bank.

Rencana awalnya adalah coral plantation di Serangan seluas 6 hektar dimana baru 3 hektar yang direalisasikan sampai saat ini. Itu yang telah diusahakan oleh Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara bekerja sama dengan salah satu perusahaan swasta, sejak dua tahun lalu.

Ada tiga jenis kuda laut yang dipelihara dan dibudidayakan yakni Hippocampus Kuda, Hippocampus Histrix dan Hippocampus sp otede. Budidayanya dengan menggunakan dan mengalirkan air laut memakai pipa sepanjang 400 m ke penangkarannya. Kuda laut bisa dilepasliarkan setelah berumur 8 bulan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com