Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mr Turtle di Pantai Kuta...

Kompas.com - 17/01/2013, 21:20 WIB

PATUTLAH diberikan salut pada masyarakat Bali. Sesudah itu, teruskan penghargaan pada stakeholders pariwisatanya. Kisah ini bisa juga menginspirasi para calon inisiative namers, calon-calon pengambil inisiatif di daerah destinasi lain. Kemenparekraf mendukung kegiatan ekowisata ini, pastinya.

Jika kebetulan Anda sedang berada di Jalan Raya Pantai Kuta sekitar pukul 16.00 sore dan mendengar suara pengumuman pelepasan tukik (anak penyu) dari arah pintu gerbang pantai Kuta, Anda sedang mendengarkan suara Mr Turtle yang menginformasikan acara pelepasan tukik di pantai sore itu.

Saat ditemui, Mr Turtle sedang sibuk memberi aba-aba kepada para wisawatan, baik wisman maupun wisnus, yang hendak melepaskan tukik ke laut di pantai Kuta.

“Ya, betul dulu di sini ada pembantaian penyu. Nah, sekarang kami dari masyarakat, melakukan pelestarian. Selain menjadi promosi pariwisata, juga bagi turis akan mendapat pengalaman dan menikmati selama hidupnya. Makanya mereka terus berdatangan,” kata Mr Turtle.

Dimulai ketika seekor penyu naik ke pantai Kuta di tahun 2001. Hingga akhirnya 23.964 butir terkumpul dan 12.883 telur berhasil ditetaskan selama tahun 2012. Seiring dengan naiknya kembali penyu ke pantai Kuta, kegiatan melepas tukik pun dimulai sejak tahun 2001.

Jumlah tukik yang dilepas tergantung berapa telur menetas. Kalau menetasnya 1.000 butir, ya akan dilepas 1.000 ekor tukik ke laut. Jika menetasnya setiap hari, berarti setiap hari pula wisatawan akan berkesempatan melepas tukik.

“Yang jadi permasalahan kita sekarang ini kan pantai Kuta merupakan salah satu destinasi pariwisata internasional. Penyu mau bertelur itu harus di tempat sunyi, tidak ada orang. Kami dari masyarakat bersama Bali Sea Turtle Society, melibatkan masyarakat dan wisatawan dalam upaya penyelamatan penyu di Pulau Bali. Itulah kerja keras kita. Jadi kita berusaha keras untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi penyu-penyu yang datang untuk bertelur. Mereka ini biasanya datang pada malam hari, naik ke pantai sekitar pukul 21.00 saat high tide atau air pasang,” kata Mr Turtle.

Acara pelepasan tukik di pantai Kuta selalu diadakan pukul 16.45 dengan perhitungan, waktu tersebut menjelang matahari terbenam sehingga peluang mereka ini selamat lebih besar karena predatornya seperti burung, tidak bisa melihat mereka lagi saat hari telah gelap.

Acara ini ternyata memberi kesan mendalam kepada wisatawan. Ada yang mengirimkan surat elektronik hanya untuk menanyakan kapan pelepasan tukik berikutnya sehingga dia akan merencanakan liburannya sesuai jadwal tersebut.

Dia senang melihat penyu bertelur dan melepaskan tukik ke habitatnya karena banyak dari wisatawan yang sedang berlibur di sini, sepanjang hidupnya belum pernah melihat penyu bertelur, apalagi melihatnya menetas, dan melepasnya. Mungkin di sinilah satu-satunya tempat dia akan mempunyai kenangan seperti itu.

“Apalagi kami juga melibatkan anak-anak, mulai dari melihat penyu bertelur hingga menetaskannya. Nanti dia akan bercerita kepada teman-temannya di sekolah. Dari segi ekonomi tentunya itu besar sekali, kan?” kata Mr Turtle  yang bernama lengkap I Gusti Ngurah Tresna itu dengan bangga.

Di semua pantai di Bali hanya ada satu jenis penyu yang naik ke pantai, yakni penyu abu-abu, atau dalam bahasa lokal disebut lekang, atau olive ridley (Lepidochelys olivacea). Ternyata, semua pantai di Bali merupakan tempat penyu bertelur. Dan jenis tukik inilah yang dilepas di pantai Kuta.

Jadi, masyarakat Bali, khususnya masyarakat di sekitar pantai Kuta, turut menjaga lingkungan dan melestarikan hewan yang hampir punah ini, juga mengangkat citra Bali di dunia internasional. Di samping itu pemerintah juga sudah melindungi satwa ini dengan undang-undang.

Serangan, the Turtle Island

Pulau Serangan adalah sebuah gili, pulau kecil, berada di selatan Pulau Bali di Selat Lombok. Luas Pulau Serangan awalnya 112 hektar, setelah direklamasi menjadi 400 hektar dan 40 persen wilayahnya dihuni oleh nelayan.

I Wayan Raga, salah seorang penduduk asli pulau berbagi cerita bahwa dia sudah mempunyai, menjaga dan berusaha membudidayakan penyu-penyu hijau yang ada di penangkarannya jauh sebelum undang-undang perlindungan penyu diberlakukan. Pada tahun 1999 di daerah itu ada sentralisasi tempat pemeliharaan penyu, tapi karena di sana pasirnya berwarna hitam dan dihantam gelombang, akhirnya rusak.

Dia khusus membudidayakan penyu hijau (Chelonia mydas) di Pulau Serangan dan dia mempunyai beberapa tips. Penyu hanya mau bertelur di pasir dengan jenis tertentu. Misalnya penyu hijau (Chelonia mydas) yang hanya mau bertelur di pantai bersih berpasir putih keemasan dengan butiran halus dan suasananya tenang.

Sebelum direklamasi, Pulau Serangan merupakan tempat favorit penyu hijau bertelur, hingga disebut turtle island, namun setelah itu jarang sekali atau nyaris tidak ada lagi penyu hijau naik ke pantai untuk bertelur. Itulah sebabnya di Pulau Bali nyaris tidak ada penyu hijau dan akhirnya banyak dikatakan, penyu telah punah di Bali.

Hal kedua untuk membesarkan penyu hijau adalah sirkulasi air laut yang baik. I Wayan Raga memanfaatkan air laut yang ada di depan rumah dengan mengalirkannya ke dalam tempat penangkaran penyunya. Jadi jika air laut surut, di tempat penangkarannya masih ada sisa air laut sampai dengan 80 centimeter. Tapi jika air laut sedang pasang, air di kolam penangkarannya bisa mencapai lebih dari 2 meter.

Dia juga menerima banyak telur-telur penyu dari daerah lain seperti dari Banyuwangi, Jawa Timur atau Sukabumi, Jawa Barat. Di sini telur-telur itu akan ditetaskan dan dipelihara hingga besar.

Wayan menggunakan wadah hitam sebagai pengukur ketinggian air pada setiap keranjang berisi tukik karena setiap tahapan usia tukik membutuhkan tingkatan air berbeda-beda.

Makanannya pun berbeda-beda. Tukik yang masih kecil diberikan cacahan sea food seperti kerang atau udang windu. Setelah besar baru diberikan rumput laut. Dia membutuhkan waktu selama 4,5 tahun untuk menemukan cara tepat membesarkan penyu hijau (Chelonia mydas).

Sampai dengan saat ini dia hanya membudidayakan penyu hijau (Chelonia mydas). Wayan pernah mencoba memelihara penyu sisik (Eretmochelys imbricate) dan penyu batu tapi gagal. Dia mengatakan belum berhasil mendapatkan cara yang tepat untuk membesarkan kedua jenis penyu tersebut.

Di penangkarannya, wisatawan bisa melihat tukik mulai dari usia 2–3 bulan sampai dengan 10–12 bulan, beberapa ekor penyu hijau (Chelonia mydas) berusia 80 tahun dan 32 tahun dan seekor penyu sisik (Eretmochelys imbricate) berwarna coklat. Penyu-penyu besar ini merupakan penyu-penyu yang terjaring nelayan saat melaut. Dan tukik baru bisa dilepas ke laut setelah berumur 10–12 bulan.

Wayan dan penangkaran penyu hijaunya (Chelonia mydas) dibina oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali sejak tahun 2004. Sekarang ini dia sudah mempunyai MoU dengan BKSDA dan harus diperpanjang setiap dua tahun.

Coral plantation dan kuda laut (Hippocampus)

Berawal dari usaha individu seorang I Wayan Patut untuk memperbaiki lingkungan di sekitarnya, akhirnya menjadi gerakan kelompok atau komunitas. Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara yang dimotorinya membudidayakan terumbu karang, kuda laut (hippocampus) dan ikan cardinal banggai (Pterapogon kauderni).

Budidaya terumbu karang (coral) dilakukannya sejak tahun 2003 sedangkan budidaya kuda laut (Hippocampus) dimulai sejak tahun 2007. Bangunan tempat membudidayakan terumbu karang, kuda laut (Hippocampus) dan ikan cardinal banggai (Pterapogon kauderni) baru berdiri sejak tahun 2006 dan saat itu baru ada kolam dan terumbu karang saja. Akuarium beserta isinya baru diadakan sejak Januari 2012 dengan sponsor sebuah bank.

Rencana awalnya adalah coral plantation di Serangan seluas 6 hektar dimana baru 3 hektar yang direalisasikan sampai saat ini. Itu yang telah diusahakan oleh Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara bekerja sama dengan salah satu perusahaan swasta, sejak dua tahun lalu.

Ada tiga jenis kuda laut yang dipelihara dan dibudidayakan yakni Hippocampus Kuda, Hippocampus Histrix dan Hippocampus sp otede. Budidayanya dengan menggunakan dan mengalirkan air laut memakai pipa sepanjang 400 m ke penangkarannya. Kuda laut bisa dilepasliarkan setelah berumur 8 bulan.

Meskipun sudah mendapat perhatian dari BKSDA, tapi Patut belum mau mengurus perizinan budidaya. Jika memiliki izin perdagangan dan budidaya, mereka khawatir akan lebih berkonsentrasi pada sisi komersialsaja.

Dengan kelangkaan seperti ini, target mereka tidak untuk memperdagangkannya, tapi lebih berkonsenterasi pada konservasi dan melepasnya ke alam. Dengan menjadikan tempat ini sebagai tempat budidaya, bisa juga dimanfaatkan untuk pariwisata yang mengandung unsur pendidikan. Tujuannya adalah ekonomi berkelanjutan terutama bagi warga di Serangan.

“Kuda laut dilindungi sejak tahun 2004. Semua jenis kuda laut dilindungi sejak itu. Kuda laut sudah tidak bisa diperdagangkan kecuali mereka yang sudah punya izin budidaya. Saya sendiri tidak mau mempunyai izin itu, karena tempat kami ini sepenuhnya untuk konservasi, dan yang kami budidayakan di sini, kami kembalikan semua ke alam,” begitulah alasan yang disampaikan oleh Patut.

Tour operator membuatkan dan melaksanakan program menanam terumbu karang, melepas tukik atau kuda laut dalam paketnya. Informasi mengenai pentingnya melindungi penyu hijau (Chelonia mydas) dan kuda laut (Hippocampus) karena kedua binatang ini banyak diburu atau dibantai untuk kebutuhan komersial dan konsumsi manusia di dalam brosurnya, mendapat respon baik dari para wisatawan.

Tempat budidaya terumbu karang, kuda laut (Hippocampus) dan cardinal banggai (Pterapogon kauderni) adalah milik komunitas nelayan di Serangan. Modal awalnya dari Grand Environment Facility Small Grand Program (GEFSGP) untuk membangun penangkaran seperti ini. Akuarium, kuda laut (Hippocampus) beserta isi lainnya merupakan bantuan dari Dinas Perikanan Kota Denpasar dan Indonesia Power.

Green Island Bali, ponton atau keramba wisata yang diusahakan masih dalam tahap penyempurnaan. Lokasinya berada di Selat Lombok, berdekatan dengan ponton atraksi lumba-lumba dan ponton atraksi ikan hiu.

Ponton atau keramba wisata boleh dikatakan sebagai dermaga tempat wisatawan bisa snorkeling atau diving untuk menanam terumbu karang. Jenis terumbu karang yang ditanam di Green Island adalah sarkopiton, nepthyan, lobopiton, dan sinularia. Selain itu, pengunjung bisa melepasliarkan kuda laut (Hippocampus) sekaligus bisa melihat dan mengalami budidaya penyu di tengah laut.

Pengunjung juga bisa melihat berbagai jenis ikan mulai cardinal angel, brajanata, layaran, moris idol, butana, sapi-sapi, sersan mayor, trigger liris, kepe-kepe atau butterfly fish, dampsal, dan ikan kembung. Penyu hijau (Chelonia mydas) dari penangkaran I Wayan Raga juga bisa ditemui di sini. Dan pengunjung pun bisa berada sedekat mungkin melihat hiu sirip hitam dan putih dari tempat yang dibuat mirip sea walker dari ponton ini.

Bagi pengunjung yang belum pernah diving atau snorkeling, bisa mencobanya dengan melakukan semi diving. Telah disiapkan 6 tabung oksigen untuk 6–12 orang. Ada 6 orang nelayan, natural divers, yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Pesisir Karya Segara akan memandu para tamu melihat taman koral dan cara penanamannya di dalam ponton.

Seorang pemandu bisa memandu paling banyak 2 orang. Setelah itu, bagi yang ingin menanam dan melihat dari dekat coral plantation yang sebenarnya bisa melanjutkan perjalanan dalam waktu 5 menit dari ponton. Meskipun belum dibuka secara resmi, kegiatan menanam terumbu karang dan melepaskan tukik dan kuda laut hampir ada setiap hari dan bisa mencapai ratusan orang. (Arifin Hutabarat)

Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com