Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rakit Bambu, Upaya Mengenalkan Loksado

Kompas.com - 23/01/2013, 14:37 WIB

Suryani, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Hulu Sungai Selatan, mengatakan, kawasan Loksado juga memiliki potensi budaya berupa kegiatan masyarakat Dayak.

Di kawasan ini, terdapat 43 balai adat (rumah adat), yang terbesar adalah Balai Adat Malaris. ”Di sini, wisatawan bisa melihat aruh (upacara adat) jika kebetulan tepat waktunya, seperti saat panen,” katanya.

Aliansyah (30), salah seorang warga, menuturkan, jika ada wisatawan yang berminat naik rakit bambu, mereka bisa menyewakan ke warga. Uang sewanya Rp 250.000 untuk sekali jalan.

Uniknya, rakit bambu yang disewa untuk menyusuri sungai hingga ke hilir, nantinya tidak akan dibawa lagi ke hulu. Bambunya akan dijual kepada warga yang ada di hilir. Bambu itu akan digunakan untuk pagar bambu dan kurungan ayam. ”Harga jual bambunya Rp 20.000-Rp 25.000,” tambah Aliansyah. Kunjungan wisatawan di kawasan ini ramai pada bulan Agustus hingga akhir tahun.

Saat ini, paket wisata rakit bambu diakui tengah naik daun. Jasa wisata ini sebagian tak lagi dikelola oleh masyarakat secara sambilan. Sebagian dikelola secara profesional.

Maraknya paket wisata rakit bambu diikuti pula dengan tumbuhnya fasilitas bagi wisatawan lainnya. Fasilitas itu di antaranya fasilitas untuk penginapan para wisatawan. Saat ini, baru ada tiga penginapan. Tentu, hal itu belum cukup.

Persoalan lainnya, masalah infrastruktur jalan dan jembatan menuju Loksado juga masih perlu dibenahi. Kondisi jembatan di Tanuhi, misalnya, juga masih memprihatinkan. Begitu pula kendaraan angkutan bagi penumpang yang masih minim.

Sebagai daerah tujuan wisata, perkembangan Loksado tentu diharapkan juga membawa kemajuan dan kesejahteraan penduduknya. Namun, sudahkah itu semua terwujud?

Memang, belum semua masyarakat Dayak Loksado menikmati kesejahteraan itu. Kalaupun ada, itu baru segelintir orang. Tentu, jangan sampai seperti yang dikeluhkan tokoh masyarakat setempat, Sartono Petrus, ”Masyarakat cuma jadi penonton."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com