Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbalas Pantun di Agam

Kompas.com - 17/02/2013, 13:00 WIB

DI lereng Gunung Marapi terdapat sebuah pemukiman. Di sana, anak-anak dan pemuda Minangkabau sedang mempelajari tiga buah pelajaran yang telah menjadi tradisi turun-temurun di masyarakat. Kamga, pembawa acara “Explore Indonesia” di Kompas TV, mempelajari sebuah tradisi di Kabupaten Agam.

Sebuah tradisi yang bisa dibilang sangat memiliki korelasi dengan sebuah ungkapan khas Minang yang berbunyi “Adat basandi syara, syara basandi Khitabullah” yang artinya adat selalu bersendikan kepada agama dan agama bersendikan kepada kitab suci Alquran. Tiga pelajaran tersebut nantinya akan menjadi bekal mereka dalam mempelajari jasmani, rohani, dan juga adat di masa mendatang.

Tradisi di Minangkabau bukan hanya melekat dalam adat, namun juga mengakar pada sendi agama. Bekal ilmu rohani pun sudah ditanamkan sejak usia dini. Seperti tercermin pada kegiatan mengaji anak-anak di sebuah taman pendidikan Alquran di Nagari Balai Gurah, Kecamatan Ampek Angkek, Kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Tidak semua santri di TPA ini berasal dari kampung setempat. Sekitar 10 santri berasal dari luar kota. Mereka anak-anak Minang yang orangtuanya hidup merantau dan sudah tinggal di kota lain dan mengirim anaknya belajar mengaji di kampung leluhur.

Melengkapi bekal rohani, pelajaran untuk bekal jasmani juga tidak dilupakan. Dengan bekal keterampilan bela diri, seseorang akan menjadi kuat secara fisik dan mampu menjaga diri, bermental berani, sportif, dan berjiwa ksatria. Nilai-nilai itulah yang tertanam pada para peserta pencak silat Minang.

Pencak Silat Minang memiliki ciri khas tersendiri yaitu, tidak pernah menyerang, berprinsip mencari kawan bukan musuh, jika diserang bertahan dan menghindar. Tindakan melumpuhkan lawan hanya digunakan sebagai pilihan terakhir.

Bekal terakhir dan juga penting adalah pasambahan. Sebuah tradisi berbentuk kegiatan berbalas pantun.

Seorang laki-laki di Ranah Minang akan memikul tanggung jawab sebagai mamak atau yang dituakan dalam keluarganya. Ia akan bertanggungjawab kepada keponakannya. Sebagai contoh, ketika keponakannya menikah, maka mamak yang akan maju, salah satunya saat melakukan pasambahan.

“Bapak bisa bapak jelaskan Pasambahan itu apa pak?” Kamga bertanya kepada Ismail Tanjung, Pembimbing Pasambahan.

“Pasambahan itu adalah suatu tradisi di daerah Minangkabau ini umumnya, yaitu acara Pasambahan ini terdapatnya di waktu ada keramaian-keramaian, satu contoh di waktu Baralek, Perkawinan atau sekiranya ada yang meninggal di waktu pemakaman, orang umumnya mengadakan Pasambahan,” jelas Ismail Tanjung.

Jadi, lanjutnya, tujuan Pasambahan ini salah satunya untuk suatu masalah itu dengan perundingan. Orang Minang umumnya memutuskan suatu masalah itu dengan cara mufakat.

“Itulah salah satu pengertian dari Pasambahan,” tutur Ismail.

Peserta pasambahan terbagi dua kelompok saling berhadapan yang akan berdialog dan berunding dengan banyak menggunakan bahasa pantun dan dapat berlangsung selama berjam-jam lamanya.

Tradisi Pasambahan menyempurnakan tiga bekal ilmu bagi para pemuda Minang. Budaya Musyawarah untuk mufakat dalam pasambahan menunjukkan kultur demokrasi sudah mengakar pada kehidupan masyarakat Minangkabau sejak lampau. (Kompas TV/ Anjas Prawioko/ Amelia Tagaroi/ Adelia Devita)

Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com