Mengunjungi museum memang bukan untuk merasakan sensasi, melainkan untuk mengenal sejarah. Melalui museum bisa menjadi sarana pembelajaran sejarah dengan cara menyenangkan.
Komunitas Historia Indonesia (KHI) bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) mengadakan tur kunjungan ke Museum BI, Jakarta, pada Sabtu (16/2) malam. Tur ini dimulai pukul 19.00 yang diawali dengan pemutaran film sejarah berdirinya BI. Peserta tur beragam, mulai dari siswa sekolah dasar hingga orang tua. Tampak semburat penasaran dan antusiasme di wajah mereka.
Putri, seorang mahasiswi yang menjadi salah satu peserta, mengaku baru pertama kali dia ikut tur kunjungan museum pada malam hari. Dia pernah mengunjungi Museum BI pada siang hari. ”Saya penasaran karena biasanya museum itu terkesan seram di kala malam. Makanya saya tertarik,” ujarnya.
Tur keliling museum pada malam hari ini gratis sehingga banyak warga yang ingin ikut. Namun, penyelenggara membatasi hanya 120 peserta. Peserta ini lalu dibagi menjadi lima kelompok. Setiap kelompok didampingi seorang pemandu dari Museum BI dan KHI.
Pemandu sibuk menerangkan setiap peristiwa yang terbingkai di properti museum. ”Awalnya, di sini berdiri Rumah Sakit Binnen yang artinya rumah sakit yang dikelilingi benteng. Pada tahun 1828, RS Binnen dirobohkan dan didirikanlah De Javasche Bank (DJB). DJB ini merupakan cikal bakal BI setelah terjadi nasionalisasi pada 1 Juli 1953,” terang pemandu Iis Siti, saat memulai perjalanan keliling museum.
Pada hari biasa (siang hari) tidak semua ruangan di area seluas 14.000 meter persegi ini dapat dikunjungi. Ruangan direksi, ruang hijau, ruang penyebaran dan pengedaran uang hanya dibuka untuk acara-acara khusus. Pengunjung saat itu bisa masuk ke tiga ruangan ini.
Ruangan direksi adalah ruang kerja direksi BI. Ruang hijau adalah ruang yang biasa digunakan untuk rapat. Ruang penyebaran dan pengedaran uang, ruang yang berisi berbagai uang dari masa ke masa. Di ruangan ini terdapat pula alat pencetakan uang.
Selanjutnya, pengunjung dapat melihat lebih dekat tekstur uang dengan kaca pembesar. Bergantian, para peserta tur menempelkan mata ke kaca pembesar dan berdecak kagum ketika mengetahui uang itu terbuat dari emas, atau benda langka lainnya, seperti kain kuno.