Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golo Lusang Hijau, Kehidupan Terjaga

Kompas.com - 02/03/2013, 11:25 WIB

Oleh Samuel Oktora

Dalam kesejukan, diwarnai kesegaran embun pagi, Bukit Golo Lusang yang hijau membentang di Kecamatan Langke Rembong, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Ratusan orang, dari anak-anak hingga orang dewasa, berdatangan ke bukit yang ditetapkan sebagai Bukit Yubileum itu.

Nama baru bukit itu terkait dengan perayaan Yubileum 100 Tahun Gereja Katolik Manggarai, Oktober 2012. Keuskupan Ruteng bersama umat Katolik dan warga lain melakukan penghijauan dengan menanam 1.600 batang tanaman lokal di Bukit Golo Lusang itu. Kegiatan serupa tahun 2005 dilakukan Kwartir Cabang Gerakan Pramuka 2412 Manggarai di area seluas 10 hektar. Selain itu, karyawan BRI Maumere, Kabupaten Sikka, juga menanami lahan seluas 5 hektar di bukit itu.

Uskup Ruteng Mgr Hubertus Leteng, beberapa waktu lalu, menyatakan gerakan itu sebagai bentuk kepedulian gereja terhadap kelestarian lingkungan hidup. ”Gereja tak pernah berhenti mengajak seluruh umat untuk menjaga dan melestarikan lingkungan hidup. Seluruh umat juga diajak untuk mempunyai kesadaran merawat bumi sebagai ibu secara arif,” katanya.

Gerakan ini didukung Pemerintah Kabupaten Manggarai, mengingat debit air akhir-akhir ini di Ruteng makin berkurang. ”Kondisi saat ini telah berubah, tidak seperti 20 tahun lalu. Dulu, ketersediaan air bersih melimpah,” kata Wakil Bupati Manggarai Deno Kamelus. Namun, kini ketersediaan air bersih kian menipis. Ada kecemasan luar biasa di masyarakat menyangkut air minum. Untuk air bersih, masyarakat Ruteng memiliki ketergantungan tinggi pada Bukit Golo Lusang.

Taman wisata alam

Golo Lusang berada dalam Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng yang luasnya mencapai 200.000 hektar. Bukit ini adalah satu dari 29 kawasan konservasi di NTT yang secara keseluruhan seluas 32.245,6 hektar.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam NTT Wiratno menjelaskan, TWA Ruteng adalah sistem penyangga kehidupan yang perlu dilestarikan untuk mendukung kehidupan dan kesejahteraan masyarakat Manggarai Raya, yang meliputi Kabupaten Manggarai Barat, Manggarai, dan Manggarai Timur. Penduduk di daerah ini kini sekitar 853.937 jiwa.

Sebagai sistem penyangga kehidupan, TWA Ruteng menjadi hulu dari 34 sungai di Manggarai dan Manggarai Timur. Sungai itu mengairi 3 irigasi teknik, 5 irigasi setengah teknik, dan 317 irigasi sederhana yang digunakan untuk mengairi sekitar 18.518 hektar sawah di 54 desa dan 9 kecamatan.

Aliran sungai itu juga dipakai untuk pembangkit listrik tenaga mikrohidro Wae Garit di Manggarai dan Wae Mokel di Manggarai Timur. Hal ini menunjukkan pentingnya peran TWA Ruteng. TWA Ruteng juga menjadi rumah bagi 252 jenis tumbuhan, 21 jenis mamalia, 9 jenis reptilia, 13 jenis amfibi, dan 65 jenis burung.

Jenis tumbuhan yang banyak terdapat di kawasan itu, antara lain, kenda (Prunus wallacea), waek (Albizia lophanta), lui lembak (Alstonia spectabilis), lui poco (Fraxinus griffithii), dan sita (Alstonia scholaris). Beberapa tumbuhan obat juga tumbuh di kawasan itu dan dipakai secara tradisional oleh warga, antara lain liti (Drymaria cordata), kadung (Jatropha curcas), mera (Melia azedarach), dan lintep (Sida rhombifolia).

Burung yang hidup di TWA Ruteng, antara lain, hantu kecil (Otus alfredi), serindit flores (Corvus florensis), beo flores (Gracula religiosa mertensi), elang flores (Spizaetus cirrhatus floris), dan ngkiong (Pachychepala nudigula nudigula).

Obyek wisata

Dalam TWA Ruteng juga terdapat sejumlah obyek wisata alam, seperti Danau Ranamese. Danau seluas 5 hektar dengan kedalaman sekitar 43 meter ini berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (mdpl). Obyek wisata lain adalah air terjun Cunca Rede setinggi 30 meter. Namun, daya tarik utama wisata di kawasan ini adalah puncak Gunung Ranaka yang menjadi lokasi wisata religi.

Puncak gunung ini berada di ketinggian 2.140 mdpl, yang merupakan puncak tertinggi kedua setelah Mandosawu (2.400 mdpl) pada mata rantai pegunungan Ruteng. Pada 1987, Gunung Ranaka meletus dan melahirkan gunung api baru, Anak Ranaka.

”TWA Ruteng juga merupakan satu-satunya hutan tropis di daratan Flores. Keberadaan hutan di Ruteng ini ibarat spons. Waktu hujan menyerap air sehingga mencegah banjir dan pada musim kemarau menstabilkan siklus air. Kalau hutan tutupan di sini banyak yang rusak, debit air berkurang, akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, termasuk untuk pertanian dan kebutuhan air minum. Indikasi semakin berkurangnya debit air di Ruteng dimungkinkan selain pengaruh perubahan iklim global, juga makin banyaknya pembukaan lahan untuk permukiman,” tutur Wiratno.

Sebagai bentuk tanggung jawab Gereja terhadap pelestarian lingkungan, Uskup Hubertus dalam momentum Yubileum meminta setiap paroki (wilayah umat gereja) memiliki satu wilayah khusus untuk konservasi alam. Keuskupan Ruteng memiliki 76 paroki.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com