DENPASAR, KOMPAS.com--Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), majelis tertinggi umat Hindi di Bali mengimbau umat, khususnya kalangan generasi muda dalam membuat ogoh-ogoh, boneka ukuran besar berkaitan malam pengrupukan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1935, tetap berpenampilan sopan dan mencerminkan nilai estetika.
"Ogoh-ogoh yang akan diarak keliling Banjar, desa maupun kota pada Senin malam (11/3), tidak menyinggung perasaan siapapun, tidak mengandung pesan sponsor dan tidak porno," kata Ketua PHDI Bali, Dr I Gusti Ngurah Sudiana di Denpasar, Selasa.
Ia mengatakan, penampilan ogoh-ogoh seperti yang sudah banyak dibuat anak-anak muda di setiap banjar atau desa adat (pekraman) menyerupai bentuk "Bhuta kala", agar sejalan dengan makna "Ngerupuk" sehari menjelang Hari Suci Nyepi.
Pengarakan ogoh-ogoh keliling lingkungan, banjar dan desa adat bertujuan untuk menetralisir semua kekuatan dan pengaruh negatif "Bhuta kala" atau makluk yang tidak kelihatan.
Dengan demikian Bali, Indonesia dan dunia diharapkan menjadi bersih dan bebas dari segala gangguan makluk dan roh jahat, harap Ngurah Sudiana.
Ia mengingatkan, prajuru desa adat wajib berkoordinasi dengan polsek dan polres untuk mengamankan pelaksanaan pawai ogoh-ogoh tersebut, agar dapat terlaksana dengan sukses dan lancar, terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Kegiatan tersebut dilarang disertai dengan menyalakan petasan/mercon dan bunyi-bunyian sejenisnya yang sifatnya mengganggu kesucian Hari Raya Nyepi maupun membahayakan ketertiban umum.
Hal itu sesuai dengan seruan bersama majelis lintas agama dan keagamaan di Provinsi Bali dalam menyukseskan pelaksanaan Hari Suci Nyepi, Tahun Baru Saka 1935 yang jatuh pada hari Selasa, 12 Maret 2013, tutur Ngurah Sudiana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.