MAGELANG, KOMPAS.com - Segala fenomena Candi Borobudur memang ladang inspirasi bagi para perupa. Ribuan karya perupa telah tercipta, termasuk empat pelukis Enggar Yuwono, Godek Mintaraga, Maman Rahman, dan Yaksa Agus.
Kali ini, mereka menampilkan karya seni rupa yang berbeda. Karya sarat makna yang tidak pernah "tertangkap" dan "terungkap" oleh kebanyakan orang, tentang The Great Stone in The World berikut sosiokulturalnya yang terjadi di sekitarnya. Lantas mereka kumpulkan atau rangkum dalam sebuah pameran lukisan bertajuk "UNTOLDology".
Pameran yang acara pembukaannya diresmikan oleh perupa Nasirun tersebut berlangsung di Limanjawi Art House, Borobudur, Magelang, Minggu (3/3/2013). Pameran berlangsung hingga Rabu (3/4/2013) mendatang.
Bagi mereka, Candi Budha peninggalan dinasti Syailendra itu menyimpan banyak cerita yang tidak pernah terungkap oleh khalayak, bahkan tak sempat terpahatkan pada relief-relief candi. Fenomena-fenomena sosial, politik, dan sejarah para pewaris Wangsa Syailendra dan perkembangannya, justru menarik untuk diceritakan.
Dalam lukisan Enggar Yuwono, misalnya, yang berjudul "Budha@ FB 3", dengan teknik realis, Enggar melukiskan wajah Sang Buddha, di depan wajahnya dipasang kaca pelindung atau tameng milik Polisi Anti Huru-Hara. Di kaca pelindung itu pula tampak sebuah gambar sampul depan jejaring Facebook layaknya sebuah komputer.
Barangkali, Enggar ingin menunjukkan bahwa saat ini akses internet bukan hal yang luar biasa. Siapa pun bisa memanfaatkan teknologi canggih itu untuk segala hal. Mulai dari mencari teman, berkirim surat, berdagang bahkan yang hanya narsis-narsisan pun bisa.
"Kini teknologi canggih itu sudah ada di perangkat yang bisa kemana-mana. Bukan hal yang luar biasa lagi dan lewat seni rupa ini kami ingin mencoba menggiring masyarakat untuk memahami teknologi internet, dari gejala hingga dampaknya," tutur pelukis kelahiran Pekalongan, 6 September 1965 itu.
Alumnus ISI Yogyakarta itu juga menuangkan pendapatnya dengan dua karya lainnya yakni "Plasticnet #1" dan "Plasticnet #2". Dalam dua karya ini, Enggar ingin memperjelas bahwa di samping berdampak positif, internet juga bisa berdampak negatif khususnya bagi generasi muda. Seperti, situs "dewasa" yang dengan mudah mereka akses, maraknya pemerkosaan dan penculikan via Facebook.
Perupa lainnya, Godek Mintaraga, menampilkan karya berjudul "Menuju Tempat Terindah", digambarkan sejumlah awan putih mengambang di bawah langit. Di atas awan-awan yang berarak itu, dua di antaranya bersemayam Candi Borobudur dan sebuah rumah. Sedangkan di atas awan-awan lainnya kosong. Sepertinya, menggambarkan suatu pilihan hidup dan harapan-harapan manusia tentang kedamaian dan keindahan.
Lain lagi dengan Maman Rahman. Ia lebih tertarik pada aktivitas kehidupan sosial masyarakat di sekitar Candi Borobudur. Salah satunya, ia melukis para pekerja penatah batu-batu Merapi, dan diberinya judul "Apresiasi Budaya" dan "Generasi Penerus".
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.