Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bocah-bocah Beranting dari Tenganan

Kompas.com - 14/03/2013, 13:25 WIB

Bagi warga Tenganan, hidup memang seperti menjadi rangkaian dari upacara ke upacara. Setelah akil-balig, mereka harus dikarantina selama satu tahun untuk mempelajari adat istiadat warisan leluhur. Generasi muda Tenganan itu lantas diajak berkeliling desa untuk mengenali batas wilayah.

Tradisi menulis awig atau aturan adat hingga tulisan epos Ramayana dan Mahabharata di atas daun lontar pun tetap dipertahankan. Cara paling populer mempertahankannya dengan menggambar dan menuliskannya dalam bentuk suvenir untuk para turis. Desa Tenganan biasanya ramai dikunjungi turis ketika digelar ritual perang pandan yang berlangsung 30 hari di bulan Juni.

Pantai alami

Desa Tenganan terletak berdekatan dengan obyek wisata Pantai Candidasa. Candidasa merupakan cerminan Pantai Kuta pada beberapa dekade lalu. Kecantikan Pantai Candidasa terus bertahan alami tanpa polesan. Pantai Candidasa menyajikan keunikan hamparan pasir putih sekaligus pasir hitam.

”Saya bangun di pagi hari dan enggan meninggalkan hotel. Panorama Pantai Candidasa dari kamar hotel sangat luar biasa indah,” kata Jamy, turis asal Perancis.

Berbeda dengan Pantai Kuta yang sudah disesaki pertokoan, restoran, dan bar, Candidasa memang masih bernuansa pedesaan. Terletak di Dusun Sumuh, Desa Bugbug, Karangasem, Candidasa bisa ditempuh dua jam perjalanan naik mobil dari Denpasar.

Destinasi ini cenderung sunyi sehingga pengunjung bisa dengan mudah menemukan ketenangan. Gerusan abrasi menjadi salah satu penyebab sehingga kunjungan wisatawan ke kawasan pantai nan cantik ini tak sebanyak Pantai Kuta atau Sanur.

Beberapa wisatawan asing memilih menikmati Candidasa dengan menyewa jukung nelayan dan memancing ke tengah laut. Sebagian di antara mereka menyelam di antara gugusan pulau-pulau kecil yang berarus deras.

Untuk menahan gerusan abrasi, tanggul pemecah ombak tampak dibangun di beberapa titik pantai. Tanggul pemecah ombak itu bersanding dengan beberapa pura yang berdiri kokoh di pinggir pantai.

Warga Candidasa, I Ketut Subaga, mengaku terkenang suasana Pantai Kuta beberapa puluh tahun lalu tiap kali menatap Pantai Candidasa. Dulu, ia harus menerobos ladang dan rerimbunan pohon di tegalan milik penduduk jika ingin menikmati matahari tenggelam di Pantai Kuta.

Kemurnian Desa Tenganan dan kealamian Candidasa mampu memberi kenangan unik tentang keaslian dan keasrian Bali....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com