Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merawat Kampung ala Dayeuhluhur

Kompas.com - 23/03/2013, 11:22 WIB

BELASAN tahun merantau di Bandung, Jawa Barat, tak membuat Hanum Sujana (35) dan teman-temannya abai terhadap kondisi Dayeuhluhur, tanah kelahiran mereka. Menyaksikan gejala kerusakan lingkungan dan keengganan warga menjaga alamnya, hati kecil tergerak memulai perubahan.

Lewat jejaring Facebook, gagasan dituangkan, rencana aksi dibahas interaktif. Semangat merawat (lembur) kampung pun dirintis.

Dua dasawarsa terakhir, kekeringan selalu melanda wilayah Dayeuhluhur setiap datang musim kemarau. Sementara pada musim hujan, beberapa desa di perbukitan selalu menjadi daerah langganan longsor. Sebagai daerah yang berada di hulu sejumlah sungai, kian berkurangnya pohon-pohon penyerap air memicu potensi bencana di wilayah yang lebih rendah. Belum lagi banyak potensi wisata terbengkalai akibat sikap abai warga terhadap konservasi lingkungan.

Masih lekat dalam ingatan Hanum, ramai wisatawan menikmati elok alam Curug Cimandaway pada akhir 1990-an sebelum dia meninggalkan Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Belasan tahun berlalu, obyek wisata itu terbengkalai. Jalur menuju curug tertutup rumput liar, pemerintah seolah tutup mata.

”Mungkin saking jauhnya dengan pusat kabupaten, warga di Dayeuhluhur seperti terlupakan. Ini termasuk yang menggugah kami, yang sudah lama merantau ini, jadi prihatin,” tutur Hanum yang hampir 20 tahun merantau di Kota Bandung, Minggu (17/3/2013).

Pernyataan Hanum tak berlebihan. Dayeuhluhur cukup terpencil di ujung barat Jawa Tengah dan berbatasan langsung dengan Kota Banjar, Jawa Barat. Berjarak 120 kilometer (sekitar dua jam) dari pusat kota Cilacap, warga Dayeuhluhur justru lebih banyak berinteraksi ke wilayah Jabar sejarak 12 kilometer yang ditempuh dalam waktu 15 menit. Bahasa yang digunakan di wilayah ini pun bahasa Sunda.

Keinginan Hanum berkeluh kesah akan kondisi kampungnya terwadahi ketika secara kebetulan, pada 2009, Anto Tardo, yang juga asal Dayeuhluhur, membuka akun Facebook untuk menjalin silaturahim dengan teman sesama satu daerah. Lama-kelamaan, pertemanan itu berkembang. Mereka berdiskusi di dunia maya dan terbentuklah Dayeuhluhur On Facebook (DOF), komunitas yang beranggotakan orang-orang asal Dayeuhluhur dan berdomisili di mana pun.

”Kami pakai akun itu untuk bertukar pikiran. Muncul keprihatinan terhadap gejala kerusakan alam di Dayeuhluhur. Sebagai langkah awal, kami masuk dari sektor pariwisata,” ujarnya.

Hidupkan pariwisata

Anggota DOF sepakat menghidupkan kembali pariwisata Curug Cimandaway yang berasal dari aliran Sungai Singaraja yang jatuh ke aliran Sungai Cikawalon. Meski gagasan ini diawali para perantau, mereka sadar tak dapat berbuat banyak tanpa melibatkan warga kampung. Lewat forum media sosial pula dibentuk struktur kepanitiaan pembukaan kembali curug lewat program Ngarumat Lembur (merawat kampung halaman) jilid pertama pada 16 Maret 2010.

Para perantau pun pulang bergabung dengan warga bekerja bakti membersihkan ilalang dan melandaikan tebing menuju curug. Anggota DOF juga urunan swadaya membeli pasir dan batu kerakal guna mempermudah akses jalan. Hasilnya, jalur yang sebelumnya hanya jalan setapak dilebarkan dan bisa dimasuki kendaraan roda empat.

Menurut Dede Husen (32), penggerak DOF yang tinggal di Desa Hanum, Dayeuhluhur, keberhasilan pembukaan Curug Cimandaway memantik semangat personel DOF lain. Publikasi di akun Facebook membuat para anggota forum, yang sebelumnya pasif, lebih antusias.

”Setelah keberhasilan Ngarumat Lembur pertama, banyak yang berkomentar positif di Facebook. Banyak dorongan supaya DOF berbuat lebih,” ujar Dede.

Anggota forum DOF yang sengaja membentuk kelompok secara kolegial tanpa struktur kepengurusan tetap itu sepakat memulai penghijauan di sejumlah lahan kritis. Pemikiran ini didasari kondisi riil sejumlah warga Dayeuhluhur yang terletak di cekungan perbukitan tersebut.

Mukhamad Darojat (35), warga Desa Dayeuhluhur, menyebutkan, kendati lingkungan setempat masih ditumbuhi banyak pohon, setiap musim kemarau, debit air ke permukiman menyusut drastis. Ini terjadi sekalipun di wilayah yang dekat hulu sungai.

”Bahkan, maaf, untuk buang air sekalipun harus keluar rumah karena tidak ada air,” tuturnya.

Setelah dicari tahu lebih jauh, ternyata, warga yang tinggal di wilayah perbukitan hanya menanam pohon yang menguntungkan secara ekonomi, seperti albasia yang dalam jangka waktu 3-5 tahun dapat dijual. Mereka enggan menanam pohon yang mampu menahan air lebih banyak.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Cilacap, Wasi Ariyadi mengakui, sejumlah wilayah di Cilacap bagian barat, termasuk Dayeuhluhur, termasuk wilayah rawan longsor dan rawan kekeringan atau krisis air bersih. Selain itu, sebagai salah satu wilayah hulu sungai, pelestarian alam Dayeuhluhur penting artinya bagi ekosistem di daerah hilir.

DOF pun berinisiatif membuat Bank Pohon Dayeuhluhur (BPD) pada 2011. Mereka mengumpulkan bibit pohon dari berbagai elemen masyarakat, perusahaan, dan pemerintahan yang peduli lingkungan lalu disalurkan ke desa-desa. BPD juga berupaya membibitkan pohon secara mandiri.

Hingga kini, DOF telah berhasil menanam lebih dari 20.000 pohon sumbangan dari Perhutani, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Cilacap, hingga Pertamina. Bibit pohon itu terdiri dari petai, mangga, ketapang, sukun, picung (kluwak), salam, mahoni, dan trembesi.

Mereka biasa memanfaatkan momen Hari Menanam Pohon Nasional setiap November untuk menggelar penanaman pohon. Terakhir, Ngarumat Lembur jilid keempat digelar Desember 2012. Penanaman pohon sejak 2010 itu telah dilakukan di tujuh desa, yakni Desa Datar, Hanum, Panulisan Barat, Panulisan Timur, Bingkeng, Ciwalen, dan Cijeruk, dengan sasaran lahan-lahan kritis di daerah aliran Sungai Cikawalon, Singaraja, Cidayeuh, Cibeet, dan Cijolang yang melintasi Dayeuhluhur.

Supaya warga mau merawat pohon yang telah ditanam, sejak 2012, DOF ”menitipkan” langsung bibit itu untuk ditanam warga. ”Harapannya, warga merasa memiliki sehingga mau merawatnya,” tutur Andi Jaloe (32), pegiat DOF.

Sadar bahwa virus cinta lingkungan harus ditularkan ke generasi muda, DOF mendekati remaja setempat. Mereka mengajak siswa SMA mengenal lingkungan lewat sekolah alam yang dinamai Kemah Sahabat Alam Dayeuhluhur (Kesada).

Pada kegiatan perkemahan itu, kata Asep Andi Rahman (26), pegiat DOF lainnya, para remaja diajak menyusuri perbukitan setempat. ”Kami ingin anak-anak Dayeuhluhur punya kecintaan terhadap lingkungan sejak dini,” ujarnya.

DOF juga beberapa kali menggelar pelatihan pertanian organik bagi petani setempat. Diharapkan, secara perlahan, pengelolaan pertanian sayuran maupun sawah dapat dilakukan secara organik hingga kesuburan tanah tetap terjaga.

Karena memiliki anggota yang tersebar di penjuru Nusantara, pertanggungjawaban setiap kegiatan dipampang secara transparan di laman akun Facebook. Ini dimaksudkan agar semua anggota mengetahui pelaksanaan kegiatan dan penggunaan anggaran saweran dari mereka.

Kini, jumlah anggota akun DOF tercatat sekitar 2.033 orang. Mereka coba memperluas jangkauan dengan mengubah nama DOF menjadi Dayeuhluhur on Forum.

Seperti disampaikan Endom Kustomo, salah satu sesepuh DOF, apa yang mereka lakukan hanya menjadi semacam pelecut semangat cinta lingkungan bagi warga lain. Inspirasi ”hijau” yang diharapkan membangunkan kembali rasa bangga dan cinta masyarakat Dayeuhluhur terhadap kampung halamannya. (GREGORIUS M FINESSO)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

Travel Update
Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

Travel Update
Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Usung Konsep Eco Friendly, Hotel Qubika Bakal Beroperasi Jelang HUT Kemerdekaan RI di IKN

Hotel Story
Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Ada Women Half Marathon 2024 di TMII Pekan Ini, Pesertanya dari 14 Negara

Travel Update
5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

5 Tempat Wisata di Tangerang yang Bersejarah, Ada Pintu Air dan Makam

Jalan Jalan
Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Dampak Rupiah Melemah pada Pariwisata Indonesia, Tiket Pesawat Mahal

Travel Update
4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

4 Tempat Wisata di Rumpin Bogor Jawa Barat, Ada Curug dan Taman

Jalan Jalan
Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Rusa Jadi Ancaman di Beberapa Negara Bagian AS, Tewaskan Ratusan Orang

Travel Update
5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

5 Rekomendasi Playground Indoor di Surabaya untuk Isi Liburan Anak

Jalan Jalan
Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Pilot dan Pramugari Ternyata Tidur pada Penerbangan Jarak Jauh

Travel Update
Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Desa Wisata Tabek Patah: Sejarah dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Komodo Travel Mart Digelar Juni 2024, Ajang Promosi NTT ke Kancah Dunia

Travel Update
Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Tips Pilih Makanan yang Cocok untuk Penerbangan Panjang

Travel Tips
Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Harapan Pariwisata Hijau Indonesia pada Hari Bumi 2024 dan Realisasinya

Travel Update
5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

5 Tips Menulis Tanda Pengenal Koper yang Aman dan Tepat

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com