Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 30/03/2013, 08:27 WIB

DARI tanah kelahirannya di India, kari berdiaspora ke seluruh penjuru negeri. Dan, di setiap tempat persinggahannya, kari mengalami evolusi baik nama, tampilan, bentuk, maupun rasa. Itu pula yang terjadi di Medan dan Aceh.

Aroma daun kari langsung tercium begitu semangkuk kari chollay tersaji di meja makan Restoran Cahaya Baru, Medan, Sumatera Utara. Kuah kari, santan kental berwarna coklat, berminyak kemerahan, hampir seperti karamel, membalur kacang kuda berwarna kuning dan kacang kapri yang hijau.

Itulah sajian utama menu vegetarian di Cahaya Baru, semangkuk kari sayur, dengan kacang kuda sebagai bahan utamanya. ”Menu ini paling laris dipesan pada hari Selasa dan Jumat, hari ketika umat Hindu biasa berpantang menyantap,” ujar Malini (32), salah satu koki utama di Cahaya Baru.

Cecapan pertama kari langsung mengentak. Terasa benar chollay teracik dari berbagai rempah dan bumbu, dengan takaran bumbu yang ”ganas”, tajam, beraneka rasa, tetapi masih nyaman di lidah. ”Kalau dibandingkan dengan kari yang dimasak di India, rasa kari kami jauh lebih lembut. Di sana, racikan bumbu kari jauh lebih ekstrem, rasa karinya jauh lebih tajam oleh rempah. Pedasnya pun pedas lada,” ujar Malini.

Malini mewarisi keahlian meracik bumbu-bumbu kari dari mertuanya, Jacoba (50). Jacoba dan suaminya, Anthony Selliah, merintis kedai makan khas India itu sejak tahun 1994. Kini, restoran itu memiliki lebih dari seratus menu khas India utara dan India selatan, termasuk aneka kari vegetarian, kari kambing, kari ikan, kari ayam.

Malini memilihkan kari kambing yang tersaji mirip chollay. Bau khas daging kambing yang biasanya kuat nyaris tak tercium, lagi-lagi kalah oleh semerbaknya daun kari. Daging kambingnya begitu empuk, kuah karinya kental dan terasa lebih tajam rempah dan bawang putih.

”Ini salah satu bumbu terpenting kami,” ujar Malini menunjukkan semangkuk graby, pasta putih campuran bawang merah, bawang bombai, ketumbar, bubuk cabai, dan beberapa rempah lain. ”Apa pun masakan karinya, pasti memakai pasta yang kami racik sendiri ini,” ujar Malini.

Kari Aceh

Seperti halnya di Medan, kari di Aceh juga mengalami metamorfosis. Muhammad (45), juru masak kari di Desa Pupu, Kecamatan Ulim, Kabupaten Pidie Jaya, mengatakan, kari buatannya mengandung lebih dari dua puluh jenis bumbu dan rempah, antara lain lada, kaskas, ketumbar, kayu manis, pala, asam jawa, cengkeh, kapulaga, lawang keling, jintan, daun kari, cabai, pandan, serai, bawang merah, bawang putih, kacang tanah, santan, kelapa kukur, dan kelapa gongseng.

Tidak heran jika kari pidie kuat dengan aroma rempah. Jejak lada, ketumbar, dan kapulaga terasa sangat jelas di setiap tetes kuahnya yang tidak begitu kental. ”Kari Pidie, ya, seperti ini,” kata Muhammad menegaskan.

Walaupun bagi kebanyakan orang luar Aceh kari pidie itu ”sangat India”, Muhammad punya pendapat berbeda. Dibandingkan dengan kari india, atau bahkan kari di Medan, kari pidie rasanya jauh lebih ringan.

Di Aceh Besar dan Banda Aceh, cita rasa kari lebih ringan lagi. Jenis bumbu dan rempah yang digunakan pun minimalis. ”Kami tidak menggunakan lada. Rasa pedas kari kami berasal dari cabai. Kami juga tidak menggunakan santan, tetapi pakai kelapa gongseng dan kelapa kukur yang telah dihaluskan,” kata Azhari Abdullah (59), juru masak kari di Kampung Rukoh, Syahkuala, Banda Aceh.

Azhari, dan juga kebanyakan masyarakat Aceh Besar, tidak menyebut masakan yang menggunakan daging sapi dan kambing itu sebagai kari, tetapi kuah belangong. Masyarakat Aceh Besar biasanya menggunakan istilah kari hanya untuk masakan itik atau ayam. Rasa kuah belangong ringan, gurih, tanpa bau harum bunga lawang keling, kapulaga, sereh, dan aneka rempah pengharum lainnya. Selain daging kambing atau lembu, di dalam kari buatan Azhari terdapat pisang kepok muda dan potongan buah kluwih (Artocarpus camansi). Terkadang dia menambahkan hati batang pisang.

Di Meulaboh, Aceh Barat, kari lazim menggunakan daging kerbau ditambah potongan pisang kepok muda. Cut Nyak Mizar, anggota Majelis Adat Aceh Barat yang biasa memasak kari, menjelaskan, bumbu kari yang digunakan antara lain lada, cabai merah kering, cabai rawit, ketumbar, lawang keling, cengkeh, jintan, kayu manis, jahe, pala, daun kari, kaskas, bawang merah, bawang putih, kunyit, serai, jeruk, dan kelapa gongseng.

Kuah kari meulaboh berwarna coklat kemerahan. Rasa rempahnya cukup tajam, tetapi tidak setajam kari pidie. ”Kari pidie lebih dekat dengan kari india. Kalau kari meulaboh mengarah ke gulai minang atau melayu,” ujar Cut Nyak berpendapat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Lengkapi Profil
    Lengkapi Profil

    Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com