PEKANBARU, KOMPAS.com - Wisata bahari Lagoi yang terbentang di pantai utara Pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau dibangun dari hasil kerja sama bidang ekonomi Indonesia dan Singapura.
Pada tahun 1996 obyek wisata itu diresmikan dan sekaligus ditandai dengan pengunaan resor bintang lima yang bernama Bintan Lagoon oleh Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong.
Sejak itu pula, alat tukar yang digunakan yakni mata uang negara asing dollar Singapura atau dollar Amerika Serikat. Walau Pulau Bintan terdapat di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Penggunaan dollar diikuti oleh daerah sekitar wisata seperti pesisir pantai Timur yang bernama Pantai Trikora, lalu Pulau Nikoi, Pulau Bangkil dan pulau-pulau lain.
Pada malam acara penyambutan Asosiasi Agen Tour dan Travel Indonesia (Asita) Riau untuk mempromosikan berbagai obyek wisata bahari di Pulau Bintan, disambut oleh Wakil Bupati Bintan Khazalik.
"Asita Riau membawa rombongan sekitar 19 orang yang terdiri dari pelaku usaha perjalan wisata, kemudian lima media dan dua perusahaan besar di Riau," kata Ketua Asita Riau, Ibnu Mas’ud.
Masyarakat Indonesia dan Riau khususnya, mengenal Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) hanya Kota Tanjung Pinang, kemudian Pulau Penyengat dan Kota Batam.
Namun setelah mempelajari peta, ternyata Kabupaten Bintan lebih luas dari Kota Tanjung Pinang. Kedua daerah tersebut terdapat dalam satu pulau yakni Pulau Bintan. Selama ini Batam dan Bintan dikonotasikan masyarakat dengan belanja tinggi yang menggunakan mata uang asing.
Kondisi itu membuat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia belum pernah memikirkan bahwa pembangunan obyek wisata yang berbatasan langsung dengan negara Singapura, telah demikian maju seperti Lagoi.
"Lagoi itu dollar dan bersifat ’restricted area’. Tidak semua orang bisa masuk ke sana, kecuali orang Singapura. Itu yang jadi pencitraan dan terbangun di masyarakat," kata Ibnu.
Padahal, Bank Indonesia telah berulang kali mensosialisasikan penggunaan rupiah di kawasan perbatasan sebagai tindak lanjut atas hadirnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang. Penggunaan Undang-undang Mata Uang tersebut berlaku efektif mulai 2014 mendatang.
Wisatawan di Pulau Bintan. (Dok Indonesia.Travel)
"Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7/2011, transaksi di NKRI harus menggunakan rupiah. Di daerah perbatasan banyak pendatang, sehingga sebagian transaksi dilakukan dengan mata uang asing," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald Waas.
Pengunaan Rupiah Mulai Juli
Pelaku industri pariwisata di Pulau Bintan dan sekitarnya telah sepakat untuk menggunakan mata uang rupiah sebagai alat tukar, selain mata uang dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat.
"Kami juga telah sepakat dengan pelaku usaha terutama di bidang pariwisata yang ada di Bintan, terhitung Juli tahun ini sudah menggunakan mata uang rupiah," ujar Wakil Bupati Bintan, Khazalik.
Ia mengakui, saat ini masih ada beberapa resor yang menggunakan mata uang asing sebagai alat tukar seperti di Lagoi yang berada pantai Utara dan Pantai Trikora yang berada di pesisir Timur.
Meski demikian, pihaknya membolehkan membayar dengan menggunakan mata uang rupiah di mana pun berada dan selagi masih tinggal di NKRI maka maka rupiah masih berlaku.
Penggunaan rupiah dimaksudkan untuk menghilangkan anggapan masyarakat Indonesia yang menyebut kawasan Lagoi merupakan suatu kawasan eksklusif dan hanya bisa didatangi oleh orang-orang tertentu.
"Padahal, Lagoi sangat bebas untuk segala aktifitas karena daerah itu merupakan kawasan wisata dan selalu menjual sarana yang mereka miliki," ucapnya.
"Jadi, Lagoi dan Bintan adalah kawasan yang terbuka untuk umum, sehingga siapa saja boleh masuk," sambung wakil bupati.
Secretary to Vice President Nirwana Garden Astuti Silaban, membenarkan pengunaan rupiah rupiah pada Juli 2013.
Bagi tamu-tamu resor yang menggunakan jasa pariwisata di Lagoi bisa membayar dengan tiga mata uang yakni rupiah, dollar Singapura dan dollar Amerika Serikat.
"Jadi nanti kami buat harganya dalam bentuk rupiah di posisi atas, baru dollar di bawah. Meski kurs rupiah sering berubah-ubah, namun bisa kami pahami," katanya.
Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.