Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Corak Tenun Sumba Memiliki Cerita Tersendiri

Kompas.com - 26/04/2013, 15:15 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Begitu banyak kerajinan khas dari berbagai daerah di Indonesia, salah satunya tenun. Apalagi, tenun dari beberapa wilayah di Indonesia telah memiliki nilai sendiri, baik dari segi corak maupun kualitas.

Bagi sebagian masyarakat di Nusa Tenggara, tenun melambangkan kebudayaan yang sangat tinggi.

"Tenun ini salah satu warisan budaya nenek moyang yang memang tidak boleh kami lupakan. Bagi kami orang Sumba, baik lelaki maupun perempuan, di pesta tertentu kalau dia pakai kain pabrik itu berarti orangnya tidak tahu budaya," papar Marlina Rambu Meha, warga asal Sumba Timur, saat ditemui di bilangan Blok M, Jakarta, belum lama ini.

Bagi masyarakat Sumba pun, Marlina mengakui, corak yang tergambar dalam tenun haruslah memiliki "cerita" di baliknya. Seperti gambar ayam.

Menurutnya, ayam itu sebagai lambang pengingat waktu. "Zaman dulu enggak ada ayam belum ada yang tahu jam. Tapi dengan ayam bisa tahu kapan pagi, kapan siang, kapan malam," katanya.

Ada pula kuda, yang melambangkan alat angkut transportasi. "Karena dulu belum ada oto (mobil), kami pergi beli di pasar harus pakai kuda," ujar Marlina.

Tombak, yakni melambangkan senjata. Pada masa lampau tombak dan bambu runcing digunakan untuk mengusir penjajah.

Ada juga motif sayuran yaitu pare, yang merupakan makanan saat zaman penjajahan.

"Ada motif pare. Pare itu punya nilai sejarah, ketika di zaman penjajahan dulu, ketika diserang harus sembunyi ke hutan. Tak tahu harus sembunyi ke mana, tetapi pare itu selalu tumbuh di hutan, daunnya bisa diambil, dimakan, buahnya bisa diambil dan dimakan," katanya.

Selain corak, warna tenun pun berbeda untuk setiap upacara adat. Untuk pesta pernikahan lebih cenderung menggunakan warna terang atau merah, sedangkan kematian cenderung memakai hitam atau biru. Sementara untuk upacara adat biasa, bisa memakai warna tenun apa saja.

Harga tenun memang tak murah, pembuatannya pun tak mudah karena dibuat langsung dengan tangan. Marlina mengakui, untuk proses pembuatan sehelai tenun bisa menghabiskan waktu hingga 6 bulan.

Untuk harga tenun tergantung berdasarkan corak. Yang paling mahal ialah yang bercorak menceritakan kehidupan manusia. Menceritakan seorang ibu yang sedang hamil, melahirkan, masa anak-anak, dewasa, tua, hingga akhirnya meninggal. Corak seperti itu harganya bisa mencapai lebih dari Rp 300 juta.

Marlina membuat tenun bersama para perempuan di desanya, yakni Mbatakapidu, Kabupaten Sumba Timur. Mereka mendirikan Kelompok Wanita Tani (KWT) Tapawallabadi untuk memasarkan hasil kerajinannya. Karena tenun buatannya belum dipasarkan hingga keluar daerah Sumba, maka jika tertarik membeli tenun buatannya haruslah datang langsung ke desanya. Sekaligus, bisa melihat langsung pembuatan tenun di sana.

Jangan khawatir, pembeli tak sulit untuk menemukan tenun buatan Marlina, karena kiosnya berada di tempat srategis. "Akhir-akhir ini banyak tamu yang datang ke desa kami. Kios kami tak jauh, ada di pinggir jalan tidak jauh dari bandara tidak jauh dari pelabuhan," tambah Marlina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Jalan Jalan
Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Travel Update
The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

Jalan Jalan
Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Travel Tips
Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Travel Update
Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Travel Update
13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

Travel Update
Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja 'Overtime' Sopir Bus Pariwisata

Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja "Overtime" Sopir Bus Pariwisata

Travel Update
Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

BrandzView
Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Travel Update
Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Travel Update
ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

Travel Update
5 Tempat Wisata Hits dan Instagramable di Cianjur

5 Tempat Wisata Hits dan Instagramable di Cianjur

Jalan Jalan
10 Bandara Tersibuk di Dunia 2023, Banyak di AS

10 Bandara Tersibuk di Dunia 2023, Banyak di AS

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com