Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasi Tutug Oncom, Nasi Miskin Naik Kelas

Kompas.com - 28/04/2013, 08:37 WIB
Kontributor Ciamis, Irwan Nugraha

Penulis

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Sebagian orang mungkin belum mengenal betul nasi tutug oncom atau TO sebagai salah satu ciri khas kuliner Tasikmalaya. TO merupakan perpaduan nasi dengan oncom berbahan dasar kacang, khas Jawa Barat. Dengan harga yang relatif murah. Kini nasi TO mulai familiar dibarengi munculnya beberapa rumah makan TO di wilayah Priangan Timur, dan kota-kota besar.

Salah satu rumah makan TO yang cukup terkenal di Kota Tasikmalaya adalah TO Rahmat, di Jalan BKR. Di rumah makan ini, satu porsi nasi TO plus sambal dan lalapan dihargai Rp 4.000. Sedangkan lauk pelengkap, seperti ayam goreng, telor dadar dan lainnya harganya berbeda.

Bagi pecinta nasi TO, terasa sensasi berbeda saat menikmatinya. Terlihat buliran oncom berwarna cokelat yang berpadu dengan nasi putih hangat. Biasanya, penyajian nasi ini harus dadakan, soalnya kalau nasi sudah dingin rasanya kurang enak.

Perpaduan rasa gurih, asin dan pulen, terasa saat nasi ini dikunyah di mulut. Sesekali, pecahan buliran oncom rasa asin seakan pecah di lidah, bersamaan dengan manisnya nasi.

Belum lagi, tambahan menu pelengkap seperti ikan asin kecil dan lalapan yang sebelumnya diberi sambal ekstra pedas. Khusus sambal nasi ini, dibuat dari perpaduan cabe rawit hijau dengan sedikit garam dan bumbu penyedap. Sambal nasi TO sering disebut sambal "goang" -- khusus sebutan orang Sunda.

Khusus di Tasikmalaya, nasi ini menjadi salah satu primadona pecinta kuliner jenis makanan tradisional. Tak jarang, hampir setiap hari rumah makan nasi TO selalu terlihat banyak pengunjung. Nasi ini pun disukai berbagai kalangan, mulai dari orang berduit sampai warga biasa.

Pemilik Rumah Makan Nasi TO Rahmat, Helmy Sudajana mengatakan, pembuatan nasi ini perlu bahan dasar oncom yang berkualitas. Biasanya oncom identik dengan daerah Bandung. Namun, khusus untuk pembuatan nasi TO, oncom Bandung kurang bagus karena terlalu basah.

"Oncom Bandung kurang bagus dibuat TO. Oncom Bandung itu basah dan kalau dicampur dengan nasi terlalu lembek. Kalau untuk TO, oncomnya harus kering, sehingga bulirannya tetap utuh saat dicampur nasi. Jadi untuk oncomnya kami meminta khusus ke pembuat oncom yang ada di Tasik," jelas Helmy kepada Kompas.com, di rumah makannya, Sabtu (13/4/2013) malam.

Pembuatan oncom untuk nasi TO, kata Helmy, membutuhkan waktu dan proses yang cukup lama. Sebelum dicampur dengan nasi, oncom yang awalnya berbentuk balok seperti tempe, dihancurkan menjadi buliran dan dijemur di bawah terik matahari seharian.

Setelah itu, oncom diberi bumbu penyedap dan dijemur kembali, sama seharian penuh. Buliran oncom hasil jemuran itu, nantinya akan terlihat coklat muda yang sebelumnya berwarna coklat pekat. Kemudian, oncom dimasak dengan cara "digarang" atau buliran oncom dimasak tanpa minyak, sampai matang dan mengeluarkan harum khas oncom nasi TO.

"Lumayan prosesnya cukup lama untuk oncomnya. Nah, oncom yang jadi tadi dicampur secara dadakan dengan nasi yang masih panas," ujar Helmy.

Helmy menambahkan, alasan oncom harus dibuat secara dadakan, karena oncom tidak bisa tahan lama. Hitungan oncom baik untuk dikonsumsi hanya bertahan satu hari. Terlebih oncom tidak bisa diawetkan di lemari es atau freezer.

"Oncom itu cuma satu hari jangka waktu pemakaiannya. Kalau lebih dari satu hari, oncom tidak baik dikonsumsi dan bisa-bisa jadi racun," tambah Helmy.

Naik Kelas

Siapa sangka nasi TO yang familiar dan diburu masyarakat saat ini di Tasikmalaya, dulunya identik disebut nasi bagi orang miskin. Bahkan, nasi TO bisa juga disetarakan dengan nasi aking atau nasi yang dikeringkan. Dulu, nasi ini dibuat warga yang kekurangan beras, dan sulit mengkonsumsi nasi sebagai bahan makanan pokok.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com