Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oh, Tuhan... Masakan Bali Wow Sekali!

Kompas.com - 29/04/2013, 08:15 WIB

Budi Suwarna & Benny D Koestanto

Puluhan turis asing mencari rahasia kelezatan masakan bali di lorong pasar tradisional yang sumpek. Mereka melihat, mengenali, menyentuh, dan mencium setiap bumbu yang aromanya bikin mereka sebentar- sebentar berseru, ”Oh, God!”  

Hari masih pagi. Lima belas turis asing berbaur di antara tumpukan sayur dan aroma aneka bumbu. Ditemani dua pemandu, mereka bergerak dari satu lapak ke lapak yang lain di Pasar Ubud, Gianyar, awal April lalu. ”Semua bumbu bali ada di sini. Anda semua bisa melihatnya. Yang ini namanya daun salam, ini serai, rawit, daun jeruk purut, kunyit, dan kecombrang,” ujar I Nengah Sudira, si pemandu, sambil menunjuk satu per satu bumbu yang ia sebutkan.

Sudira lantas menyodorkan bumbu-bumbu itu kepada para turis yang dipandunya. Mereka pun berebutan memegang dan mencium bumbu-bumbu asing itu. ”Smells good,” bisik Vivienne Gardiner (46) kepada temannya.

Mereka mencatat secara rinci penjelasan tentang penggunaan bumbu-bumbu itu dalam masakan bali. Apa pun yang keluar dari mulut Sudira mereka simak meski laki-laki pemandu itu kerap bercanda.

Di sebuah lapak buah, Sudira berhenti dan meraih sebutir manggis. ”This is manggis and this fruit never lies,” kata Sudira sambil menjelaskan bahwa di bagian bawah buah ini ada ruas-ruas berbentuk mirip bintang. Jumlah ruas mirip bintang itu pasti sama dengan jumlah ruas buah di dalamnya.

Selanjutnya, Sudira mengambil sebutir jeruk peras. ”This is orange, general orange,” katanya sambil mengacungkan jeruk tersebut. Dia lantas mengambil jeruk bali yang ukurannya jauh lebih besar. ”And, this is balinese orange,” ujar Sudira dengan kalimat yang ditekankan.

Beberapa turis berseru takjub karena melihat jeruk bali jauh lebih besar dibandingkan jeruk biasa. ”Oh, God!

Pemandu lainnya menjelaskan, di Bali tidak hanya jeruk yang berukuran jumbo, donat pun begitu. ”Orang Barat punya donat. Kami orang Bali juga punya, bahkan ukurannya jauh lebih besar karena kami gunakan untuk persembahan bagi dewa- dewa,” kata si pemandu sambil menunjuk kue bolu yang tengahnya bolong seperti donat.

Lagi-lagi sebagian turis itu berseru, ”Oh, God!” Ketika dibawa ke kios-kios yang menjual rempah, mereka juga berseru, ”Oh, God!”

Itulah suasana program wisata ”Market Tour” yang dijual Restoran Casa Luna, Ubud, milik Janet de Neefe. Selain rombongan turis dari Casa Luna, ada sejumlah rombongan turis lain yang juga menikmati tur pasar di pasar tradisional yang sama. Sebagian didampingi pemandu berpakaian juru masak.

Paket wisata seharga rata-rata Rp 350.000, termasuk sarapan dan makan siang, itu disenangi turis asing. Mereka tertarik menyusuri lorong-lorong pasar yang sumpek yang mungkin buat mereka tampak eksotis dan jauh dari sentuhan modern. ”Ini pengalaman menyenangkan, pertama kalinya saya bisa melihat dan bergaul dengan orang-orang di pasar tradisional dan mencium bumbu-bumbu bali,” kata Carol Balatincz, turis asal Australia.

”Ngulek” dan ”gym”

Dari pasar, turis-turis asing yang dipandu Nengah Sudira diajak mengikuti kelas memasak masakan bali di Honeymoon Guest House, tempat tinggal Janet de Neefe. Di sana, Janet— orang Australia yang jatuh cinta pada masakan bali—siap memperkenalkan masakan bali. Ia menjelaskan konsep masakan bali, bumbu, bahan-bahan yang lazim digunakan, dan cara mengulek bumbu dengan cobek.

Satu per satu peserta dipersilakan mencoba mengulek bumbu di atas cobek. ”Ayo teruskan dan Anda akan sehat. Anda tidak perlu lagi pergi ke gym. Cukup mengulek dan (otot) bisep Anda akan membesar,” ujar Gusti Ayu Made Madriani, asisten Janet.

Peserta akhirnya diajak memasak lawar, mi goreng, dan kari tempe. Janet menunjukkan cara mengaduk bumbu dengan tangan telanjang. ”Inilah cara memasak orang Bali,” ujarnya, diikuti pandangan takjub para peserta.

Ketika mencicipi masakan yang telah selesai, mereka berseru, ”Wow, rasanya mengejutkan, pedas dan enak. Berbeda dengan masakan Australia yang datar-datar saja,” ucap Vivienne.

Perempuan yang tinggal di wilayah peternakan di Australia itu mencatat detail resep dan cara memasak lawar, kari tempe, dan mi goreng. ”Saya akan mencobanya di rumah,” katanya serius.

Begitulah, tur yang sederhana dan kelas memasak telah menancapkan pengetahuan baru tentang makanan bali di kepala turis asing. Sebagian mungkin akan jatuh cinta. Itu pula yang terjadi pada Janet, puluhan tahun lalu. Ketika pertama kali datang ke Bali tahun 1974 bersama orangtuanya, Janet dihidangkan gado-gado, aneka sate, dan nasi goreng berwarna pink. Sejak saat itu, cita rasa masakan tersebut menempel di kepalanya.

”Saya hanya bisa bilang, wow, enak sekali, fantastis. Bagaimana bisa berbagai macam bumbu menghasilkan harmoni rasa yang dahsyat,” katanya dengan bahasa campuran Inggris-Indonesia.

Rasa masakan bali itu terkenang terus, sementara di tempat tinggalnya di Melbourne ia sulit mendapatkan masakan bali. Tidak heran, 10 tahun kemudian, Janet kembali lagi untuk belajar memasak masakan bali. Setiap ada waktu, ia ikut orang Bali ke pasar untuk membeli bahan masakan dan bumbu. Ia langsung terjun ke dapur untuk mencatat semua bumbu dan proses memasak secara rinci. Dia memfoto setiap bumbu dan membuat diagramnya.

Lebih jauh, ia juga mempelajari tradisi budaya orang Bali. Semakin ia pelajari, semakin kompleks pengetahuan yang ia dapat. ”Ada interaksi sosial yang panjang dalam proses memasak di Bali. Sesuatu yang tidak saya temukan di Australia,” katanya menyimpulkan.

Kini, Janet telah menguasai 100-an masakan bali, mulai dari urab, lawar, hingga ayam atau bebek betutu yang rumit. Ia menjadi semacam jembatan antara lidah orang Bali dan orang asing. Tidak heran jika kelas memasak yang ia gelar nyaris setiap hari mendatangkan peserta dari sejumlah negara, termasuk orang Bali sendiri.

”Saya sampai tertawa. Kok, orang Bali belajar masakan bali dari saya. Ternyata ia ingin tahu cita rasa masakan bali yang pas untuk orang asing,” kata Janet yang bersuamikan orang Bali.

Selain lewat tur pasar dan kelas masak, Janet juga menyebarkan pengetahuannya tentang masakan bali ke dunia lewat buku-buku yang ditulisnya, antara lain Fragrant Rice: My Continuing Love Affair with Bali (2003) dan Bali: The Food of My Island Home.

Boleh dikata, orang seperti Janet merupakan agen yang mempercepat pengglobalan masakan bali. Dalam tingkatan yang berbeda, hal itu juga dilakukan Nengah Sudira, si pemandu tur pasar yang juga piawai memasak masakan bali. Ia bercerita, seorang peserta tur pasar pernah mengundangnya ke Jerman untuk mengisi kelas masak di negara itu selama satu bulan.

Agen lainnya adalah para chef restoran atau hotel yang menghidangkan masakan bali. Salah seorang di antaranya adalah Achmad Fikri (39), chef Restoran Kunyit milik Hotel Santika Premiere di selatan Kuta, yang setiap hari menyajikan makanan bali kepada pelanggan asingnya.

Modus pengglobalan produk budaya Bali seperti itu jauh sebelumnya terjadi di dunia seni rupa dan tari. Seniman-seniman dari Eropa yang berdatangan sejak tahun 1920-an menyerap sekaligus memberikan pengaruh pada produk kesenian Bali. Salah seorang seniman yang paling banyak disebut adalah pelukis dan musikus Jerman, Walter Spies. Ia memberikan sentuhan segar pada seni lukis Bali dan menyebarkannya ke dunia. Jangan keliru, tari cak, yang kita kenal sekarang, koreografinya disusun Spies bersama I Wayan Limbak dari Pejeng, Gianyar.

Lewat cara seperti itu, produk budaya Bali, termasuk makanan, mengalami pengglobalan dan membuat banyak orang di dunia berseru, ”Wow!”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com