Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Oh, Tuhan... Masakan Bali Wow Sekali!

Kompas.com - 29/04/2013, 08:15 WIB

Peserta akhirnya diajak memasak lawar, mi goreng, dan kari tempe. Janet menunjukkan cara mengaduk bumbu dengan tangan telanjang. ”Inilah cara memasak orang Bali,” ujarnya, diikuti pandangan takjub para peserta.

Ketika mencicipi masakan yang telah selesai, mereka berseru, ”Wow, rasanya mengejutkan, pedas dan enak. Berbeda dengan masakan Australia yang datar-datar saja,” ucap Vivienne.

Perempuan yang tinggal di wilayah peternakan di Australia itu mencatat detail resep dan cara memasak lawar, kari tempe, dan mi goreng. ”Saya akan mencobanya di rumah,” katanya serius.

Begitulah, tur yang sederhana dan kelas memasak telah menancapkan pengetahuan baru tentang makanan bali di kepala turis asing. Sebagian mungkin akan jatuh cinta. Itu pula yang terjadi pada Janet, puluhan tahun lalu. Ketika pertama kali datang ke Bali tahun 1974 bersama orangtuanya, Janet dihidangkan gado-gado, aneka sate, dan nasi goreng berwarna pink. Sejak saat itu, cita rasa masakan tersebut menempel di kepalanya.

”Saya hanya bisa bilang, wow, enak sekali, fantastis. Bagaimana bisa berbagai macam bumbu menghasilkan harmoni rasa yang dahsyat,” katanya dengan bahasa campuran Inggris-Indonesia.

Rasa masakan bali itu terkenang terus, sementara di tempat tinggalnya di Melbourne ia sulit mendapatkan masakan bali. Tidak heran, 10 tahun kemudian, Janet kembali lagi untuk belajar memasak masakan bali. Setiap ada waktu, ia ikut orang Bali ke pasar untuk membeli bahan masakan dan bumbu. Ia langsung terjun ke dapur untuk mencatat semua bumbu dan proses memasak secara rinci. Dia memfoto setiap bumbu dan membuat diagramnya.

Lebih jauh, ia juga mempelajari tradisi budaya orang Bali. Semakin ia pelajari, semakin kompleks pengetahuan yang ia dapat. ”Ada interaksi sosial yang panjang dalam proses memasak di Bali. Sesuatu yang tidak saya temukan di Australia,” katanya menyimpulkan.

Kini, Janet telah menguasai 100-an masakan bali, mulai dari urab, lawar, hingga ayam atau bebek betutu yang rumit. Ia menjadi semacam jembatan antara lidah orang Bali dan orang asing. Tidak heran jika kelas memasak yang ia gelar nyaris setiap hari mendatangkan peserta dari sejumlah negara, termasuk orang Bali sendiri.

”Saya sampai tertawa. Kok, orang Bali belajar masakan bali dari saya. Ternyata ia ingin tahu cita rasa masakan bali yang pas untuk orang asing,” kata Janet yang bersuamikan orang Bali.

Selain lewat tur pasar dan kelas masak, Janet juga menyebarkan pengetahuannya tentang masakan bali ke dunia lewat buku-buku yang ditulisnya, antara lain Fragrant Rice: My Continuing Love Affair with Bali (2003) dan Bali: The Food of My Island Home.

Boleh dikata, orang seperti Janet merupakan agen yang mempercepat pengglobalan masakan bali. Dalam tingkatan yang berbeda, hal itu juga dilakukan Nengah Sudira, si pemandu tur pasar yang juga piawai memasak masakan bali. Ia bercerita, seorang peserta tur pasar pernah mengundangnya ke Jerman untuk mengisi kelas masak di negara itu selama satu bulan.

Agen lainnya adalah para chef restoran atau hotel yang menghidangkan masakan bali. Salah seorang di antaranya adalah Achmad Fikri (39), chef Restoran Kunyit milik Hotel Santika Premiere di selatan Kuta, yang setiap hari menyajikan makanan bali kepada pelanggan asingnya.

Modus pengglobalan produk budaya Bali seperti itu jauh sebelumnya terjadi di dunia seni rupa dan tari. Seniman-seniman dari Eropa yang berdatangan sejak tahun 1920-an menyerap sekaligus memberikan pengaruh pada produk kesenian Bali. Salah seorang seniman yang paling banyak disebut adalah pelukis dan musikus Jerman, Walter Spies. Ia memberikan sentuhan segar pada seni lukis Bali dan menyebarkannya ke dunia. Jangan keliru, tari cak, yang kita kenal sekarang, koreografinya disusun Spies bersama I Wayan Limbak dari Pejeng, Gianyar.

Lewat cara seperti itu, produk budaya Bali, termasuk makanan, mengalami pengglobalan dan membuat banyak orang di dunia berseru, ”Wow!”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com