Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 15/05/2013, 15:26 WIB
Fitri Prawitasari

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Beberapa waktu lalu, Indonesia pernah digegerkan dengan sekelompok pemuda yang berhasil menaklukkan tujuh puncak tertinggi di dunia. Ya, mereka adalah kelompok mahasiswa pencinta alam Universitas Katolik Parahyangan Bandung, yang berhasil menjejakkan kaki di tujuh tempat tertinggi di dunia yang kini dikenal dengan Mahitala Seven Summits.

Mengulang memori tersebut, Selasa (14/5/2013), Kompas.com mendapat kesempatan bertemu dengan dua orang anggota Seven Summit, Broery dan Frans di Telaga Cikeas, Bogor, dan sedikit mengorek tentang pengalaman mereka pada saat melakukan pendakian.

Broery memaparkan, untuk bisa menaklukan 7 puncak gunung tertinggi tersebut berawal dari motivasi pribadi. Ia pun mengatakan pernah bermimpi untuk menjadi "the first seven summiters" dari Indonesia. Kini, mimpinya telah terwujud. Bersama dengan timnya, ia berhasil menaklukkan puncak dunia meski dengan cara yang tak mudah.

"Awalnya motivasi gue pribadi sih. Dari awal seneng naik gunung, akhirnya cari gimana sih untuk naik gunung aman. Akhirnya gue cari suatu wadah untuk naik gunung aman akhirnya gue masuk Mahitala. Gue sendiri punya mimpi pengen jadi the first seven summiters," kata Broery.

Untuk pendakian Seven Summit, lanjut Broery, ia dan tim melaksanakan selama dua tahun tepatnya dari tahun 2009 hingga 2011. Sedangkan, persiapan yang mereka lakukan sejak tahun 2008.

"Total dengan persiapan 3 tahun. Enggak langsung, kita pulang-pergi. Jadi kita jadwal tergantung high season di sana, soalnya kan di sana empat musim jadi kita ngikutin yang di sana," katanya.

Untuk itu, Broery yang saat itu masih tercatat sebagai mahasiswa, sempat menunda masa studinya dengan mengambil cuti akademis untuk melakukan pendakian. Bersyukur, kampus tempat ia menuntut ilmu sangat mendukung yang ia lakukan.

"Jadi kebetulan ada gunung yang bisa kita daki di pertengahan semester jadi pas libur semester kita meminta kampus biar ujiannya dimajuin atau ujiannya nyusul," ujarnya.

"Tapi ada juga yang enggak. Seperti Everest dan Papua itu butuh cuti karena kita ke sananya pas sepanjang semester masih aktif lah. Tapi karena kampus dukung, ya segala kesempatan ada konsekuensinya sih," paparnya.

Untuk tingkat kesulitan, lanjut Broery yang kini melanjutkan studi pasca sarjana di Universitas Katolik Parahyangan Bandung itu, masing-masing gunung memiliki tantangan yang berbeda. Misalnya saja untuk mencapai Puncak Everest, ia dan tim memakan waktu dua bulan lebih hingga mencapai puncak. Selain karena ketinggiannya, Everest juga mempunyai wilayah sangat dingin hingga mencapai minus 50 derajat dan hampir tak ada mahluk hidup yang bisa bertahan di sana.

"Jadi di sana ada namanya dead zone. Dead zone itu di mana mahluk hidup nggak bisa bertahan di situ karena kondisi oksigennya yang kurang. Mungkin untuk beberapa orang sih yang benar-benar super power ya bisa, cuma kalau kita belum seperti itu," katanya.

Akhirnya, Broery dan tim bernapas dengan bantuan oksigen. Tantangan lain juga ia temukan saat mendaki puncak Cartenz. Meski gunung bisa dibilang tak terlalu tinggi, namun untuk mencapai puncaknya diperlukan keahlian memanjat.

"Mungkin yang sulit Cartenz juga walaupun dia yang paling pendek tapi dari awal tuh butuh skill climbing. Dengan teknik climbing-nya jadi dari awal sampai akhir kita butuh tali," katanya.

Sementara itu, serupa dengan Broery, Frans pun memiliki kisah tersendiri dalam menaklukkan tantangan mendaki puncak tertinggi dunia tersebut. Menurutnya, yang paling berkesan adalah saat mendaki puncak Everest.

"Kita paling banyak pengalaman di Everest kali ya. Seperti ngadepin salju longsor, pertama kali ketemu pendaki meninggal. Walaupun di Everest sempat nge-down harus turun. Kita sudah sampai camp tiga (dari empat camp) terus tiba-tiba cuaca buruk, kita harus turun lagi sampai basecamp," ujar Frans yang kini pun sedang melanjutkan studi pasca sarjana di Universitas Katolik Parahyangan Bandung.

"Sudah hampir mau ke puncak. Rencananya memang hampir mau muncak itu tapi tiba-tiba ada berita cuaca buruk semua pendaki turun, jadi kita terpaksa turun juga. Nunggu seminggu lagi lah buat naik lagi," sambungnya.

Selain itu, saat pendakian menuju puncak Everest, ia pun menuturkan sempat semua tim terserang sakit batuk kering. "Kalau di Denali (Alaska) tuh pengalaman juga banyak. Denali tuh faktor pertama cuaca. Kita sempat nunggu pas mau pulang tiga hari nunggu nggak bisa kemana-mana. Sama seperti mau muncak juga kita nunggu dua hari dulu, jadi banyak nunggunya sebenarnya," paparnya.

Terakhir, Frans pun bersyukur pernah melakukan perjalanan tersebut. Karena telah banyak orang seperti dirinya dan tim yang ingin menaklukkan puncak tertinggi di dunia namun sayangnya tak berhasil. Sedangkan, dia bersama tim diberi kesempatan untuk bisa merasakan hal tersebut dan kembali ke Tanah Air dengan selamat.

"Banyak orang naik gunung yang tinggi-tinggi itu belum tentu berkali-kali ke sana berhasil. Kita kebetulan sekali ke sana sampai puncak terus," tambah Frans.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Hindari Menginap di Kamar Lantai Dasar Hotel, Ini Alasannya 

Hindari Menginap di Kamar Lantai Dasar Hotel, Ini Alasannya 

Hotel Story
Ingin Ikut Uji Coba Kereta Cepat dari Bandung, Bisa Naik DAMRI Gratis ke Stasiun

Ingin Ikut Uji Coba Kereta Cepat dari Bandung, Bisa Naik DAMRI Gratis ke Stasiun

Travel Update
Panduan Lengkap ke Flona 2023, Pameran Flora dan Fauna Gratis di Jakarta

Panduan Lengkap ke Flona 2023, Pameran Flora dan Fauna Gratis di Jakarta

Travel Tips
Basecamp Pendakian Jobolarangan via Wonomulyo Tutup Sementara, Antisipasi Kebakaran hutan

Basecamp Pendakian Jobolarangan via Wonomulyo Tutup Sementara, Antisipasi Kebakaran hutan

Travel Update
Ketep Pass Magelang: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik

Ketep Pass Magelang: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik

Jalan Jalan
Jip Wisata Jelajah Rawa Pening, Nikmati Sunset hingga Susur Sungai

Jip Wisata Jelajah Rawa Pening, Nikmati Sunset hingga Susur Sungai

Jalan Jalan
Pameran Flona 2023 Jadi Tempat Kenalkan Tanaman dan Hewan ke Anak

Pameran Flona 2023 Jadi Tempat Kenalkan Tanaman dan Hewan ke Anak

Travel Update
Tutup Sementara, Ketahui 6 Fakta Unik Patung Merlion Singapura

Tutup Sementara, Ketahui 6 Fakta Unik Patung Merlion Singapura

Jalan Jalan
Penutupan Bromo Akibat Kebakaran Tak Ganggu Kunjungan Wisata di Malang

Penutupan Bromo Akibat Kebakaran Tak Ganggu Kunjungan Wisata di Malang

Travel Update
5 Tips ke Pantai Senggigi Lombok, Sore tapi Jangan Kesorean

5 Tips ke Pantai Senggigi Lombok, Sore tapi Jangan Kesorean

Travel Tips
Pendakian Bukit Mongkrang Masih Tutup, meski Kebakaran Sudah Padam

Pendakian Bukit Mongkrang Masih Tutup, meski Kebakaran Sudah Padam

Travel Update
Wisata ke Flona 2023, Lihat Aneka Bunga Cantik dan Hewan Rp 50 Juta

Wisata ke Flona 2023, Lihat Aneka Bunga Cantik dan Hewan Rp 50 Juta

Jalan Jalan
Kebakaran di Bukit Mongkrang di Gunung Lawu Sudah Padam

Kebakaran di Bukit Mongkrang di Gunung Lawu Sudah Padam

Travel Update
Rute Bus Wisata Surabaya dan Jadwalnya 

Rute Bus Wisata Surabaya dan Jadwalnya 

Travel Tips
Cari Promo BCA tiket.com Travel Fair 2023, Dapat Tiket Pesawat ke Singapura Rp 400.000

Cari Promo BCA tiket.com Travel Fair 2023, Dapat Tiket Pesawat ke Singapura Rp 400.000

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com