Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nemberala, Indah, tetapi Terabaikan

Kompas.com - 29/05/2013, 13:23 WIB

Paul Rainbow (45), warga Australia, tak mengenakan baju, tampak berkeringat sibuk menyapu Pantai Nemberala, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Turis asing ini selalu tidak tenang bila menyaksikan pantai indah tersebut dipenuhi sampah. Kotoran itu hanya mengganggu kenyamanan orang berwisata.

Meskipun hanya dua pekan mengisi liburan berada di pantai itu, dia penuh kepedulian terhadap kebersihan pantai.

Saat Paul menyapu pantai, Jumat (17/5), tampak dua warga lokal, yang juga penjaga pantai, tidur pulas di sebuah gubuk peristirahatan pantai, sekitar 20 meter dari posisi Paul. Kedua pemuda bernama John Henuk dan Matias Luluh itu warga Nemberala. Mereka pemandu lokal dan membantu turis asing jika mengalami kesulitan.

Paul mengaku tidak nyaman apabila menyaksikan pantai pasir putih berkilau itu ditumpuki sampah. Pantai ini begitu memesona untuk dipandang dan menarik jadi tempat berwisata.

”Saya bersama teman setiap sore duduk di pantai ini seusai selancar atau sekadar bersantai, sambil membaca, menyaksikan sunset, atau memandang gelombang laut. Di bagian barat pantai ada pembudidaya sibuk mengikat rumput laut, memanen dan menjemurnya,” kata Paul.

Menyapu pantai dilakukan setiap sore hari manakala kotor. Bila air laut pasang malam hari, keesokan hari berbagai kotoran berserakan di atas pasir putih yang indah seperti sabut kelapa, batok kelapa, daun kelapa, potongan kayu, batang pohon berduri, bekas kantong plastik, bekas botol, atau gelas air mineral.

Pantai Nemberala tak hanya memiliki pantai berpasir putih sejauh mata memandang, tetapi juga gulungan ombak laut yang menakjubkan sehingga kian digandrungi para peselancar. Hampir setiap hari wisatawan domestik dan mancanegara ke wilayah itu untuk berselancar.

Dominasi pemkab

Kepala Desa Nemberala Yusuf Mboro di Nemberala, 45 kilometer dari kota Baa, ibu kota Rote Ndao, mengaku, pendamping turis asing di Pantai Nemberala adalah tenaga sukarela, warga dari luar Nemberala. Namun, kebanyakan turis asing tidak mau ditemani. Apalagi, ada yang sudah berkali-kali datang sehingga telah memahami kondisi masyarakat, lingkungan, budaya, dan tradisi masyarakat setempat. Mereka tidak butuh guide. Turis lebih suka sendiri sambil menikmati pesona alam.

”Tidak ada penjaga pantai. Pantai ini dikelola langsung Dinas Pariwisata dan Budaya Rote Ndao. Semua urusan terkait keamanan, kebersihan, dan fasilitas pendukung lain langsung dari Pemerintah Kabupaten Rote Ndao,” ujar Mboro.

Semua pungutan terkait dengan retribusi pantai dikuasai Pemkab Rote Ndao. Pemerintah Desa Nemberala tidak mendapatkan apa pun dari kehadiran para turis asing ini.

Proses sewa tanah atau jual-beli rumah di pantai itu pun berhubungan langsung dengan Badan Pertanahan Rote Ndao. Kepala desa hanya sebagai saksi, selanjutnya semua urusan langsung berhubungan dengan Pemkab Rote Ndao.

Ketika turis asing, pengelola penginapan, dan masyarakat Nemberala mempersoalkan kekurangan air bersih, keterbatasan listrik, jalan masuk Nemberala buruk, fasilitas WC umum, dan air bersih di tepi pantai, pemerintah desa tidak bisa bertindak. Desa ini mendapatkan dana desa senilai Rp 75 juta per tahun, tetapi dimanfaatkan untuk membangun jalan di dalam desa, antara RT.

”Ini desa wisata dengan pantai wisata yang begitu menarik minat turis asing, tetapi lihat sendiri kondisinya. Pengelola penginapan di pantai ini hanya memenuhi kebutuhan paling mendasar para turis seperti makan, minum, dan air bersih seadanya. Soal listrik, tak semua turis butuh itu. Malam hari, cukup dengan lampu teplok saja turis sudah bisa duduk santai sambil minum,” ujar Mboro.

Hanya janji

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com