Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Nira Kelapa Merebak Rasa

Kompas.com - 04/06/2013, 08:08 WIB

Oleh Helena Fransisca Nababan

Ki Gono Gito, penderes nira kelapa, melakoni daulat Sunan Kalijaga untuk bertapa hingga tiba waktu Sang Sunan membangunkannya. Alkisah, setelah lama, Sang Sunan lupa pada perintahnya dan malah membakar padang ilalang tempat Ki Gono Gito bersemadi.

Saat api berkobar, Sunan Kalijaga teringat sang penderes. Ki Gono Gito masih diam dalam semadinya, tak menghiraukan api yang membakar hangus punggungnya.

Ia baru meninggalkan semadinya saat Sunan Kalijaga menemukan dan membangunkannya. Sunan terharu dengan kesetiaan Ki Gono Gito. Sang Sunan membuka sebutir kelapa yang diubahnya menjadi enam tangkup emas berwujud gula kelapa yang ia berikan kepada Ki Gono Gito, simbol enam Rukun Iman seorang Muslim.

”Mulai sekarang, namamu Sunan Geseng,” ujar Sunan Kalijaga, ditirukan filolog Sri Ratna Saktimulya yang membacakan Serat Sastradisuhul koleksi Pura Pakualaman, Yogyakarta. Kitab beraksara Jawa itu ditulis pada 1847 atas perintah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Paku Alam II.

”Itu bukan kisah asal-usul gula kelapa. Ki Gono Gito menjadi penderes nira kelapa sejak sebelum bertemu Sunan Kalijaga. Namun, pentingnya gula jawa tampak dari pilihan menempatkannya sebagai simbol Rukun Iman,” kata Saktimulya yang juga dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.

Kala gula kelapa

Gula kelapa, yang di Solo dan Yogyakarta lebih dikenal sebagai gula jawa atau gula merah, dikenal dalam berbagai susastra Jawa. Pakem Tarugana yang ditulis Mas Ngabehi Prawira Sudira dan disalin oleh RM Jayengkusuma pada 1897 juga memuat resep tradisional pembuatan gula kelapa.

Sebelum Perjanjian Giyanti tahun 1755 yang memecah Mataram menjadi Kasunan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, gula kelapa menjadi keseharian raja dan kawula. Menurut catatan De Graaf, Kabupaten Gunung Kidul pada abad ke-16 hidup sebagai sentra industri gula kelapa (Anton Haryono, 2011).

Hari ini, gula kelapa dari Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, menjadi primadona di pasar tradisional di Yogyakarta atau Solo. Gelembung udara dari mendidihnya nira adalah napas keseharian Kelurahan Hargorejo, Kecamatan Kokap, Kulon Progo.

Tangan kiri Kasinah (59) mengusap gelung rambutnya, sementara tangan kanan terus mengaduk nira kelapa yang tengah direbus. Kayu yang terbakar di tungku tanah liatnya berasap, mengepul menutupi wajan.

Pagi itu, suaminya, Trisno Sumarto (55), menghabiskan waktu satu jam untuk mengumpulkan 30 bumbung bambu penuh nira. Nira itu lantas dituangkan ke sebuah panci besar dengan disaring bersih, lalu dituang dan dimasak dalam wajan besar di atas tungku tanah liat tersebut. ”Masaknya bisa sampai empat jam,” ujar Kasinah.

Begitu nira mendidih, Kasinah terus mengaduk supaya tak menggumpal. Setelah nira berubah menjadi cairan kental kecoklatan, ia menata belahan tempurung kelapa berjajar di para-para. Adonan nira matang yang panas coklat keemasan itu ia tuang ke dalam batok.

”Setelah dituang, didiamkan saja supaya beku. Jika sudah keras dan dingin, gula kelapa bisa diambil dan siap dijual,” ungkap Kasinah. Dengan mengolah 60-90 liter nira, dapur Kasinah setiap hari menghasilkan 6-7 kilogram (kg) gula kelapa.

”Dari tiga hari memasak, saya bisa dapat 20 kg. Saya langsung menjual gula kelapa kepada pedagang besar. Saya dapat harga bagus. Sekarang harganya sekitar Rp 10.000 per kg. Untuk pendapatan, lumayan karena setiap tiga hari sekali saya bisa membawa pulang Rp 200.000,” ujar Trisno.

Ia mewarisi ilmu turun-temurun cara membuat gula kelapa dari ayah dan kakeknya, almarhum Marto Dinomo dan Todikromo. Penderes dan pemasak nira secara turun-temurun memelihara pula relasinya dengan pengepul atau pedagang gula kelapa. Setiap penderes dan pemasak nira memiliki beberapa pelanggan, keluarga pedagang atau pengepul yang sejak dulu juga menjadi pelanggan gula kelapa.

Keluarga Karto Wiyono, kondang dengan gula kelapa bermerek dagang ”Wiyono Putro”, adalah salah satu keluarga yang secara turun-temurun berdagang gula kelapa produksi penderes dan pemasak nira dari Kokap. ”Simbah sudah berjualan sejak saya kecil. Mungkin sebelum kemerdekaan. Dari simbah ke ibu saya, lalu sekarang saya meneruskan,” ujar Rini Wiyono Putro (42).

Berkutat lama dengan gula kelapa, Rini sampai hari ini menerima pasokan dari tak kurang 20 pedagang pengepul. Setiap pedagang bisa mengumpulkan 10 kg gula kelapa per hari. ”Dengan pasokan pedagang pengepul, ibu bisa mengirim 1 ton gula merah ke Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, setiap lima hari sekali,” ujar Rini.

Inovasi gula kelapa

Dulu gula kelapa dan gula pasir tak pernah satu belanga. Kini muncul gula kelapa bercampur gula pasir, seperti yang dijual Rini. Gula kelapa itu unik karena cenderung lebih keras dan solid dengan warna coklat terang serta penuh butiran kristal gula tebu yang berkilauan.

”Peminatnya banyak. Gula kelapa bercampur gula pasir cenderung lebih manis sehingga takaran dalam masakan lebih sedikit,” kata Rini. Ia melanjutkan, ”Namun, pelanggan lama biasanya lebih memilih gula kelapa biasa. Gula kelapa Kokap yang gurih dan manis serta bersih tetap yang paling dicari.”

Bentuk klasik gula kelapa, terbentuk dari cetakan batok kelapa dengan ukuran berkisar 150 cc, masih diminati pasar. Namun, inovasi bentuk pun mulai bermunculan, antara lain mencetak gula kelapa yang lebih kecil, sekitar 20 cc. ”Gula kelapa berukuran kecil diminati sebab dianggap praktis. Dengan ukuran itu, sebongkah gula kelapa nyaris pas untuk satu takaran masakan. Kalau beli tangkupan besar harus memecah bongkahannya,” ujar Murtini, pedagang besar gula kelapa di Pasar Beringharjo, Yogyakarta.

Demi keperluan pasar pula produsen gula kelapa tradisional mengubah bentuk pasangan batok menjadi kristal atau biasa disebut gula semut. ”Kalau ini lebih untuk hotel dan industri jamu,” ujar Kiswanto (35) yang juga pedagang gula kelapa di Pasar Beringharjo. (EKI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

    Panduan Lengkap ke Desa Wisata Koto Kaciak, Simak Sebelum Datang

    Travel Tips
    Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

    Traveloka Resmikan Wahana Baru di Kidzania Jakarta, Ada Diskon 25 Persen

    Travel Update
    Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

    Barcelona Hapus Rute Bus dari Google Maps, Ini Alasannya

    Travel Update
    4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

    4 Tips Berkunjung ke Desa Wisata Koto Kaciak, Datang Pagi Hari

    Travel Tips
    Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

    Cara Menuju ke Desa Wisata Lerep Kabupaten Semarang

    Jalan Jalan
    4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

    4 Oleh-Oleh Desa Wisata Koto Kaciak, Ada Rinuak dan Celana Gadebong

    Travel Tips
    Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

    Istana Gyeongbokgung di Korea Akan Buka Tur Malam Hari mulai Mei 2024

    Travel Update
    Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

    Desa Wisata Lerep, Tawarkan Paket Wisata Alam Mulai dari Rp 60.000

    Jalan Jalan
    Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

    Itinerary Seharian Sekitar Museum Mpu Tantular Sidoarjo, Ngapain Saja?

    Jalan Jalan
     7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

    7 Olahraga Tradisional Unik Indonesia, Ada Bentengan

    Jalan Jalan
    5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

    5 Tips Liburan dengan Anak-anak Menggunakan Kereta Api Jarak Jauh

    Travel Tips
    Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

    Mengenal Desa Wisata Koto Kaciak, Surga Budaya di Kaki Bukit Barisan

    Jalan Jalan
    Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

    Aktivitas Wisata di Bromo Ditutup mulai 25 April 2024, Ini Alasannya

    Travel Update
    Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

    Bali Jadi Tuan Rumah Acara UN Tourism tentang Pemberdayaan Perempuan

    Travel Update
    Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

    Hari Kartini, Pelita Air Luncurkan Penerbangan dengan Pilot dan Awak Kabin Perempuan

    Travel Update
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com